Sabtu, 05 Maret 2011

Replikasi DNA Untai Tunggal

BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang

Kajian biologi berupa makhluk hidup yang mencakup berbagai tingkat organisasi kehidupan. Biologi merupakan anggota kelompok ilmu murni. Biologi sebagai ilmu murni sangat berperan dalam pengembangan ilmu terapan. Biologi mengalami perkembangan sangat pesat menjadi cabang-cabang ilmu yang khusus mempelajari sesuatu yang khas. Cabang biologi berdasarkan objek studi salah satu contohnya adalah virologi.
Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus, mikroorganisme yang dapat membahayakan. Virus merupakan mikroorganisme yang begitu kecil sehingga dapat terlihat pada perbesaran yang disediakan oleh mikroskop electron. Virus dapat melewati pori-pori saringan yang tidak dapat dilewati oleh bakteri. Virus juga memperbanyak diri hanya di dalam sel inang (sel hewan, mikroorganisme dan sel tumbuhan).
Virus berasal dari bahasa latin yang berarti racun atau bisa. Virus hanya dapat berkembangbiak pada hewan, tanaman, dan sel mikrobia. Sehingga virus dikatakan sebagai parasit intraseluler obligat. Menurut Lwooff Horne & Tournier (1966) dalam Ali (2005:85-86) virus memiliki sifat-sifat khusus yaitu hanya memiliki bahan genetik asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksiribonukleat (DNA), strukturnya relatif sederhana, mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup (inang) di dalam nukleus (menggandakan diri secara bebas terhadap kromosom sel inang), tidak mempunyai informasi genetik sistem Lipman untuk sintesis energi, virus baru dibentuk dengan suatu proses biosintesis majemuk yang dimulai dengan pemecahan suatu partikel virus infektif menjadi lapisan pelindung dan komponen asam nukleat infektif, dan virus mendapat selubung luar yang mengandung lipid protein dan bahan-bahan lain berasal dari sel inang. Replikasi suatu DNA genom virus dapat terjadi melalui banyak cara.
Replikasi adalah suatu mekanisme yang berlangsung di dalam sel yang dilakukan untuk proses perbanyakan sel. Agar tidak terjadi perbedaan komposisi genetic antara sel induk dengan sel anakannya, maka proses replikasi harus dilakukan seteliti mungkin. Ketelitian proses replikasi dintentukan oleh aktivitas DNA polimerase III dan DNA polimerase I yang mempunyai sistem koreksi pembacaan (proof-reading).
Alam ini memiliki jasad yang mempunyai genom berupa molekul DNA untai tunggal (single-stranded), bahkan berupa molekul RNA. Dalam makalah ini akan membahas mekanisme replikasi DNA beruntai tunggal.
B. Rumusan Masalah
Adapun permasalahan dalam makalah ini yaitu bagaimanakah replikasi DNA untai tunggal.
C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu mengetahui replikasi DNA untai tunggal.











BAB II
PEMBAHASAN

1. Bakteriofage
Bakteriofage berasal dari kata bacteria dan phagus (bahasa Yunani). Dari asal kata tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bakteriofage merupakan virus yang menyerang bakteri. Bakteriofage memiliki 2 macam cara untuk mereplikasikan dirinya, yaitu daur litik dan daur lisogenik. Replikasi tersebut baru dapat dilakukan ketika virus ini telah masuk ke dalam sel inangnya (bakteri). Bakteriofage termasuk ke dalam ordo Caudovirales. Salah satu contoh bakteriofage adalah T4 virus yang menyerang bakteri Eschericia coli. E. coli merupakan bakteri yang hidup pada saluran pencernaan manusia (Wikipedia, 2011).
Bakteriofage memiliki sebuah inti asam nukleat dikelilingi oleh selubung protein atau kapsid. Kapsid tersusun dari subunit-subunit morfologis yang disebut kapsomer. Kapsomer terdiri dari sejumlah subunit atau molekul protein yang disebut protomer. Fage mempunyai simetri kubus atau helical. Fage kubus adalah benda padat teratur, sedangkan fage helical berbentuk batang. Pada umumnya bakteriofage kepalanya polyhedral tetapi ekornya berbentuk batang (Pelczar dan Chan, 1986:271).
2. Virus Untai Tunggal
Virus yang beruntai tunggal memiliki sebuah kepala tanpa ekor, kepalanya tersusun dari kapsomer-kapsomer besar, dan ada yang memiliki filamen. Kelompok virus tertentu yang termasuk untai tunggal adalah H-1 parvovirus dan ϕχ174. Inang H-1 parvovirus adalah hewan, memiliki struktur linear, jumlah molekul 1, dan berukuran 5.176 b. Inang ϕχ174 adalah bakteri, memiliki struktur lingkar, jumlah molekul 1, dan berukuran 5.386 b (Ali, 2005:91).

