tag:blogger.com,1999:blog-46304354342221146442024-03-13T09:07:50.567-07:00SinjaiBiologiSinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.comBlogger26125tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-45332225571954421192011-04-03T02:37:00.000-07:002011-04-03T02:37:30.332-07:00Tipe pengetahuanIstilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi Bloom. Sekalipun demikian, maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk diingat seperti rumus, batasan, definisi, istilah, pasal dalam undang-undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota dll. Dilihat dari segi proses belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasainya sebagai dasar bagi pengetahuan atau pemahaman konsep-konsep lainnya. Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkatan yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasarat bagi tipe hasil belajar berikutnya. Hafalan menjadi prasarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang ilmu, baik matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa. Misalnya hafal suatu rumus akan menyebabkan paham bagaimana menggunakan rumus tersebut; hafal kata-kata akan memudahkan membuat kalimat (Dharma, 2008).SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-90280403832112138102011-03-28T08:27:00.000-07:002011-03-28T08:27:19.841-07:00Kepribadian GuruGuru bertugas untuk mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik. untuk melaksanakan ketiga tugas tersebut, guru dituntut mempunyai beberapa kemampuan yaitu berwawasan luas, menguasai bidang ilmunya, dan mampu mentransfer, mempunyai sikap dan tingkah laku yang patut diteladani, memiliki keterampilan yang sesuai dengan bidang ilmunya. keterampilan yang dimaksud adalah mampu merumuskan alat tes yang valid dan reliabel, mampu menggunakan alat tes dan non tes secara tepat, melaksanakan penilaian secara objektif, jujur, dan adil, dan menindaklanjuti hasil evaluasi secara proporsional.<br />
Guru berperan sebagai demostator, mediator, evaluator, dan fasilitator. guru berfungsi sebagai pendidik dan didaktikus. sebagai didaktikus seorang guru dituntut memiliki keterampilan seperti jelas daalm menerangkan dan memberi tugas, bervariasi dalam menggunakan prosedur didaktik, bekerja sistematik, mampu menanggapi pertanyaan dan gagasan secara posistif, dan memberikan umpan balik yang informatif tentang kemajuan siswa.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-79400647742633904922011-03-28T08:13:00.000-07:002011-03-28T08:13:00.957-07:00Guru EfektifGuru merupakan manusia yang patut digugu dan ditiru. digugu berarti segala ucapannya dapat dipercayai. ditiru berarti segala tingkah lakunya harus dapat menjadi contoh atau teladan bagi masyarakat. Guru merupakan profesi, jabatan, dan pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus. keahlian khusus ini diperoleh dari latar bidang kependidikan. namun kenyataannya masih terdapat guru yang bersal dari luar bidang kependidikan dengan mengambil akta IV selama 6 bulan.<br />
Walaupun guru telah mengajar selama bertahun-tahun, namun para guru kerap menghadapi berbagai kendala dalam proses belajar mengajar. dengan adanya kendala atau hambatan maka tujuan pembelajaran tidak tercapai sehingga proses pembelajaran tidak efektif. ketidakefektifan ini disebabkan oleh guru yang tidak efektif.<br />
Untuk menjadi guru efektif memerlukan sikap penuh perhatian, pantang menyerah, penjelasannya mudah dipahami, mengelola kelas dengan baik, meningkatkan seluruh kemampuan siswa ke arah yang lebih posistif, dan memiliki konsep diri positif.<br />
guru yang memiliki konsep diri positif dapat menciptakan situasi belajar yang kondusif dan menyenangkan. faktor yang mendukungnya yaitu empati terhadap segala kebutuhan siswa, mengajar sesuai selera siswa, memberi penguatan, dan riang dalam proses pembelajaran.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-8743041130253815672011-03-27T08:49:00.003-07:002011-03-27T08:49:53.549-07:00InferensiInferensi adalah sebuah pernyataan yang dibuat berdasarkan fakta hasil pengamatan. Hasil inferensi dikemukakan sebagai pendapat seseorang terhadap sesuatu yang diamatinya. Pola pembelajaran untuk melatih keterampilan proses inferensi, sebaiknya menggunakan teori belajar konstruktivisme, sehingga siswa belajar merumuskan sendiri inferensinya.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-41484268006539372912011-03-27T08:49:00.001-07:002011-03-27T08:49:02.178-07:00KlasifikasiKlaslifikasi adalah proses yang digunakan ilmuwan untuk mengadakan penyusunan atau pengelompokkan atas objek-objek atau kejadian-kejadian. Keterampilan klasifikasi dapat dikuasai bila siswa telah dapat melakukan dua keterampilan berikut ini:<br />
a. Mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yanng dapat diamati dari sekelompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar untuk mengklasifikasi. <br />
b. Menyusun klasifikasi dalam tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan sifat-sifat objek.<br />
Klasifikasi berguna untuk melatih siswa menunjukkan persamaan, perbedaan dan hubungan timbal baliknya.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-28717032092988240932011-03-27T08:20:00.001-07:002011-03-27T08:20:51.556-07:00Observasi (pengamatan)Pengamatan merupakan salah satu keterampilan proses dasar. Keterampilan pengamatan menggunakan lima indera yaitu penglihatan, pembau, peraba, pengecap dan pendengar. Apabila siswa mendapatkan kemampuan melakukan pengamatan dengan menggunakan beberapa indera, maka kesadaran dan kepekaan mereka terhadap segala hal disekitarnya akan berkembang, pengamatan yang dilakukan hanya menggunakan indera disebut pengamatan kualitatif, sedangkan pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan alat ukur disebut pengamatan kuantitatif. Melatih keterampilan pengamatan termasuk melatih siswa mengidentifikasi indera mana yang tepat digunakan untuk melakukan pengamatan suatu objek. <br />
Menurut Adnan, Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam melakukan suatu pengamatan, yaitu: <br />
• Harus diketahui kapan dan dimana pengamatan itu dilakukan, misalnya apakah pengamatan itu hanya dilakukan pada waktu dan tempat tertentu saja atau apakah keadaan lingkungannya sama atau berbeda. <br />
• Harus ditentukan objek yang diamati, misalnya mengamati bentuk morfologi daun, mengamati jumlah daun, mengamati bentuk kaki pada unggas. <br />
• Harus diketahui secara jelas data apa yang harus dikumpulkan dan relevan dengan tujuan pengamatan. <br />
• Harus diketahui bagaimana cara mengumpulkan data pengamatan, misalnya untuk mengamati data tinggi tanaman digunakan mistar atau meteran. <br />
• Harus diketahui tentang cara mencatat hasil pengamatan <br />
Hasil pengamatan dapat dibuat dalam bentuk gambar, bagan, tabel dan grafik. Beberapa perilaku yang dapat dikerjakan pada saat pengamatan, yaitu: <br />
• Penggunaan indera-indera, bukan hanya penglihatan. <br />
• Pengorganisasian objek-objek menurut satu sifat tertentu. Pengidentifikasian banyak sifat. <br />
• Pengidentifikasian perubahan-perubahan dalam suatu objek. <br />
• Melakukan pengamatan kuantitatif (Contoh “ 5 kilogram” bukan berat) Melakukan pengamatan kualitatif (Contoh: “Baunya seperti susu asam”, bukan berbau)SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-62542667185906164702011-03-27T07:56:00.001-07:002011-03-27T07:56:06.395-07:00PengantarKeterampilan berarti kemampuan menggunakan pikiran, nalar, dan perbuatan secara efisien dan efektif untuk mencapai suatu hasil tertentu, termasuk kreativitas. Proses didefinisikan sebagai perangkat keterampilan kompleks yang digunakan ilmuwan dalam melakukan penelitian ilmiah. Proses merupakan konsep besar yang dapat diuraikan menjadi komponen-komponen yang harus dikuasai seseorang bila akan melakukan penelitian (Devi, 2011). <br />
Sains (science) diambil dari kata latin scientia yang arti harfiahnya adalah pengetahuan. Sund dan Trowbribge merumuskan bahwa Sains merupakan kumpulan pengetahuan dan proses. Sedangkan Kuslan Stone menyebutkan bahwa Sains adalah kumpulan pengetahuan dan cara-cara untuk mendapatkan dan mempergunakan pengetahuan itu. Sains merupakan produk dan proses yang tidak dapat dipisahkan. Sains sebagai proses merupakan langkah-langkah yang ditempuh para ilmuwan untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Langkah tersebut adalah merumuskan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, mengumpulkan data, menganalisis dan akhimya menyimpulkan. Dari sini tampak bahwa karakteristik yang mendasar dari Sains ialah kuantifikasi artinya gejala alam dapat berbentuk kuantitas (Wikipedia, 2011). <br />
Perkembangan ilmu pengetahuan sains berupaya membangkitkan minat manusia agar mau meningkatkan kecerdasan dan pemahamannya tentang alam seisinya yang penuh dengan rahasia yang tak habis-habisnya. Dengan tersingkapnya tabir rahasia alam itu satu persatu, serta mengalirnya informasi yang dihasilkannya, jangkauan sains semakin luas dan lahirlah sifat terapannya, yaitu teknologi. Namun dari waktu jarak tersebut semakin lama semakin sempit, sehingga semboyan " Sains hari ini adalah teknologi hari esok" merupakan semboyan yang berkali-kali dibuktikan oleh sejarah. Bahkan kini Sains dan teknologi manunggal menjadi budaya ilmu pengetahuan dan teknologi yang saling mengisi (komplementer), ibarat mata uang, yaitu satu sisinya mengandung hakikat Sains (the nature of Science) dan sisi yang lainnya mengandung makna teknologi (the meaning of technology). Oleh karena itu, proses pelaksanaan pendidikan harus mencakup perkembangan teknologi dan sains demi kebutuhan manusia di masa yang akan datang.<br />
Menurut Blosser (1973), proses pembelajaran sains cenderung menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi dan menumbuhkan kemampuan berfikir. Pembentukan sikap ilmiah seperti ditunjukan oleh para ilmuawan sains dapat dikembangkan melalui keterampilan-keterampilan proses sains. Sehingga keterampilan proses sains, dapat digunakan sebagai pendekatan dalam pembelajaran.<br />
Pendekatan keterampilan proses adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga siswa menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep dan teori-teori dengan keterampilan intelektual dan sikap ilmiah siswa sendiri. Siswa diberi kesempatan untuk terlibat langsung dalam kegiatan-kegiatan ilmiah seperti yang dikerjakan para ilmuwan, tetapi pendekatan keterampilan proses tidak bermaksud menjadikan setiap siswa menjadi ilmuwan (Devi, 2011). Menurut Dahar (1985:11) dalam Nuh (2010), Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. KPS sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru/ mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki.<br />
Keterampilan proses sains sebagai pendekatan dalam pembelajaran sangat penting karena menumbuhkan pengalaman selain proses belajar. Mengingat semakin banyaknya sekolah yang telah memiliki laboratorium Biologi, sehingga perlu upaya meningkatkan efektivitas pembelajaran, khususnya prestasi hasil belajar kognitif yang didukung oleh keterampilan serta sikap dan prilaku yang baik. Oleh karena itu para guru hendaknya secara bertahap mulai bergerak melakukan penilaian hasil belajar dalam aspek keterampilan dan sikap (Rustaman, 2003).SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-86293622718623313112011-03-20T22:53:00.001-07:002011-03-20T22:53:22.943-07:00Pembelajaran Kooperatif (translate Myron H. Dembo)Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya pada bab 5, bahwa terdapat beberapa tipe pembelajaran yang bisa kita lakukan agar proses pentransferan ilmu dan pengetahuan kepada siswa dapat berjalan maksimal. Diantaranya adalah: Pembelajaran yang bersifat individual, kompetitif dan kooperatif. <br />
Masing masing tipe ini mempunyai efek dan pengaruh yang berbeda dalam hubungannya motivasi dan interaksi di dalam kelas. Penulis melihat bahwa ada kecenderungan bagi siswa untuk sulit dan gagal dalam berinteraksi dalam pembelajaran yang bersifat individual dan kompetitif ketimbang model pembelajaran yang bersifat kooperatif. Karena itu penelitian ini berusaha memberikan sejumlah gambaran dan deskripsi betapa pembelajaran model kooperatif penting untuk membangun motivasi dan kontrol diri siswa dan kedepannya diharapkan dapat meningkatkan prestasi para siswa tersebut.<br />
Meskipun ada berbagai macam cara dalam mengeksekusi metode pembelajaran yang bersifat kooperatif ini, namun menurut Slavin pada prinsipnya ada beberapa karakteristik atau ciri khas metode ini yaitu:<br />
1. Siswa bekerja dalam kelompok yang beranggotakan 4 hingga 6 orang dalam satu tim atau grup yang tetap konsisten dalam beberapa minggu<br />
2. Para siswa diberikan motivasi dan pemahaman untuk saling membantu satu sama lain untuk mempelajari materi yang diberikan dalam suatu kelompok<br />
3. Dalam beberapa teknik yang pernah diterapkan, selalu ada reward (penghargaan) yang diberikan berdasarkan prestasi kerja masing – masing kelompok. Hadiah yang diberikan bisa dalam berbagai bentuk dari sekedar penghargaan secara verbal, surat piagam penghargaan hingga nilai khusus bagi kelompok yang menang.<br />
4 teknik yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam pembelajaran yang bersifat kooperatif adalah kompetisi permainan antar kelompok (TGT), Pembagian prestasi menurut kelompok (STAD), teka – teki bergambar (JIGSAW), dan penelitian dan pemeriksaan yang berbasis kelompok (GROUP INVESTIGATION).<br />
Kompetisi / Turnamen Antar Kelompok (TGT)<br />
Dalam kompetisi atau turnamen antar kelompok (TGT) ini, siswa – siswa dari Berbagai kemampuan, ras, dan gender dikelompokkan dalam grup yang beranggotakan 4 hingga 5 orang. Setelah guru mempresentasikan materi pelajaran yang ada, tim atau kelompok yang ada harus melengkapi lembar kerja dan kuis yang diberikan guru selanjutnya bekerja dalam kelompok guna persiapan kompetisi atau turnamen yang biasanya diadakan setiap seminggu sekali. Dalam kompetisi atau turnamen antar kelompok (TGT) ini siswa diinstruksikan berkompetisi yang masing – masing anggotanya berjumlah 3 orang, ini kita sebut sebagai “turnamen meja” dimana mereka akan berkompetisi dengan sesama siswa yang berkemampuan sepadan yang biasanya didasarkan pada hasil dari kompetisi dari pertandingan yang terdahulu. Akibatnya, siapapun kelompok atau siswa yang memiliki nilai yang terkecil di masing – masing kelompok tetap mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih poin sebanyak mungkin dengan kelompok yang memiliki nilai yang tertinggi.<br />
Turnamen atau pertandingan berlangsung dimana peraturannya adalah masing – masing siswa yang ada dalam kelompok berganti – gantian mengambil kartu yang ada dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan dan telah dipelajari sebelumnya selama seminggu tersebut. Diakhir turnamen atau pertandingan, guru akan membuat surat yang didalamnya berisikan hasil pertandingan beserta nilai dan skor dari masing – masing kelompok atau tim (seperti pada pertandingan bowling). Meskipun anggota kelompok tetaplah seperti semula, namun tugas dalam turnamen atau pertandingan bisa sangat mungkin berubah berdasarkan kinerja atau prestasi kerja masing – masing siswa.<br />
Pembagian prestasi menurut kelompok (STAD)<br />
Pembagian prestasi menurut kelompok (STAD) ini pada prinsipnya menggunakan metode yang kurang lebih sama dengan metode kompetisi atau turnamen antar kelompok (TGT) namun dengan perbedaan pada materi misalnya kuis – kuis yang diberikan selama 15 menit dimana masing – masing siswa harus melakukannya setelah mereka belajar bersama kelompoknya. Skor dan nilai akhir dijumlahkan secara kolektif dimana nilai tertinggilah yang keluar sebagai pemenang. “Nilai peningkatan” juga diperhitungkan.<br />
Jigsaw<br />
Dalam model pembelajaran yang menggunakan metode ini, siswa dilibatkan dalam tim atau kelompok yang lebih heterogen. Materi pelajaran dibagi kepada masing – masing anggota tim/kelompok dan siswa – siswa dalam kelompok tersebut akan berusaha untuk membaur dengan siswa dari kelompok yang berbeda tetapi memiliki topik pelajaran yang sama. Selanjutnya, mereka kembali ke kelompok mereka dan mengajarkan apa yang mereka telah pelajari di kelompok sebelumnya hingga semua anggota kelompok dites dan diberikan informasi yang sesuai. Misalnya, katakanlah bahwa sang guru memberikan tugas kepada para siswanya untuk mencari informasi sebanyak mungkin tentang Martin Luther King Jr. maka sang guru tersebut akan membagi informasi autobiografi sang tokoh kedalam beberapa bagian tergantung jumlah siswa yang ada dalam kelompok. Para siswa tersebut akan belajar dengan siswa dari kelompok lain yang memiliki topik pelajaran atau topik persoalan yang sama. Kemudian seperti biasa mereka akan kembali ke kelompoknya untuk mengajarkan anggota kelompok tersebut apa yang telah mereka pelajari. <br />
Tujuan utamanya adalah untuk mempelajari lebih dalam tentang biografi sang tokoh tersebut. Nilai atau skor yang didapat sangat bergantung pada prosedur apa yang dipakai. Satu pendekatan hanya bisa diterapkan untuk satu orang siswa saja. Sedangkan untuk pendekatan kolektif lebih mengarah pada penilaian secara tim.<br />
Penelitian atau Penyelidikan Kelompok (Group Investigation) <br />
Penelitian atau penyelidikan kelompok adalah salah satu metode pembelajarn kooperatif dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan berbagai proyek kelas yang ada. Masing – masing tim membagi kerja kelompoknya ke dalam topik – topik yang lebih sederhana untuk kemudian masing anggota kelompok mengerjakan tugas dan kegiatan yang relevan agar bisa mencapai target yang diberikan. Masing – masing kelompok membuat sebuah presentasi tentang penelitian mereka ke depan kelas. Dalam penelitian atau penyelidikan kelompok ini, penghargaan atau reward dan poin tidak diberikan. Tetapi siswa tersebut disemangati untuk mngerjakan tugas tim secara bersamaan untuk mencapai tujuan bersama.<br />
Penelitian Berbasis Pembelajaran Kooperatif (Research on Cooperative Learning)<br />
Penelitian Berbasis Pembelajaran Kooperatif menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dalam banyak hal memiliki efek dan implikasi positif terhadap prestasi akademik seseorang. Pembelajaran kooperatif juga meningkatkan sense of cooperative atau nilai – nilai kerjasama antara satu dan lain serta belajar untuk bagaimana bersosialisasi dan rendah hati terhadap sesama khususnya sesama anggota kelompok yang ada. Selain itu juga, pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan hubungan ras dan penerimaan sosial yang lebih baik dan lebih dalam lagi antara individu – individu yang ada di dalam kelas. (Johnson & Johnson, 1987b; Slavin, 1983). Berdasarkan penemuan – penemuan positif yang ditemui dalam penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi sebuah alternatif pembelajaran dan alternatif metode diantara sekian banyak metode yang ada yang terbilang efektif dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran di kelas yang lebih baik. Setelah mengetahui bahwa pembelajaran yang bersifat kooperatif itu lebih baik dan efektif dan bahwa beberapa temuan dan penelitian mendukung kebenaran itu maka alangkah lebih baik jika kita bahas lebih jauh tentang bagaimana mempersiapkan para siswa tersebut dengan pembelajaran yang bersifat kooperatif ini.<br />
Penulis telah banyak berbicara dan berbincang dengan para guru dan kebanyakan diantara mereka berkata bahwa pembelajaran yang bersifat kooperatif ini telah mereka terapkan tetapi tetap tidak kunjung berhasil. Setelah berbicara lebih jauh ternyata ditemukan fakta bahwa para guru tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang bagaimana mempersiapkan pembelajaran kelompok atau kooperatif ini. Ada satu hal yang perlu diingat dan dicatat bagi para guru bahwa para siswa menghabiskan kebanyakan waktu mereka di sekolah dengan saling bersaing dan berkompetisi dan acapkali merasa sulit untuk menghindari iklim kompetisi ini. Karena itu berikut ini kita akan mempelajari lebih jauh tentang bagaimana Aplikasi di Ruang Kelas dapat menolong para guru untuk mempersiapkan siswa mereka dengan pembelajaran yang bersifat kooperatif.<br />
APLIKASI DI RUANG KELAS : Mempersiapkan Siswa Untuk Pembelajaran Kooperatif<br />
Kesuksesan dari pembelajaran yang bersifat kooperatif sangatlah tergantung pada kemampuan para siswa dalam berinteraksi secara tepat dan layak dalam ruang lingkup kelompok atau grup. Johnson dkk (1984) mengidentifikasi sejumlah keahlian interpersonal yang dibutuhkan untuk mewujudkan keberhasilan penerapan pembelajaran yang bersifat kooperatif ini, antara lain sebagai berikut:<br />
MEMBENTUK<br />
Pembentukan skill atau keahlian sangat dibutuhkan dalam upaya untuk mengatur kelompok dan membangun pola tingkah laku yang sesuai dengan standar minimum norma – norma sosial yang berlaku. Salah satu skill yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk masuk dan keluar atau bergabung dan keluar dari suatu komunitas tanpa menimbulkan gangguan dan keributan, kemampuan untuk bekerja secara tenang dan kemampuan untuk secara aktif berinteraksi dalam tim/kelompok (misalnya: bekerja sesuai tugas yang diberikan), memberikan semangat pada setiap orang untuk berpartisipasi secara aktif, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan anggota kelompok secara lebih sopan. Salah satu pola tingkah laku yang paling penting yang dititikberatkan oleh guru adalah kecenderungan untuk “menjatuhkan” bukanlah bagian dari pembentukan kelompok yang efektif.<br />