Virus ϕχ174 adalah virus yang menginfeksi bakteri (sehingga disebut sebagai bakteriofage). Virus ini berukuran kecil dan berbentuk ikosahedral. Genomnya berupa molekul untai tunggal berbentuk lingkar yang tersusun atas 5.386 nukleotida. Genom virus ini hanya mengkode 11 protein, tetapi mengandung gen-gen yang tumpang tindih (overlapping genes). Replikasi genom virus ini tergantung pada sistem replikasi sel inangnya yaitu bakteri E.coli (Yuwono, 2005:125).
Inisiasi Replikasi pada Virus ϕχ174
DNA fage ϕχ174 berbentuk bundar baik pada sel virion maupun sel inangnya. Bakteriofage ini mempunyai 11 gen. Inisiasi replikasi pada virus ϕχ174 merupakan tipe sistem ФX. Pada system DNA ϕχ174 kompleks primosom terkumpul pada suatu titik yang disebut sebagai primosome assembly site (pas). Daerah pas ini dikenali oleh protein PriA yang mempunyai aktivitas ganda, yaitu sebagai helikase dan dapat menyingkirkan SSB. Kemampuan ganda PriA semacam ini bersifat unik karena hanya diperlukan dalam system inisiasi ФX. Protein PriA, PriB, dan PriC tidak diperlukan dalam inisiasi replikasi DNA dengan system oriC (Yuwono, 2005:109).
Replikasi DNA ϕχ174, peranan protein DnaB sangat penting dan tidak dapat digantikan, sementara protein-protein lainnya dapat dihilangkan. Hal ini dibuktikan oleh Kornberg dan kawan-kawan yang menunjukkan bahwa DNA untai-tunggal ϕχ174 dapat direplikasikan menjadi untai-ganda hanya oleh dua macam protein, yaitu holoenzim DNA polymerase III dan protein DnaB. Akan tetapi, jika terdapat protein SSB, maka untuk inisiasi replikasi diperlukan protein-protein lainnya yaitu DnaC, DnaT, PriA, PriB, dan Pric. Protein DnaB merupakan komponen sentral pada inisiasi replikasi dengan sistem ϕχ maupun system oriC dan akan membentuk suatu kompleks dengan DnaC. Kompleks primosom ϕχ174 terbentuk dengan diawali oleh pengenalan sisi pas oleh PriA. Protein PriB dan PriC juga melekat pada daerah pas pada awal proses inisiasi. Berikutnya, DnaB dan DnaC membentuk suatu kompleks, dengan dibantu oleh ATP. Kompleks ini bersama-sama dengan DnaT membentuk preprimosom. Akhirnya, primase melekat pada preprimosom dan membentuk primosom (Yuwono, 2005:109).
Primosom ϕχ174 dapat berpindah dari satu titik ke titik lain selama proses replikasi dan dapat menyintesis primer berulang-ulang sewaktu bergerak sepanjang DNA virus yang terbuka. Hal ini berbeda dengan sifat primase (atau RNA primase), yang digunakan untuk sintesis primer, karena primase hanya menginisiasi sintesis DNA pada satu titik yaitu titik awal replikasi (ori).
Primase adalah enzim yang sesungguhnya melakukan proses pengawalan reaksi atau inisiasi replikasi DNA. Enzim ini, baik pada system ФX maupun system oriC, dikode oleh gen dnaG. Primase merupakan polipeptida tunggal dengan ukuran 60 kDa. Enzim ini pada dasarnya adalah RNA polimerase yang digunakan secara khusus untuk menyintesis RNA primer yang diperlukan dalam replikasi DNA. Primase membentuk asosiasi sementara dengan primosom dan diaktifkan oleh protein DnaB untuk menginisiasi sintesis primer. Ukuran primer berkisar antara 15-50 nukleotida. Primase menyintesis primer dengan urutan nukleotida awal berupa (ppp)AG yaitu pada cetakan yang berupa urutan 5’-GTC-3’ (Yuwono, 2005:109).