MEMFUNGSIKAN<br />
Keahlian untuk memfungsikan diri dalam kelompok menduduki posisi kedua untuk skill yang dibutuhkan dalam pembelajaran yang bersifat kooperatif. Keahlian – keahlian tersebut meliputi kemampuan untuk mengelola dan mengimplementasikan kemampuan kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan serta untuk mempertahankan efektifitas serta harmonisasi hubungan kerja sesama anggota kelompok. <br />
Keahlian ini meliputi kemampuan untuk memberikan sokongan dan dukungan antara sesama anggota kelompok dan kemampuan untuk menerima keberadaan dan kontribusi sesama anggota tim, kemampuan untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk menanyakan atau mengklarifikasi apa yang sedang terjadi, kemampuan untuk menawarkan atau menanyakan keberadaan anggota kelompok lain dan kemampuan untuk memotivasi dan menyemangati anggota kelompok dengan sugesti atau optimisme dan antusiasme yang mendalam.<br />
MEMFORMULASIKAN<br />
Memformulasikan keahlian ditujukan untuk menolong para siswa memahami dan mengingat materi – materi pelajaran yang diberikan dalam kelompok atau tim selama pelajaran berlangsung. Keahlian ini meliputi kemampuan untuk mendorong dan memotivasi anggota kelompok untuk merangkum dan meringkas apa yang telah diajarkan, kemampuan untuk menambahkan sejumlah informasi berharga ketika informasi yang dikumpulkan tidak sempurna atau tidak lengkap, kemampuan untuk mereview informasi – informasi yang bermanfaat dan penting serta kemampuan untuk menggunakan strategi atau metode yang efektif agar dapat mengingat sebanyak mungkin informasi serta ide – ide yang penting dan berguna selama pelajaran.<br />
MEMFERMENTASIKAN<br />
Keahlian memfermentasikan dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menstimulasi dan memformulasi ulang hal – hal yang bersifat akademik untuk kemudian disusun secara lebih baik berdasarkan ide, nalar dan logika berpikir sederhana. Contoh sederhana dari hal ini adalah kemampuan untuk mengkritisi ide orang lain tetapi bukan orang yang bersangkutan, kemampuan untuk mengetahui bagaimana memformulasikan hal – hal sederhana menjadi sebuah hal yang besar dan bermanfaat, kemampuan untuk mengetahui menyelediki serta mendeteksi dan meramu informasi yang ada untuk kemudian membuat suatu jawaban dan solusi yang tepat terhadap masalah. Inti terbesar dari permasalahan dan persoalan pada level ini adalah untuk mengajarkan para anggota kelompok untuk tidak berhenti hanya pada level mengetahui semata tetapi juga hingga level mencari solusi pada setiap masalah yang dihadapi. Karena terkadang solusi yang cepat terhadap sebuah masalah tidaklah selalu memberikan jalan keluar yang efektif dan seringkali bukanlah solusi yang terbaik.<br />
Para siswa tersebut haruslah dibiasakan untuk belajar membiasakan diri berpikir dan memberikan sumbangsih intelektual kepada anggota kelompok. Sebagai penekanan sekali lagi penulis tegaskan bahwa para siswa perlu diajarkan untuk belajar mengasah diri agar bisa memiliki kemampuan dalam membaur dengan sesama anggota kelompok serta keahlian untuk memenej situasi di dalam kelas dan untuk memastikan agar para anggota kelompok dapat mengembangkan sikap dan tingkah laku yang positif terhadap kelompok.<br />
Keahlian fungsional berfungsi menolong para siswa tersebut untuk berinteraksi secara lebih efektif dalam kelompok atau tim. Keahlian dalam memformulasi ini diharapkan dapat menolong para siswa untuk lebih dapat berpikir dan membuat keputusan yang lebih efektif dalam kelompok mereka. Akhirnya keahlian memformulasikan yang biasanya cukup sulit untuk diajarkan, bisa diharapkan menolong para siswa untuk terbiasa menghadapi persoalan dan bisa membuat solusi dan jalan keluar terhadap setiap permasalahan baik yang rumit maupun yang terlihat sepele.<br />
Untuk mengajarkan keahlian ini, Johnson dkk (1984, p. 49) memberikan 5 langkah efektif untuk bisa menguasainya, antara lain:<br />
1. “Pastikan bahwa para siswa tersebut melihat pentingnya keahlian ini” sejumlah guru kadang menggunakan papan bulletin atau poster untuk mengidentifikasikan pola tingkah laku anggota – anggota yang ada dalam kelompok. Keahlian ini dapat diperkenalkan semenjak hari-hari pertama sekolah yaitu ketika sang guru memperkenalkan sekolah beserta segala peraturan dan prosedur yang ada di sekolah tersebut. Mulailah dengan beberapa peraturan dasar kelompok dan diskusikan pentingnya keahlian dan pola tingkah laku ini ke dalam kelas.<br />
<br />
2. “Pastikan bahwa para siswa tersebut memahami apa itu skill dan keahlian serta bagaimana dan kapan menggunakannya” seperti yang pernah saya ungkapkan sebelumnya di dalam bab 7 bahwa para siswa perlu melihat model dan mempraktikan peraturan – peraturan dasar di dalam kelas. Mengamati tingkah laku kelompok tertentu serta menciptakan kesempatan untuk mempraktikan skill atau keahlian adalah prosedur standar dalam rangka belajar bagaimana untuk bertingkah laku secara tepat dan layak dalam pergaulan kelompok.<br />
3. “Mempersiapkan situasi yang kondusif dan memotivasi para siswa untuk menguasai skill atau keahlian yang dibutuhkan” sebagai seorang guru anda dapat memberikan dan memberikan contoh inisiatif peran - peran yang berbeda untuk masing – masing anggota kelompok misalnya menjadi penyemangat, menjadi perangkum, menjadi pencari inti masalah, menjadi pencari solusi dan lain – lain dan kemudian mengevaluasi ke dalam kelas bagaimana peran – peran tersebut dimainkan di dalam kelompok. Biasanya siswa akan memberikan saran dan pendapat yang membangun seperti tips – tips yang berkaitan dengan persoalan tersebut yang berkorelasi positif dengan tindakan, keahlian atau prosedur dalam interaksi kelompok tersebut.<br />
4. “Pastikan bahwa para siswa memiliki waktu yang cukup dan mengetahui secara jelas prosedur dalam berdiskusi (dan menerima umpan balik tentang) seberapa baik mereka menggunakan keahlian ini” Sebagai seorang guru anda dituntut untuk bisa menolong para siswa tersebut mengevaluasi fungsi – fungsi dari keahlian yang mereka miliki. Salah satu cara yang terbukti efektif adalah dengan membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan - pertanyaan seperti berikut…<br />
“Apakah anda merasa bahwa anda bisa memberikan kontribusi yang positif kepada kelompok atau tim anda?” atau “apakah anggota kelompok yang ada mendengarkan suara atau kontribusi anda?” “seberapa efektif dan berhasilkah kelompok anda bekerja dalam rangka mencari solusi terhadap persoalan yang ada?” jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa menjadi indikator – indikator yang sangat berguna bagi terciptanya interaksi yang baik dalam kelompok.<br />
5. “Pastikan bahwa para siswa bisa konsisten dan persisten dalam mempraktekan skill dan keahlian yang mereka dapat hingga mereka benar – benat menguasai skill atau keahlian tersebut” ingat bahwa butuh waktu yang tidak sedikit untuk mempelajari hal baru. Beberapa skill atau keahlian mungkin bisa dipelajari dengan mudah dan dalam waktu singkat sedangkan keahlian tertentu lainnya sangat boleh jadi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mempelajarinya. Ketika tiba waktunya untuk mengajarkan dan memberikan pangajaran tentang bagaimana menggunakan keahlian atau skill yang ada dan bagaimana anggota kelompok bisa secara cepat dan tepat mengaplikasikan skill atau keahlian tersebut, anda sebagai seorang guru kemudian pasti merasakan bahwa semua yang anda lakukan tidaklah sia – sia. Semua energi, pengetahuan, pengalaman, kekuatan dan kesabaran dalam mendidik mereka tidak akan pernah sia – sia dan semua pasti sangat memberikan pengaruh yang mendalam bagi mereka. Ketika mereka sudah bisa berinteraksi dengan baik, secara lebih natural dan lancar maka anda akan menyadari bahwa keahlian yang anda berikan sangatlah bermanfaat bagi mereka. Untuk lebih jauh tentang masalah ini silahkan anda lihat daftar bacaan dibawah ini mengenai informasi tambahan tentang bagaimana mengaplikasikan hal ini di dalam kelas.<br />
<br />
MENINGKATKAN SKILL DAN KEAHLIAN KOMUNIKASI DAN INTERPERSONAL <br />
Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET)<br />
Thomas Gordon (1974) telah menggunakan dan mengembangkan ide – ide dari Carl Roger yang utamanya berkaitan dengan Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET), sebuah metode yang menitikberatkan pada pentingnya peningkatan hubungan dan interaksi antara guru dan siswa agar dapat tercipta pengembangan kemampuan komunikasi dan interpersonal yang lebih efektif.<br />
Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET) memberikan sebuah model dan contoh pembelajaran bagaimana membangun komunikasi dan hubungan yang lebih jujur dan terbuka dalam kelas dan untuk memberikan resolusi terhadap konflik yang mungkin saja bisa terjadi antara guru dan siswa dengan cara yang lebih demokratis dan menguntungkan (win - win solution).<br />
Mendengar Secara Aktif<br />
Salah satu dari tujuan Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET) adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas komunikasi dan hubungan antara guru dan siswa. Salah satu cara yang bisa sangat efektif untuk bisa menerapkan hal ini, menurut Gordon adalah dengan cara mendengar secara aktif apa yang diinginkan oleh siswa mereka. Untuk melakukan hal ini para guru haruslah merangkum atau memparafrasekan apa yang dikatakan oleh siswa sehingga siswa tersebut merasa lebih termotivasi untuk bicara dan mengungkapkan pendapat mereka dengan lebih bersemangat dan jujur serta terbuka. Menurut Gordon metode mendengarkan secara aktif ini sangat membantu para siswa untuk lebih bisa mengekspresikan perasaan, memecahkan masalah, dan membangun rasa percaya yang tinggi terhadap sang guru. <br />
Berikut contoh dari bukunya Gordon Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET) tentang bagaimana metode mendengarkan aktif ini dijalankan, silahkan disimak:<br />
1. Siswa: Sally merobek hasil gambaran saya bu! (sambil menangis terisak)<br />
Guru: Kamu kecewa karena kehilangan hasil gambaran kamu dan marah karena Sally merobeknya?<br />
Siswa: Ya, dan sekarang saya harus melakukannya kembali dari awal bu…<br />
2. Siswa: Richard selalu curang. Saya tidak akan bermain bersama dia lagi.<br />
Guru: Kamu sangat membenci Richard karena dia selalu curang sehingga kamu memutuskan untuk berhenti bermain dengan dia?<br />
Siswa: Yup, lebih baik saya bermain saja dengan Tommy dan David.<br />
3. Siswa: Sekolah ini benar – benar tidak seperti sekolah saya yang dulu. Anak-anak disana lebih ramah dan baik hati<br />
Guru: Kamu rindu dengan lingkungan sekolah kamu yang dulu?<br />
Siswa: T¬entu saja bu.<br />
Seperti yang anda bisa lihat pada contoh diatas bahwa guru merefleksikan ulang atau menyatakan ulang apa yang terjadi pada siswa tersebut dengan lebih detail, jelas dan objektif. Sang guru hanya fokus pada perasaan siswa dan menghindari untuk memberikan nasehat. Hal ini untuk menolong siswa yang bersangkutan mengembalikan perasaan mereka yang kecewa, sedih atau putus asa yang juga merupakan langkah efektif untuk mensetting pikiran mereka agar lebih bisa terbuka dan mau untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi. Hal ini secara tidak langsung membuka jalan bagi terbukanya solusi bagi mereka.<br />
Gordon yakin dan percaya bahwa metode mendengarkan secara aktif ini sangat efektif karena metode ini sedapat mungkin menghindari sekat – sekat atau hambatan – hambatan yang mengganggu atau merusak komunikasi 2 arah. Hambatan atau sekat yang dimaksudkan disini bisa dalam bentuk; memerintah, mengancam, memberikan ajaran – ajaran moral yang berlebihan, menceramahi atau mengkuliahi, menghakimi, etika, memberikan simpati yang berlebihan, terlalu banyak bertanya, pertanyaan tajam yang menyudutkan, dan semacamnya. <br />
Menurut Gordon, hambatan dan sekat pembatas yang disebutkan diatas acapkali menimbulkan reaksi mental yang negatif dari para siswa seperti perasaan dendam dan benci, marah serta pembelaan diri yang berlebihan yang dapat merusak hubungan komunikasi antara guru dan siswa selanjutnya bisa berujung pada persoalan serius dalam pengurusan kelas dan sebagainya.<br />
Penyelesaian Masalah. <br />
Selain bertujuan untuk dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi di antara sesama anggota tim, T.E.T (Turnamen Permainan Tim) juga bertujuan untuk membantu para guru menyelesaikan persoalan – persoalan di kelas secara lebih efektif. Dasar dari pendekatan problem solving atau solusi terhadap masalah adalah bahwa persoalan atau masalah itu bersifat kepemilikan dalam artian bahwa baik siswa maupun guru biasa memiliki masalah dalam kehidupannya. Menurut Gordon, konsep kepemilikan ini penting agar kita bisa dengan mudah menganalisis solusi terhadap masalah. Solusi bagi siswa yang memiliki masalah adalah mendengarkan secara aktif, sedangkan bagi guru ialah dengan menggunakan pendekatan “pesan saya” dengan menggunakan metode resolusi konflik. <br />
Sebelum melihat lebih jauh mengenai pendekatan ini, mari kita lihat lebih dulu apa sebenarnya yang dimaksudkan Gordon dengan kepemilikan persoalan/masalah.<br />
<br />
Siapa yang memiliki masalah? <br />
Gordon menjelaskan perbedaan antara siswa dan guru yang memiliki masalah dalam kaitannya secara nyata dan konkret. Ketika sebuah persoalaan memiliki pengaruh langsung, nyata dan berkaitan sepenuhnya dengan siswa maka itu merupakan masalah siswa, begitu juga sebaliknya.<br />
Gordon mengatakan bahwa para guru dapat membedakan persoalan mereka dengan mengajukan pertanyaan seperti ”Apakah saya merasa sakit, tersinggung, atau terbebani karena tingkah laku siswa? atau apakah saya merasa tidak diterima ketika saya menyuruh mereka bertindak seperti apa yang saya pikir mereka seharusnya bertindak?” Jika sang guru menjawab ya untuk jawaban pertama maka persoalannya merujuk pada sang guru sedangkan jika jawabannya ya untuk pertanyaan yang kedua maka sang muridlah yang memiliki persoalan.<br />
Brophy dan Rohrkemper (1981) melakukan riset dan penelitian lebih lanjut tentang hal ini terhadap para guru yang kemudian dibedakan ke dalam 12 persoalan utama yaitu prestasi yang buruk, permusuhan, pembangkangan, hiperaktif, penolakan di antara sesama teman, rasa malu yang sangat tinggi serta rasa rendah tinggi dan menarik diri dari pergaulan.<br />
<br />
Para peneliti mengklasifikasi persoalan yang ada berdasarkan teori Gordon yaitu:<br />
• Masalah yang dimiliki guru : Perilaku siswa dipengaruhi oleh kebutuhan atau keinginan siswa.<br />
• Masalah yang dimiliki siswa : kebutuhan atau keinginan siswa sangat dipengaruhi oleh siswa itu sendiri bukan karena gurunya.<br />
• Persoalan bersama : yaitu ketika pola perilaku siswa tidak secara langsung mempengaruhi guru tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap manajemen dan kontrol kelas. (misalnya terhadap siswa yang hiperaktif, dsb)<br />
Para peneliti juga menemukan sebuah fakta bahwa para guru yang bertindak karena memiliki masalah mempengaruhi bagaimana mereka mengajar, dan hal ini pun sangat berpengaruh terhadap para siswa itu sendiri. Sebaliknya bagi siswa yang bertindak karena memiliki masalah merasa menjadi korban dari lingkungan yang berada diluar kendali. Terkadang para guru pun merasa kewalahan menangani para siswa yang bertindak dalam kasus seperti membuat masalah, dan parahnya lagi terkadang guru membiarkan saja kejadian ini karena menganggap hal ini sebagai sebuah persoalan biasa dan wajar adanya.<br />
<br />
Apa yang bisa dilakukan guru untuk menolong para siswa yang memiliki masalah? <br />
Gordon (1974) memberikan beberapa alternatif solusi untuk menolong siswa yang memiliki masalah dalam kesehariannya. Menurutnya rahasia dan solusinya sebenarnya sederhana saja yaitu dengan MENDENGARKAN. Yah, hanya dengan berkomunikasi dengan tidak berbicara sama sekali atau komunikasi pasif membuat mereka merasa anda menghargai mereka karena mau mendengarkan masalah mereka sehingga mereka bisa lebih mencurahkan apapun masalah yang mereka miliki.<br />
Selain metode mendengarkan secara pasif, metode lain yang terbukti efektif adalah adanya “respond dan pengakuan positif”, baik secara verbal atau non verbal yang memberi signal kepada mereka dengan perhatian berupa anggukan, senyuman, berkata “ohh…” atau “saya paham…” adalah contoh – contoh respon yang memberitahu mereka bahwa kita peduli dan perhatian terhadap apa yang mereka katakan. <br />
Ketika pada saat tersebut siswa yang sedang “curhat” tentang masalah mereka masih merasa canggung atau segan untuk berbicara, seorang guru dapat menggunakan metode Gordon yang lain yang kita sebut sebagai “pembuka pintu” atau ”pembuka ulang”. Cara ini merupakan sebuah alternatif lain agar para siswa bisa termotivasi atau tersemangati untuk mau mencurahkan masalah mereka secara lebih jujur dan terbuka. Beberapa contoh sederhananya seperti berikut: “apa yang kamu katakan kedengarannya serius, bisa diceritakan lebih jauh lagi…” “mengapa tidak dibicarakan saja untuk saat ini?” atau dengan berkata ”kamu kelihatannya bingung..”atau “apa yang kamu katakan kelihatannya menarik, saya ingin mendengarnya lebih jauh lagi…”<br />
<br />
Apa yang bisa dilakukan guru untuk menolong masalah mereka sendiri? <br />
Ketika masalah atau persolan yang terjadi adalah persoalan yang dimiliki sang guru tersebut maka ketika perilaku siswa yang ada mempengaruhi keadaan jiwa/suasana hati guru yang sedang mengajar maka strategi yang bisa digunakan adalah penggunaan metode “PESAN SAYA”. Metode ini adalah sebuah metode yang dibuat guru kepada para siswa yang memiliki masalah dalam perilaku mereka yang kemudian secara negatif mempengaruhi para guru. Gordon mengatakan bahwa cara atau metode ini terbukti efektif karena memiliki kemungkinan besar mengubah perilaku dan sikap siswa yang tidak diinginkan dan hanya meminimalisir perilaku yang bersifat negatif saja.<br />
Metode memberikan kesan kepada para siswa tersebut bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan memberikan efek langsung kepada guru. Menurut Gordon, jika para siswa tersebut mengetahui bahwa tindakan dan perilaku mereka berefek langsung terhadap guru mereka maka sangat mungkin bagi mereka untuk termotivasi agar mau berubah.<br />
<br />
Metode “Pesan saya” memiliki 3 komponen utama yaitu:<br />
<br />
1. Tidak menyalahkan dan tidak menghakimi tingkah laku siswa secara langsung<br />
2. Gambaran nyata dan konkret dari pengaruh tingkah laku tersebut berpengaruh terhadap guru<br />
3. Sebuah gambaran agar bagaimana tindakan mereka bisa membuat para guru tersebut merasa bahwa mereka masih dalam proses belajar<br />
<br />
Masing – masing komponen ini dapat kita lihat dalam contoh bagaimana metode ini diterapkan secara sederhana dalam percakapan berikut: “Ketika kamu meninggalkan kelas tanpa ijin, maka kamu telah membuang – buang waktu saya dan ini membuatku marah dan frustasi”<br />
Seperti yang anda lihat bahwa metode ini secara jelas menggambarkan bagaimana tingkah laku siswa yang sengaja keluar kelas tanpa ijin dan efeknya terhadap guru yaitu dengan membuang – buang waktunya dan bagaimana hal ini membuat guru tersebut marah dan frustasi. Hal ini memberi kesan mendalam kepada siswa tersebut bahwa tindakan atau perilakunya tersebut salah. <br />
<br />
Hal ini jauh lebih bagus ketimbang mengatakan “kamu selalu meninggalkan kelas tanpa seijinku, kapan kamu akan dewasa?” kalau hal ini yang disampaikan maka pesan yang terbawa kedalam alam bawah sadar mereka bahwa mereka benar – benar memiliki perilaku yang tidak baik dan sangat buruk. Gordon meyakini bahwa pesan yang disampaikan memiliki efek mental yang sangat besar kepada siswa baik pesan yang disampaikan secara positif atau negatif. Apalagi pesan negatif. Pesan tersebut biasanya membuat siswa merasa rendah mutunya/bodoh, rendah diri dan selalu merasa bahwa mereka memang anak – anak yang dicap salah dan imbasnya timbul pernyataan dalam alam bawah sadar mereka bahwa “ada yang salah dengan kamu, dan gara – gara kamu hal ini bisa terjadi”. Sebaliknya penerapan metode “pesan saya” ini memiliki efek yang jauh lebih positif dan secara langsung maupun tidak langsung menumbuhkan semangat dan motivasi agar mereka mau berubah.<br />
<br />
Solusi terhadap konflik<br />
Ada saat – saat tertentu juga dimana cara – cara atau metode – metode yang digunakan guru tetap saja tidak mampu menyelesaikan permasalahan siswa meski sang guru telah berupaya keras mengatasinya baik melalui strategi mendengarkan secara aktif atau pesan saya, seperti yang diselenggarakan sebelumnya. Saat dimana guru atau siswa harus berbenturan keinginan dan persoalan antara satu dan lainnya. Dalam kasus ini bisa dikatakan bahwa guru dan murid masing – masing memiliki persoalan tersendiri. Seperti contoh berikut:<br />
Guru: Tom, kamu terlambat lagi hari ini! Setiap kali hal ini terjadi saya terpaksa harus mengulangi pelajaran dengan kamu secara pribadi lagi. Saya capek Tom jika hal ini terus kamu lakukan.<br />
Siswa: Mmmm, sebenarnya ini bukan salah saya bu. Saya memiliki kelas bola basket di pagi hari dan pelatih saya terus mengajarkan kami hingga akhir kelas.<br />
<br />
Sangat jelas kita lihat dari percakapan ini bahwa baik guru maupun siswa tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda yang berujung pada konflik. Ketika konflik ini terjadi di dalam kelas, maka sebenarnya sangat mudah diatasi, menurut Gordon apabila kita menggunakan salah satu dari metode berikut ini yaitu metode I atau metode II. <br />
<br />
Metode I adalah metode yang digunakan dimana guru menggunakan kekuatan dan wewenangannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri melebihi sang siswa tersebut sehingga guru menang dan siswa harus kalah. Sedangkan metode II, sang guru menangguhkan kebutuhan siswa dan membiarkan siswa menang sedagkan dia kalah atau terpaksa mengalah. Berikut adalah salah satu contoh bagaimana metode I dan II bisa diterapkan.<br />
<br />
Metode I (guru menang, siswa kalah)<br />
Guru: Tom, kamu terlambat lagi! Cukup sudah. Kamu hanya punya dua pilihan masuk ke kelas tepat waktu atau keluar dari kelas, dan itu adalah keputusan final!<br />
<br />
Metode II (Siswa menang, guru kalah) <br />
Guru: Tom, saya sangat harapkan agar kamu bisa datang kesini tepat waktu. Sehingga lebih mudah bagi saya untuk tidak harus mengulangi pelajarannya sejak awal lagi.<br />
Siswa: Kayaknya saya tidak bisa bu. Karenanya jika anda berupaya rebut dengan saya maka saya akan keluar dari kelas ini.<br />
Guru: Oke, oke….jangan marah dong…upayakan saja untuk datang ke kelas ini tepat waktu yah…<br />
Bisa kita lihat secara jelas bahwa pada bagian pertama sang guru menggunakan wewenangnya menyelesaikan masalah dan pada metode II sang guru berupaya untuk mengalah. Hal ini memunculkan kebencian pada sang murid pada metode pertama, pengendalian dan keahlian untuk memecahkan masalah pada metode kedua.<br />
Sebagai salah satu alternatif lain dari kedua metode tersebut, Gordon menawarkan metode III yaitu metode pendekatan dimana guru dan murid atau siswa berupaya untuk bekerja sama antara satu sama lainnya. Metode III ini didasarkan pada model penyelesaian ilmiah dan didalamnya meliputi:<br />
1. Mendefenisikan masalah<br />
2. Menghasilkan solusi alternatif<br />
3. Mengevaluasi solusi yang ada<br />
4. Memutuskan solusi mana yang paling baik<br />
5. Menentukan bagaimana mengaplikasikan keputusan tersebut<br />
6. Memutuskan bagaimana solusi bisa menyelesaikan masalah<br />
<br />
Sebelumnya telah kita lihat bersama bahwa permasalahan Tom yakni kedatangannya yang terlambat bisa diupayakan melalui metode I atau II tetapi dengan metode yang ketiga ini diharapkan bisa menjadi lebih baik. Coba perhatikan contoh percakapan berikut ini:<br />
<br />
Guru: Tom, ketika kamu datang terlambat lagi ke dalam kelas. Ini benar – benar membuat saya marah dan stress (Metode Pesan Saya)<br />
Siswa: Ini bukan salah saya, Mr. Smith. Saya memiliki kelas bola basket di pagi hari dan pelatih saya tidak akan mengijinkan kami keluar hingga kelas berakhir.<br />
Guru: Saya mengerti. Kamu merasa harus tinggal hingga menit terakhir karena kamu tidak ingin mendapatkan masalah dengan guru/pelatih kamu kan? (mendengar aktif)<br />
Siswa: Yah benar pak.<br />
Guru: Mungkin alangkah lebih baik jika saya berbicara dengan pelatih kamu<br />
Siswa: Tidak, itu tidak akan menolong. Anak – anak lain sudah mencobanya. Karena katanya jika kamu ingin mengikuti kelas bola basket maka kamu harus tinggal hingga kelas berakhir. Saya juga berpikir bahwa kelas anda juga penting tapi saya tidak bisa melawan pelatih basket tersebut.<br />
Guru: Baiklah, kayaknya kita berdua memiliki persoalan yang serupa. Tapi saya tetap ingin kamu datang kesini tepat waktu. Punya cara tidak supaya kita berdua bisa menemukan solusi yang menguntungkan kedua pihak?<br />
Siswa: Mungkin yang bisa saya lakukan adalah menyuruh Gabriel menuliskan ulang semua instruksi yang ada untuk saya, ketika saya datang, saya akan datang secara diam – diam dan dengan begitu saya atau apa yang sedang diajarkan dan saya tidak akan mengganggu siapapun.<br />
Guru: Kedengarannya bagus itu. Oke saya akan memastikan bahwa Gabriel akan menulis instruksi yang saya berikan dan saya akan berikan waktu untuk itu.<br />
Siswa: Terima kasih Mr. Smith. <br />
<br />
Dapat kita lihat bahwa dalam metode III ini ada sebuah kerjasama antara kedua belah pihak dan bukan kekuatan yang digunakan untuk mencari solusi. dan solusi yang didapatkan tidaklah merugikan guru atau seorang siswa dan tidak ada pula rasa benci atau dendam yang dapat terjadi sebagaimana jika kita menerapkan metode I dan II. Manfaat lain yang didapatkan jika metode III diterapkan adalah bahwa adanya peningkatan motivasi, harga diri siswa karena merasa dihargai, kepercayaan diri yang tinggi, kepedulian, kepercayaan terhadap diri dan guru karena mereka merasa keberadaan mereka dihargai sehingga mereka bisa memikul tanggung jawab yang lebih besar.<br />
<br />
Terapi Kenyataan Metode Glasser<br />
William Glasser, seorang psikiater telah mengembangkan sebuah model manajemen kelas yang menekankan pada ketergantungan sosial dan pemenuhan kebutuhan dan tanggung jawab sosial dalam cara yang lebih realistis.<br />
Model yang diterapkannya didasarkan pada model (Terapi Kenyataan) yang memfokuskan pada pendekatan dan solusi untuk kenakalan remaja. Persoalan mendasarnya ialah bahwa kebutuhan mendasar manusia yang tidak terpenuhi seperti kebutuhan akan cinta dan kasih sayang atau perasaan dihargai.<br />
Kekurangan akan kebutuhan ini bisa menyebabkan manusia teralienasi dan terasing dari kehidupan sekitar karena merasa tidak dihargai dan tidak merasakan cinta dan kasih sayang dari sesamanya. Karena itu metode terapi kenyataan versi Glasser diharapkan mampu menolong mereka yang termasuk ke dalam golongan ini sehingga mereka bisa melihat dunia dengan lebih indah.<br />
<br />
Terapi Kenyataan Di dalam Ruang Kelas<br />
Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan guru melalui metode Terapi Kenyataan untuk mennolong para siswa memenuhi kebutuhan mereka agar bisa mencapai apa yang mereka inginkan.<br />
<br />
Fokus pada tingkah laku kekinian/arus/zaman<br />
Glasser (1972) telah meneliti dan mengamati bahwa ternyata kita manusia cenderung lebih memikirkan bagaimana kita merasa ketimbang bagaimana dan apa yang telah kita lakukan. Karena itu guru harus memfokuskan inti persoalan pada perbaikan sikap dan tingkah laku tanpa menafikkan perasaan seorang siswa.<br />
<br />
Mengevaluasi Tindakan<br />
Siswa akan merasa lebih termotivasi jika mereka tahu apa konsekuensi dan akibat dari tindakan dan tingkah laku yang mereka lakukan terhadap sesama. Dengan cara ini guru bisa melakukan sesuatu latihan agar siswa – siswa yang ada bisa merasakan bagaimana tindakan mereka sebenarnya memberikan efek dan akibat langsung terhadap siswa lainnya.<br />
<br />
Merencanakan Tindakan Yang Lebih Bertanggungjawab<br />
Dengan strategi ini guru menolong siswa untuk merencanakan apa yang ingin mereka lakukan sebelum menerapkannya dalam bentuk tindakan nyata sehingga mereka bisa bersikap lebih bertanggungjawab. Rencana yang diadakan haruslah dalam bentuk perencanaan yang bisa dijalankan dalam langkah – langkah yang mudah dan sederhana agar mereka merasa mudah dalam menerapkannya.<br />
<br />
Komitmen<br />
Sekali mereka telah membuat rencana dan mengembangkannya, maka perlu diajarkan dan dilatih bagaimana mereka bisa menjalankan dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap apa yang mereka telah rencanakan baik dalam bentuk verbal atau non verbal. Jika dalam bentuk tertulis maka harus ada daftar tindakan apa yang akan mereka lakukan sehingga kemudian apa yang mereka lakukan bisa dievaluasi dengan baik.<br />
<br />
Menerima Tanpa Alasan<br />
Tidak ada alasan untuk menerima dalih atau alasan siswa yang gagal dalam menjalankan tugas dan tanggung awab yang diberikan. Karena ketika seorang guru menerima sekali saja alasan mereka maka sebenarnya guru telah melemahkan komitmen mereka untuk bertindak sesuai rencana dan komitmen.<br />
<br />
Tidak Ada Hukuman<br />
Dalam terapi kenyataan hukuman dianggap sebagai sebuah bentuk memunculkan ulang perasaan kegagalan, karena itu sangat dihindari. Jika siswa tersebut gagal, maka mereka dibiarkan saja untuk melalui tahapan – tahapan dalam realita dan mengajarkan mereka untuk menerima konsekuensi dan resiko dari apa yang mereka lakukan ketimbang harus memberi mereka hukuman. Jika kegagalan yang dialami terjadi berkali - kali maka perlu bagi guru untuk mengevaluasi rencana yang telah dibuat karena mungkin saja rencana tersebut diluar kemampuan siswa tersebut.<br />
Baru – baru ini Glasser (1985) telah mengembangkan sebuah pendekatan terapis baru yang berimplikasi terhadap kedisiplinan di sekolah yang disebut sebagai teori kontrol. Teori kontrol menyarankan para siswa untuk mengikuti aturan dan bekerja keras dan cerdas di sekolah untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka akan cinta, kasih sayang dan kebebasan. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membuat beragam aktivitas di sekolah seperti diskusi -diskusi dalam kelas, kerja kelompok yang diawasi sekolah, ekstra kurikuler, pembelajaran langsung oleh siswa, serta kompetisi antar sesama siswa di sekolah. Glasser yakin bahwa jika kegiatan atau cara ini diberlakukan dan diterapkan disekolah maka para siswa akan lambat laun merasa termotivasi untuk mengontrol tindakan dan tingkah laku mereka sehingga mereka pun bisa tumbuh menjadi lebih dewasa.<br />
<br />
PENARAPAN DI DALAM KELAS: Menyelenggarakan Pertemuan di Dalam Kelas<br />
Penerapan terapi kenyataan di dalam kelas dapat menciptakan suasana dan keterlibatan di antara sesama siswa dan guru. Ketika para siswa tersebut merasa bahwa mereka terlibat dan dihargai keberadaan mereka dalam setiap kegiatan maka mereka akan sangat mungkin menunjukan ketertarikan dan keterlibatan yang aktif dalam kegiatan yang berlangsung dalam kelas maupun di luar kelas. Sehingga akan tumbuh kepercayaan diri dan kelayakan diri yang tinggi.<br />
Salah satu cara untuk membuat para siswa merasa terlibat adalah dengan mengadakan kegiatan atau pertemuan dalam ruang kelas. Glasser membagi 3 jenis pertemuan:<br />
1. Pertemuan penyelesaian masalah sosial.<br />
2. Pertemuan terbuka dan tertutup<br />
3. Pertemuan diagnosis pendidikan<br />
<br />
Untuk membuat pertemuan atau mengadakan pertemuan dalam ruang kelas, beberapa strategi berikut dapat membantu:<br />
<br />
1. Pertemuan harus diadakan antara murid dan guru dalam bentuk lingkaran<br />
2. Pertemuan yang ada haruslah cukup pendek atau singkat untuk siswa sekolah dasar dan lebih panjang untuk siswa sekolah menengah atas, dan yang paling penting bahwa pertemuan tersebut haruslah diselenggarakan setiap hari atau paling tidak tiap dua hari sekali<br />
3. Seorang guru harus memulai dengan pertemuan terbuka-tertutup untuk memudahkan siswa memahami apa yang ingin diajarkan <br />
4. Seorang guru harus memulai dengan pembukaan atau menanyakan siswa suatu hal yang menarik perhatian mereka<br />
5. Agar siswa merasa bersemangat untuk berdiskusi dan terlibat dalam kegiatan di kelas, seorang guru harus mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam diskusi kali ini<br />
6. Adalah penting bagi guru untuk tidak menghakimi secara reaksional apa – apa yang dilontarkan siswa secara kelompok/group<br />
7. Setiap permasalahan yang ada dalam kelompok akan dibawa atau diangkat secara terbuka kedalam diskusi<br />
8. Komentar – komentar atau tanggapan yang berasal dari siswa dapat difarafrasekan ulang oleh guru atau dirangkum ulang oleh guru<br />
9. Seorang guru tidak ditekankan untuk berupaya menyelesaikan masalah yang ada dalam setiap pertemuan. Karena terkadang masalah yang ada begitu kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara singkat dan cepat atau mudah.<br />
Glasser menyatakan bahwa persoalan atau permasalahan dalam pertemuan kelas bisa memberikan sebuah gambaran atau format baru dalam rangka penyelesaian masalah sehingga jika suatu saat seorang guru menemui masalah maka bisa dicari jalan keluarnya dengan beberapa strategi yang disebutkan diatas.<br />
Silahkan lihat Palomares dan Ball (1974), Frearn dan Mc Cabe untuk persoalan bagaimana menyelenggarakan diskusi kelompok atau pertemuan secara grup.<br />
<br />
Penjelasan Nilai - Nilai<br />
Sidney Simon telah mengembangkan sebuah program yang disebut penjelasan nilai - nilai yang berdasarkan atau berbasis sebuah dasar pikiran bahwa kebanyakan kaum muda dewasa ini tidak mengenali atau bahkan tidak mempedulikan lagi nilai – nilai yang ada. Dia percaya bahwa para orang – orang muda atau kaum muda tersebut perlu untuk menguji atau melihat kembali nilai – nilai tentang bagaimana mereka melihat hidup dan kehidupan ini serta bagaimana mereka melihat keputusan dan membuat keputusan dalam hidup ini. Simon menganggap dan meyakni bahwa penjelasan nilai – nilai dalam hidup ini tidak tergantung pada nilai – nilai dari seseorang itu sendiri tetapi lebih pada bagaimana dia memberikan nilai kepada kehidupan itu sendiri.<br />
Untuk mewujudkan tujuan menolong siswa menggapai tujuan mereka sendiri dan menjelasksn nilai – nilai yang mereka yakini dan percayai, sang guru harus menyiapkan latihan khusus yang melibatkan para siswa untuk berdiskusi secara aktif di dalam kelas. Simon, Howe, dan Kirchenbaum (1972) telah membuat 79 nilai – nilai yang dirumuskan dan dijabarkan secara detail untuk kemudian dapat digunakan di dalam kelas. <br />
Salah satu latihan yang dia tulis didalam bukunya adalah menolong para siswa tersebut berpikir apa sebenarnya aktivitas dan kegiatan yang mereka senangi dan mereka sukai dan apakah mereka memiliki waktu atau memberikan waktu khusus untuk itu. Untuk anda para guru, kenapa anda tidak mencoba saja apa yang saya jelaskan disini dalam kelas anda? Buatlah daftar 10 hingga 15 hal yang anda sangat nikmati dan peroleh yang dilakukan dalam hidup anda. Tulislah setelah nama kesenangan atau kebahagiaan yang anda temui, tanggal berapa anda alami dan jalani hal itu? Kemudian taruh atau buatlah tanda dolar pada masing – masing aktivitas yang memiliki harga atau nilai lebih dari 5 dollar. Sekarang, lihat daftar yang anda buat tadi sekali lagi dan taruh huruf atau tanda P pada kegiatan atau aktivitas yang biaeanya membutuhkan perencanaan yang matang.<br />
Periksa kembali daftar yang anda buat tersebut, kemudian taruhlah huruf atau tanda S pada kegiatan atau aktivitas yang biasanya melibatkan diri anda bersama orang lain. Jadi kegiatan yang tidak bisa dikerjakan sendiri. Terakhir, taruhlah huruf atau tanda A pada kegiatan atau aktivitas yang anda kerjakan sendiri. Dari gambaran ini, apakah kegiatan atau aktivitas tersebut memberikan penjelasan serta gambaran manusia macam apa anda? Guru yang menggunakan metode ini dapat menggiring para siswa ke dalam diskusi dimana pembagian kelompok didasarkan pada pertanyaan seperti; Kegiatan apa yang memberikan nilai bagi kebanyakan orang/siswa? Kenapa beberapa orang perlu memberikan waktu tertentu untuk menikmati hal – hal yang mereka senangi sedangkan yang lainnya tidak? Kegiatan atau aktivitas apa sebenarnya yang mereka nikmati atau peroleh lakukan? Mengapa mereka nikmat melakukannya? Apakah mereka – para siswa tersebut – merasa bahaw nilai – nilai yang mereka anut akan berubah atau tetap sama? Langkah apa yang dapat diambil untuk merubah atau mengubah kebiasaan individu – individu dalam mengatur waktunya?<br />
Dalam latihan kegiatan lainnya, para guru dapat menggunakan pertanyaan yang tidak lengkap atau belum selesai untuk membangkitkan semangat dan motivasi dalam berdiskusi baik tentang cita – cita mereka, sikap-sikap mereka, perasaan mereka, dan kepercayaan atau keyakinan mereka. Beberapa contoh yang bisa anda gunakan antara lain:<br />
saya ingin…..<br />
ketika saya dewasa….<br />
dalam waktu 10 tahun….<br />
saya akan menjadi….<br />
menurut pendapat saya…..<br />
saya sangat menikmati membaca tentang…..<br />
saya marah ketika……<br />
Pendekatan lain yang mungkin bisa anda lakukan adalah mengambil isu – isu atau topik – topik yang kontroversial dan menempatkan isu – isu atau topik – topik tersebut pada akhir tiap – tiap rangkaian kesatuan kalimat yang dibuat. Guru kemudian menyuruh para siswa tersebut untuk menandai posisi mereka pada kalimat yang mereka buat dan mendiskusikan alasan – alasan yang mereka pilih. Kegiatan ini sangat berguna dalam mendiskusikan isu – isu atau topik – topik yang berhubungan dengan masalah seksual, narkoba, ataupun isu – isu atau topik – topik yang disukai para siswa. Meskipun teknik penjelasan nilai – nilai telah lama digunakan didalam sekolah semenjak berabad – abad yang lalu, kritik tentang pendekatan ini tetap ada dan timbul dari masa ke masa khususnya pada masalah etis dan pelaksanaan aktivitas ini (yaitu dengan cara mengkomunikasikan ke siswa bahwa tidak ada satu pun nilai yang mereka pahami lebih baik dari pada siswa lainnya, yang berarti semua nilai yang mereka anut itu benar dan sah – sah saja).<br />
Banyak pendidik percaya bahwa sangatlah penting untuk mengajarkan siswa sistem nilai – nilai baik moral maupun agama. Sebagai contoh, pada kelompok yang berdebat atau mendiskusikan tentang aborsi tentu ada yang pro dan kontra tetapi kedua-duanya sama-sama menyatakan bahwa mereka menaruh perhatian utama pada kelangsungan hidup sang bayi. Karena itu nilai – nilai yang sama dapat digunakan untuk mengukur atau menilai topik atau isu yang kontroversial sekalipun. Dalam kasus ini, membangun nilai – nilai yang ada tidak menjamin bawa para siswa tersebut juga akan bertingkah laku menurut nilai – nilai yang mereka anut – sebuah tujuan dari penjelasan nilai kepada siswa – (Hersh, Miller, & Fielding, 1980)<br />
Apa yang terjadi jika sebagai misal, sang guru memiliki aturan yang berlaku tentang menyontek itu tidak baik dan tidak etis tetapi pada saat yang sama sejumlah siswa atau mungkin kebanyakan siswa memiliki pandangan yang berbeda bahwa menyontek itu baik dan bisa dilakukan ketika ujian berlangsung? Apakah sang guru akan menerima system nilai dari para siswa ini atau memberitahukan mereka secara pasti bahwa mereka harus mengikuti system nilai yang telah dibangun guru tersebut? Apakah sang guru akan membatasi ruang lingkup diskusi tentang nilai – nilai tersebut atau memberikan larangan dan ancaman apabila mereka tidak menjalankan system nilai yang diya.kini oleh guru tersebut?<br />
Isu atau topik lain yang penting adalah bahwa apakah para siswa bisa mendiskusikan apa yang sebenarnya mereka rasakan atau membuat pernyataan yang secara sosial dapat diterima oleh sesama teman dalam kelompok mereka. Namun banyak kritikan yang kemudian muncul yang mempertanyakan apakah para siswa tersebut benar – benar mengeksplorasi system nilai yang dibangun secara mendalam ataukah hanya untuk membuat klarifikasi dan pembenaran terhadap nilai – nilai yang mereka anut sendiri selama ini.<br />
Pelatihan Keahlian Sosial<br />
Salah satu tujuan terpenting dari pendidikan bagi kemanusiaan adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi baik secara personal maupun secara interpersonal. Terdapat sejumlah bukti-bukti bahwa tindakan atau sikap sosial yang rendah dapat mempengaruhi prestasi akademik mereka, dan berujung kemudian pada kesulitan penyesuaian secara psikologis dengan kelompok sosial tertentu (cartledge & Milburn, 1978). Hops dan Cobb (1973) mendefenisikan keahlian sosial dalam lingkup sosial sebagai hal yang bisa berhubungan dengan tugas yang dijalankan atau berhubungan dengan personal seseorang, yang pertama meliputi tindakan atau tingkah laku yang berkaitan dengan keberadaan, pemberian tugas yang ada secara konsisten dan regular, dan pemenuhan apa yang dibutuhkan guru, sedangkan yang kedua meliputi tindakan menolong, berbagi, menyapa orang lain, dan pembatasan dan pembiasaan untuk tidak bertindak agresif.<br />
Banyak strategi dan teknik yang telah dilakukan untuk melatih para siswa keahlian sosial dalam rangka meningkatkan skill atau kemampuan beradaptasi secara sosial kemasyrakatan. Strategi ini bertujuan untuk melatih para siswa keahlian dan kemampuan interpersonal yang lebih baik dan tindakan yang lebih dewasa secara sosial utamanya dalam hal – hal yang dilakukan di dalam kelas. Strategi ini diambil dari berbagai macam teknik mulai dari strategi atau metode behavioral, kognitif, psikologi humanistik, dan banyak lagi strategi atau metode lainnya yang telah disinggung dan dibahas sebelumnya pada bab – bab yang terdahulu.<br />
Strategi atau metode berikut ini acapkali digunakan dalam pelatihan atau training – training membangun kecakapan sosial (social skills):<br />
Menyuruh siswa untuk mencontohi pola tindakan orang lain sebagai sebuah bentuk dari kontrol diri, berbagi dan kerjasama.<br />
Memberikan para siswa kesempatan untuk praktek atau simulasi tindakan dan tingka laku yang etis dan baik secara social.<br />
Menggunakan penegasan positif untuk mengajarkan para siswa tersebut kecakapan – kecakapan sosial yang baru dan untuk mempertahankan frekuensi kecakapan atau keahlian agar dapat bertahan lama<br />
Menggunakan pola pendekatan modifikasi tindakan kognitif seperti pelatihan yang diinstruksikan sendiri untuk menekankan pembangunan dan pengembangan keahlian berpikir spesifik (pernyataan diri) agar bisa membimbing mereka dalam kehidupan sosial nyata nantinya.<br />
Teknik kognitif lainnya yang bisa digunakan mengajarkan para siswa tersebut untuk mengenali masalah dan situasi dan untuk berhenti sejenak dan berpikir sebelum mereka bertindak. Intinya adalah para siswa tersebut diajarkan untuk lebih melawan dan mendidik diri mereka untuk menghindari hal – hal atau kecenderungan untuk berbuat negatif dan membentuk mereka untuk lebih bisa melihat sesuatu secara positif dan lebih bisa berpikir secara profuktif dan positif yang akan kemudian membentuk mereka dengan kebiasaan positif khususnya dalam hal menghadapi masalah. (Bash dan Camp, 1980) contohnya seperti “apa masalahnya?” “apa rencana saya?” “apakah saya menggunakan rencana saya?” dan “bagaimana saya bisa melaksanakannya?”<br />
Bagi para guru adalah penting untuk mengingat dan memahami sejumlah kecakapan dan keahlian sosial yang dibutuhkan siswa sebelum melatih mereka dalam ruang kelas. Bahwa pertama, memilih dan menentukan kecapakan dan keahlian tertentu yang memang benar – benar dibutuhkan dalam lingkungan sosial siswa nantinya setelah mereka selesai sekolah. Ini untuk memastikan bahwa tindakan dan tingkah laku yang baru mereka kembangkan bisa diterima oleh orang lain khususnya orang tua dan lingkungan dimana mereka berada. Kedua, pastikan bahwa anda memilih jenis pelatihan yang memang benar – benar sesuai dengan level kemampuan dan keahlian siswa. Sebagai contoh, jangan menyuruh siswa yang masih terlalu kecil atau muda untuk membuat dan terlibat dalam kegiatan yang membutuhkan tingkat penalaran dan logika berpikir yang tinggi yang berhubungan dengan masalah sosial. Akhirnya, ketika anda para guru ingin mengajarkan siswa anda kecapakan atau keahlian baru seperti menunggu giliran atau belajar antri misalnya, maka anda diharapkan bisa mengajari mereka secara sabar dan dengan berbagai macam cara agar mereka bisa bertingkah laku dan menerapkannya secara lebih baik (baik dirumah, playgroup atau di sekolah) sebagai akibatnya, rencana untuk mempraktekkan keahlian dan kecapakan dalam berbagai macam situasi dan kondisi dan dengan berbagai macam orang bisa dipenuhi sehingga pada gilirannya nanti skill ini bisa diterapkan dimana saja.<br />
Isu atau topik ini adalah sentral dan krusial dalam semua program pengajaran tingkah laku. Kegiatan atau aktivitas berikutnya yang bisa dilakukan di dalam kelas adalah menggunakan 5 langkah pembangunan kecapakan atau keahlian sosial yang dikembangkan oleh McGinnis dkk (1984) untuk siswa sekolah dasar yang dinamakan sebagai penanaman skill.<br />
APLIKASI DI DALAM RUANG KELAS: Meningkatkan Kecapakan Dan Keahlian Siswa<br />
5 langkah kecakapan yang dibutuhkan dalam membangun pola tindakan dan keahlian sosial adalah sebagai berikut:<br />
1. Modeling (Memberikan Contoh)<br />
2. Simulasi (Role Play)<br />
3. Umpan Balik Hasil Kerja<br />
4. Praktek<br />
5. Penguatan<br />
Sebagai contoh, mari kita lihat bagaimana langkah – langkah ini bekerja dalam mengajarkan keahlian “Bagaimana Menahan Kemarahan”<br />
MODELING (Memberikan Contoh)<br />
Langkah pertama bagaimana mengajarkan para siswa tersebut bagaimana menahan kemarahan adalah dengan menjadi contoh terlebih dahulu bagaimana berhubungan menahan kemarahan itu sendiri atau kita sebagai guru harus bisa memberikan contoh yang baik terlebih dahulu. Contoh konkret dalam penerapan masalah ini adalah dengan melakukan langkah – langkah sebagai berikut:<br />
1. Stop dan hitung 1 hingga 10<br />
2. Pikirkan tentang pilihan – pilihan yang anda buat. Saya bisa memberitahukan orang tersebut bahwa saya marah, saya bisa pulang saja dan mencoba untuk istrahat dan santai tanpa perlu merasa marah.<br />
3. Bertindaklah menurut pilihan terbaik anda.<br />
SIMULASI (Role Play)<br />
Setelah anda telah memodel atau memberi contoh langkah – langkah penerapan skill di atas, para siswa harus mempraktekan langkah – langka tersebut dalam bentuk simulasi. Ini bisa mereka lakukan dengan mengadakan simulasi yang relevan dengan tugas yang diberikan. Sebagai contoh, mereka bisa melakukan simulasi menahan kemarahan dengan bermain game yaitu ketika mereka kalah.<br />
UMPAN BALIK HASIL KERJA<br />
Ketika para siswa tersebut telah selesai melakukan simulasi atau role play, adalah sangat penting bagi guru untuk memberikan umpan balik hasil kerja mereka. Umpan balik haruslah lebih spesifik, fokus pada ketepatan hasil kerja mereka misalnya apakah semua simulasi yang dilakukan sudah benar atau masih ada yang kurang? Apakah bahasa tubuh mereka sudah tepat dan sebagainya. Pastikan juga agar anda memberikan pujian bagi mereka yang berpenampilan terbaik. Hal ini bisa memberikan motivasi pada mereka untuk lebih bisa melakukan hal ini dalam kehiduan nyata.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-985245440289514812011-03-20T22:52:00.003-07:002011-03-28T08:29:52.116-07:00PEMBELAJARAN YANG BERSIFAT KOOPERATIF<br />
Sebagaimana yang telah dibahas sebelumnya pada bab 5, bahwa terdapat beberapa tipe pembelajaran yang bisa kita lakukan agar proses pentransferan ilmu dan pengetahuan kepada siswa dapat berjalan maksimal. Diantaranya adalah: Pembelajaran yang bersifat individual, kompetitif dan kooperatif. <br />
Masing masing tipe ini mempunyai efek dan pengaruh yang berbeda dalam hubungannya motivasi dan interaksi di dalam kelas. Penulis melihat bahwa ada kecenderungan bagi siswa untuk sulit dan gagal dalam berinteraksi dalam pembelajaran yang bersifat individual dan kompetitif ketimbang model pembelajaran yang bersifat kooperatif. Karena itu penelitian ini berusaha memberikan sejumlah gambaran dan deskripsi betapa pembelajaran model kooperatif penting untuk membangun motivasi dan kontrol diri siswa dan kedepannya diharapkan dapat meningkatkan prestasi para siswa tersebut.<br />
Meskipun ada berbagai macam cara dalam mengeksekusi metode pembelajaran yang bersifat kooperatif ini, namun menurut Slavin pada prinsipnya ada beberapa karakteristik atau ciri khas metode ini yaitu:<br />
1. Siswa bekerja dalam kelompok yang beranggotakan 4 hingga 6 orang dalam satu tim atau grup yang tetap konsisten dalam beberapa minggu<br />
2. Para siswa diberikan motivasi dan pemahaman untuk saling membantu satu sama lain untuk mempelajari materi yang diberikan dalam suatu kelompok<br />
3. Dalam beberapa teknik yang pernah diterapkan, selalu ada reward (penghargaan) yang diberikan berdasarkan prestasi kerja masing – masing kelompok. Hadiah yang diberikan bisa dalam berbagai bentuk dari sekedar penghargaan secara verbal, surat piagam penghargaan hingga nilai khusus bagi kelompok yang menang.<br />
4 teknik yang paling umum dan paling banyak digunakan dalam pembelajaran yang bersifat kooperatif adalah kompetisi permainan antar kelompok (TGT), Pembagian prestasi menurut kelompok (STAD), teka – teki bergambar (JIGSAW), dan penelitian dan pemeriksaan yang berbasis kelompok (GROUP INVESTIGATION).<br />
Kompetisi / Turnamen Antar Kelompok (TGT)<br />
Dalam kompetisi atau turnamen antar kelompok (TGT) ini, siswa – siswa dari Berbagai kemampuan, ras, dan gender dikelompokkan dalam grup yang beranggotakan 4 hingga 5 orang. Setelah guru mempresentasikan materi pelajaran yang ada, tim atau kelompok yang ada harus melengkapi lembar kerja dan kuis yang diberikan guru selanjutnya bekerja dalam kelompok guna persiapan kompetisi atau turnamen yang biasanya diadakan setiap seminggu sekali. Dalam kompetisi atau turnamen antar kelompok (TGT) ini siswa diinstruksikan berkompetisi yang masing – masing anggotanya berjumlah 3 orang, ini kita sebut sebagai “turnamen meja” dimana mereka akan berkompetisi dengan sesama siswa yang berkemampuan sepadan yang biasanya didasarkan pada hasil dari kompetisi dari pertandingan yang terdahulu. Akibatnya, siapapun kelompok atau siswa yang memiliki nilai yang terkecil di masing – masing kelompok tetap mempunyai kesempatan yang sama untuk meraih poin sebanyak mungkin dengan kelompok yang memiliki nilai yang tertinggi.<br />
Turnamen atau pertandingan berlangsung dimana peraturannya adalah masing – masing siswa yang ada dalam kelompok berganti – gantian mengambil kartu yang ada dan menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan pertanyaan yang diajukan dan telah dipelajari sebelumnya selama seminggu tersebut. Diakhir turnamen atau pertandingan, guru akan membuat surat yang didalamnya berisikan hasil pertandingan beserta nilai dan skor dari masing – masing kelompok atau tim (seperti pada pertandingan bowling). Meskipun anggota kelompok tetaplah seperti semula, namun tugas dalam turnamen atau pertandingan bisa sangat mungkin berubah berdasarkan kinerja atau prestasi kerja masing – masing siswa.<br />
Pembagian prestasi menurut kelompok (STAD)<br />
Pembagian prestasi menurut kelompok (STAD) ini pada prinsipnya menggunakan metode yang kurang lebih sama dengan metode kompetisi atau turnamen antar kelompok (TGT) namun dengan perbedaan pada materi misalnya kuis – kuis yang diberikan selama 15 menit dimana masing – masing siswa harus melakukannya setelah mereka belajar bersama kelompoknya. Skor dan nilai akhir dijumlahkan secara kolektif dimana nilai tertinggilah yang keluar sebagai pemenang. “Nilai peningkatan” juga diperhitungkan.<br />
Jigsaw<br />
Dalam model pembelajaran yang menggunakan metode ini, siswa dilibatkan dalam tim atau kelompok yang lebih heterogen. Materi pelajaran dibagi kepada masing – masing anggota tim/kelompok dan siswa – siswa dalam kelompok tersebut akan berusaha untuk membaur dengan siswa dari kelompok yang berbeda tetapi memiliki topik pelajaran yang sama. Selanjutnya, mereka kembali ke kelompok mereka dan mengajarkan apa yang mereka telah pelajari di kelompok sebelumnya hingga semua anggota kelompok dites dan diberikan informasi yang sesuai. Misalnya, katakanlah bahwa sang guru memberikan tugas kepada para siswanya untuk mencari informasi sebanyak mungkin tentang Martin Luther King Jr. maka sang guru tersebut akan membagi informasi autobiografi sang tokoh kedalam beberapa bagian tergantung jumlah siswa yang ada dalam kelompok. Para siswa tersebut akan belajar dengan siswa dari kelompok lain yang memiliki topik pelajaran atau topik persoalan yang sama. Kemudian seperti biasa mereka akan kembali ke kelompoknya untuk mengajarkan anggota kelompok tersebut apa yang telah mereka pelajari. <br />
Tujuan utamanya adalah untuk mempelajari lebih dalam tentang biografi sang tokoh tersebut. Nilai atau skor yang didapat sangat bergantung pada prosedur apa yang dipakai. Satu pendekatan hanya bisa diterapkan untuk satu orang siswa saja. Sedangkan untuk pendekatan kolektif lebih mengarah pada penilaian secara tim.<br />
Penelitian atau Penyelidikan Kelompok (Group Investigation) <br />
Penelitian atau penyelidikan kelompok adalah salah satu metode pembelajarn kooperatif dimana para siswa bekerja dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan berbagai proyek kelas yang ada. Masing – masing tim membagi kerja kelompoknya ke dalam topik – topik yang lebih sederhana untuk kemudian masing anggota kelompok mengerjakan tugas dan kegiatan yang relevan agar bisa mencapai target yang diberikan. Masing – masing kelompok membuat sebuah presentasi tentang penelitian mereka ke depan kelas. Dalam penelitian atau penyelidikan kelompok ini, penghargaan atau reward dan poin tidak diberikan. Tetapi siswa tersebut disemangati untuk mngerjakan tugas tim secara bersamaan untuk mencapai tujuan bersama.<br />
Penelitian Berbasis Pembelajaran Kooperatif (Research on Cooperative Learning)<br />
Penelitian Berbasis Pembelajaran Kooperatif menemukan bahwa pembelajaran kooperatif dalam banyak hal memiliki efek dan implikasi positif terhadap prestasi akademik seseorang. Pembelajaran kooperatif juga meningkatkan sense of cooperative atau nilai – nilai kerjasama antara satu dan lain serta belajar untuk bagaimana bersosialisasi dan rendah hati terhadap sesama khususnya sesama anggota kelompok yang ada. Selain itu juga, pembelajaran kooperatif juga dapat meningkatkan hubungan ras dan penerimaan sosial yang lebih baik dan lebih dalam lagi antara individu – individu yang ada di dalam kelas. (Johnson & Johnson, 1987b; Slavin, 1983). Berdasarkan penemuan – penemuan positif yang ditemui dalam penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif dapat menjadi sebuah alternatif pembelajaran dan alternatif metode diantara sekian banyak metode yang ada yang terbilang efektif dalam upaya untuk mencapai tujuan pendidikan dan pembelajaran di kelas yang lebih baik. Setelah mengetahui bahwa pembelajaran yang bersifat kooperatif itu lebih baik dan efektif dan bahwa beberapa temuan dan penelitian mendukung kebenaran itu maka alangkah lebih baik jika kita bahas lebih jauh tentang bagaimana mempersiapkan para siswa tersebut dengan pembelajaran yang bersifat kooperatif ini.<br />
Penulis telah banyak berbicara dan berbincang dengan para guru dan kebanyakan diantara mereka berkata bahwa pembelajaran yang bersifat kooperatif ini telah mereka terapkan tetapi tetap tidak kunjung berhasil. Setelah berbicara lebih jauh ternyata ditemukan fakta bahwa para guru tersebut tidak memiliki pengetahuan dan pengalaman yang cukup tentang bagaimana mempersiapkan pembelajaran kelompok atau kooperatif ini. Ada satu hal yang perlu diingat dan dicatat bagi para guru bahwa para siswa menghabiskan kebanyakan waktu mereka di sekolah dengan saling bersaing dan berkompetisi dan acapkali merasa sulit untuk menghindari iklim kompetisi ini. Karena itu berikut ini kita akan mempelajari lebih jauh tentang bagaimana Aplikasi di Ruang Kelas dapat menolong para guru untuk mempersiapkan siswa mereka dengan pembelajaran yang bersifat kooperatif.<br />
APLIKASI DI RUANG KELAS : Mempersiapkan Siswa Untuk Pembelajaran Kooperatif<br />
Kesuksesan dari pembelajaran yang bersifat kooperatif sangatlah tergantung pada kemampuan para siswa dalam berinteraksi secara tepat dan layak dalam ruang lingkup kelompok atau grup. Johnson dkk (1984) mengidentifikasi sejumlah keahlian interpersonal yang dibutuhkan untuk mewujudkan keberhasilan penerapan pembelajaran yang bersifat kooperatif ini, antara lain sebagai berikut:<br />
MEMBENTUK<br />
Pembentukan skill atau keahlian sangat dibutuhkan dalam upaya untuk mengatur kelompok dan membangun pola tingkah laku yang sesuai dengan standar minimum norma – norma sosial yang berlaku. Salah satu skill yang dibutuhkan adalah kemampuan untuk masuk dan keluar atau bergabung dan keluar dari suatu komunitas tanpa menimbulkan gangguan dan keributan, kemampuan untuk bekerja secara tenang dan kemampuan untuk secara aktif berinteraksi dalam tim/kelompok (misalnya: bekerja sesuai tugas yang diberikan), memberikan semangat pada setiap orang untuk berpartisipasi secara aktif, dan kemampuan untuk berinteraksi dengan anggota kelompok secara lebih sopan. Salah satu pola tingkah laku yang paling penting yang dititikberatkan oleh guru adalah kecenderungan untuk “menjatuhkan” bukanlah bagian dari pembentukan kelompok yang efektif.<br />
MEMFUNGSIKAN<br />
Keahlian untuk memfungsikan diri dalam kelompok menduduki posisi kedua untuk skill yang dibutuhkan dalam pembelajaran yang bersifat kooperatif. Keahlian – keahlian tersebut meliputi kemampuan untuk mengelola dan mengimplementasikan kemampuan kelompok untuk mencapai tujuan yang diinginkan serta untuk mempertahankan efektifitas serta harmonisasi hubungan kerja sesama anggota kelompok. <br />
Keahlian ini meliputi kemampuan untuk memberikan sokongan dan dukungan antara sesama anggota kelompok dan kemampuan untuk menerima keberadaan dan kontribusi sesama anggota tim, kemampuan untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk menanyakan atau mengklarifikasi apa yang sedang terjadi, kemampuan untuk menawarkan atau menanyakan keberadaan anggota kelompok lain dan kemampuan untuk memotivasi dan menyemangati anggota kelompok dengan sugesti atau optimisme dan antusiasme yang mendalam.<br />
MEMFORMULASIKAN<br />
Memformulasikan keahlian ditujukan untuk menolong para siswa memahami dan mengingat materi – materi pelajaran yang diberikan dalam kelompok atau tim selama pelajaran berlangsung. Keahlian ini meliputi kemampuan untuk mendorong dan memotivasi anggota kelompok untuk merangkum dan meringkas apa yang telah diajarkan, kemampuan untuk menambahkan sejumlah informasi berharga ketika informasi yang dikumpulkan tidak sempurna atau tidak lengkap, kemampuan untuk mereview informasi – informasi yang bermanfaat dan penting serta kemampuan untuk menggunakan strategi atau metode yang efektif agar dapat mengingat sebanyak mungkin informasi serta ide – ide yang penting dan berguna selama pelajaran.<br />
MEMFERMENTASIKAN<br />
Keahlian memfermentasikan dimaksudkan sebagai kemampuan untuk menstimulasi dan memformulasi ulang hal – hal yang bersifat akademik untuk kemudian disusun secara lebih baik berdasarkan ide, nalar dan logika berpikir sederhana. Contoh sederhana dari hal ini adalah kemampuan untuk mengkritisi ide orang lain tetapi bukan orang yang bersangkutan, kemampuan untuk mengetahui bagaimana memformulasikan hal – hal sederhana menjadi sebuah hal yang besar dan bermanfaat, kemampuan untuk mengetahui menyelediki serta mendeteksi dan meramu informasi yang ada untuk kemudian membuat suatu jawaban dan solusi yang tepat terhadap masalah. Inti terbesar dari permasalahan dan persoalan pada level ini adalah untuk mengajarkan para anggota kelompok untuk tidak berhenti hanya pada level mengetahui semata tetapi juga hingga level mencari solusi pada setiap masalah yang dihadapi. Karena terkadang solusi yang cepat terhadap sebuah masalah tidaklah selalu memberikan jalan keluar yang efektif dan seringkali bukanlah solusi yang terbaik.<br />
Para siswa tersebut haruslah dibiasakan untuk belajar membiasakan diri berpikir dan memberikan sumbangsih intelektual kepada anggota kelompok. Sebagai penekanan sekali lagi penulis tegaskan bahwa para siswa perlu diajarkan untuk belajar mengasah diri agar bisa memiliki kemampuan dalam membaur dengan sesama anggota kelompok serta keahlian untuk memenej situasi di dalam kelas dan untuk memastikan agar para anggota kelompok dapat mengembangkan sikap dan tingkah laku yang positif terhadap kelompok.<br />
Keahlian fungsional berfungsi menolong para siswa tersebut untuk berinteraksi secara lebih efektif dalam kelompok atau tim. Keahlian dalam memformulasi ini diharapkan dapat menolong para siswa untuk lebih dapat berpikir dan membuat keputusan yang lebih efektif dalam kelompok mereka. Akhirnya keahlian memformulasikan yang biasanya cukup sulit untuk diajarkan, bisa diharapkan menolong para siswa untuk terbiasa menghadapi persoalan dan bisa membuat solusi dan jalan keluar terhadap setiap permasalahan baik yang rumit maupun yang terlihat sepele.<br />
Untuk mengajarkan keahlian ini, Johnson dkk (1984, p. 49) memberikan 5 langkah efektif untuk bisa menguasainya, antara lain:<br />
1. “Pastikan bahwa para siswa tersebut melihat pentingnya keahlian ini” sejumlah guru kadang menggunakan papan bulletin atau poster untuk mengidentifikasikan pola tingkah laku anggota – anggota yang ada dalam kelompok. Keahlian ini dapat diperkenalkan semenjak hari-hari pertama sekolah yaitu ketika sang guru memperkenalkan sekolah beserta segala peraturan dan prosedur yang ada di sekolah tersebut. Mulailah dengan beberapa peraturan dasar kelompok dan diskusikan pentingnya keahlian dan pola tingkah laku ini ke dalam kelas.<br />
<br />
2. “Pastikan bahwa para siswa tersebut memahami apa itu skill dan keahlian serta bagaimana dan kapan menggunakannya” seperti yang pernah saya ungkapkan sebelumnya di dalam bab 7 bahwa para siswa perlu melihat model dan mempraktikan peraturan – peraturan dasar di dalam kelas. Mengamati tingkah laku kelompok tertentu serta menciptakan kesempatan untuk mempraktikan skill atau keahlian adalah prosedur standar dalam rangka belajar bagaimana untuk bertingkah laku secara tepat dan layak dalam pergaulan kelompok.<br />
3. “Mempersiapkan situasi yang kondusif dan memotivasi para siswa untuk menguasai skill atau keahlian yang dibutuhkan” sebagai seorang guru anda dapat memberikan dan memberikan contoh inisiatif peran - peran yang berbeda untuk masing – masing anggota kelompok misalnya menjadi penyemangat, menjadi perangkum, menjadi pencari inti masalah, menjadi pencari solusi dan lain – lain dan kemudian mengevaluasi ke dalam kelas bagaimana peran – peran tersebut dimainkan di dalam kelompok. Biasanya siswa akan memberikan saran dan pendapat yang membangun seperti tips – tips yang berkaitan dengan persoalan tersebut yang berkorelasi positif dengan tindakan, keahlian atau prosedur dalam interaksi kelompok tersebut.<br />
4. “Pastikan bahwa para siswa memiliki waktu yang cukup dan mengetahui secara jelas prosedur dalam berdiskusi (dan menerima umpan balik tentang) seberapa baik mereka menggunakan keahlian ini” Sebagai seorang guru anda dituntut untuk bisa menolong para siswa tersebut mengevaluasi fungsi – fungsi dari keahlian yang mereka miliki. Salah satu cara yang terbukti efektif adalah dengan membagikan kuesioner yang berisi pertanyaan - pertanyaan seperti berikut…<br />
“Apakah anda merasa bahwa anda bisa memberikan kontribusi yang positif kepada kelompok atau tim anda?” atau “apakah anggota kelompok yang ada mendengarkan suara atau kontribusi anda?” “seberapa efektif dan berhasilkah kelompok anda bekerja dalam rangka mencari solusi terhadap persoalan yang ada?” jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini bisa menjadi indikator – indikator yang sangat berguna bagi terciptanya interaksi yang baik dalam kelompok.<br />
5. “Pastikan bahwa para siswa bisa konsisten dan persisten dalam mempraktekan skill dan keahlian yang mereka dapat hingga mereka benar – benat menguasai skill atau keahlian tersebut” ingat bahwa butuh waktu yang tidak sedikit untuk