Pada replikon ϕχ174, molekul protein PriA (bagian dari kompleks primosom yang menyintesis primer untuk DNA lambat), bergerak berlawanan arah dengan arah pergerakan garpu replikasi sekaligus menyingkirkan protein SSB. Protein SSB berfungsi untuk menjaga agar untaian DNA setakan (induk) yang sudah terbuka tidak menutup kembali. Oleh karena itu, pada waktu replikasi bergerak maju, maka PriA akan bergerak kea rah yang berlawanan untuk menyingkirkan SSB sehingga proses pemanjangan DNA lambat tidak terganggu.
Menurut Yuwono (2005:125), ketika bakteriofag menginfeksi E.coli, DNA bakteriofag diinjeksikan ke dalam sel inang, yang disimbolkan dengan untaian positif (+) yang mengandung informasi genetik bakteriofag. Sekitar 20-30 menit setelah DNA bakteriofag diinjeksikan ke dalam sel inang, protein A* yang dikode di dalam genom bakteriofag disintesis di dalam sel E.coli, sehingga sintesis DNA di dalam sel inang menjadi terhambat. Untaian (+) akan menjadi cetakan sehingga terbentuk untaian komplemen berupa untaian negatif (-), yang selanjutnya menjadi cetakan lagi untuk pembentukan untaian (+). Ada tiga tahap replikasi bakteriofag, yaitu:
1. Pengubahan DNA untai tunggal menjadi bentuk dupleks yang dapat digunakan untuk replikasi (duplex replicative form, RF) yang mengandung untaian (+) dan untaian (-). Molekul tersebut merupakan molekul induk RF. Tahapan ini dilakukan seperti ada mekanisme sintesis untaian DNA lambat.
2. Perbanyakan RF melalui mekanisme replikasi lingkaran berputar (rolling circle replication) sehingga dihasilkan turunan RF.
3. Sintesis untaian (+) dengan menggunakan untaian (1) pada RF melalui mekanisme replikasi lingkaran-berputar, sehingga dihasilkan molekul untai tunggal.
Tahap 1: Pembentukan molekul induk RF
Setelah DNA bakteriofag, dalam bentuk untaian (+), diinjeksikan ke dalam sel inang, kemudian dilakukan pelekatan protein SSB pada DNA bakteriofag, diikuti oleh pembukaan lilitan oleh enzim DNA girase yang ada pada sel inang. Proses ini selanjutnya diikuti dengan pengikatan protein n, n’, n”, seta protein i, Dna B, dan Dna C. Enzim primase kemudian meleka sehingga terbentuk primosom. Dengan adanya hidrolisis ATP yang dikatalisis oleh n’, primosom kemudian begerak dengan arah 5’→3’ serta membentuk RNA primer. Inisiasi pembentukan primer berlangsung secara acak. Dengan adanya primer maka DNA polimerase III yang ada pada inang akan melakukan perpanjangan sintesis DNA dengan membentuk fragmen Okazaki. Celah-celah diantara fragmen-fragmen Okazaki tersebut diisi oleh aktivitas DNA polimerase I yang sekaligus menghilangkan primer. Fragmen-fragmen yang terbentuk selanjutnya diligasi dengan menggunakan aktivitas DNA ligase. Untaian (-) dan (+) selanjutnya dililitkan satu sama lain oleh DNA girase sehingga terbentuk molekul RF dupleks (Yuwono, 2005:124).
Tahap 2: Pembentukan turunan RF
DNA helikase dan protein SSB berikatan dengan molekul RF dupleks sehingga molekul tersebut menjadi terbuka. Aktivitas protein gpA selanjutnya membuat takik pada untaian DNA (+). DNA polimerase III kemudian menambahkan nukleotida-nukleotida pada ujung 3’ takik tersebut dengan menggunakan untaian (-) sebagai cetakan sehingga ujung untaian DNA (+) induk akan terdesak. Pada saat ini dilakukan sintesis untaian DNA (+) yang baru dengan mekanisme sintesis secara kontinu. Untaian DNA (+) induk akhirnya akan lepas dan menggulung lagi. DNA gpA selanjtnya akan membuat takik lagi pada untaian DNA (+) baru sekaligus menyambung untaian DNA (+) yang terlepas dengan membentuk ikatan fosfodiester. DNA (+) induk yang terlepas tersebut selanjutnya akan digunakan lagi sebagai cetakan untuk membentuk untaian DNA (-) seperti yang dilakukan pada tahap 1. Sampai tahap ini dilakukan replikasi RF sampai kurang lebih 35 kali. Pengubahan RF induk menjadi turunan RF memerlukan waktu sekitar 20 menit (Yuwono, 2005:124-125).
Tahap 3: Sintesis untaian DNA (+)
Tahapan ini dilakukan untuk membentuk untaian (+) saja dengan menggunakan untaian (-) sebagai cetakan dengan mekanisme replikasi lingkaran berputar. Pada tahap ini sintesis DNA dilakukan secara kontinu. Protein gpA yang masih melekat pada dupleks kembali membuat takik pada untaian DNA (+). Enzim DNA helikase selanjutnya terikat pada untaian DNA (-) pada takik tersebut. Bersama-sama dengan primosom dan protein SSB, helikase membuka DNA pada waktu primosom melakukan sintesis primer yang dimulai pada ujung 3’ untaian DNA (-). DNA polimerase III kemudian melakukan polimerisasi molekul primer. Untaian DNA (+) yang lama pada dupleks kemudian di desak ke luar dengan mekanisme lingkaran berputar. Secara simultan, protein selubung bakteriofag, yang dihasilkan dengan menggunakan sistem sintesis protein sel inang, dilekatkan pada molekul DNA yang tersebut, sehingga untaian DNA (+) yang terlepas tersebut tidak dapat digunakan lagi sebagai cetakan untuk sintesis untaian DNA (1). Akhirnya protein gpA memotong untaian DNA yang terlepas tersebut pada titik awal replikasi. Kemudian dilakukan penutupan lingkaran DNA dengan membuat ikatan fosfodiester. Pada tahapan akhir ini ditambahkan lebih banyak lagi protein selubung pada untaian DNA (+) sehingga terbentuk partikel virus yang baru. Secara skematis mekanisme replikasi DNA untai tunggal bakteriofag (Yuwono, 2005:126)
Bakteriofage M13
Pada bakteriofag M13 sintesis primer tidak dilakukan oleh primase melainkan oleh enzim RNA polimerase sel inangnya. Hal ini diketahui dalam eksperimen yang melibatkan penggunaan rifampicin dan inhibitor RNA polymerase lainnya yang ternyata menyebabkan penghambatan replikasi DNA bakteriofage M13 (Yuwono, 2005:109).

DAFTAR PUSTAKA

Ali, A. 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Makassar: UNM Makassar.

Pelczar, M. J. & Chan, E. C. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.

Wikipedia. 2011. Bakteriofage(Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Bakteriofag, diakses 3 Februari 2011).

Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar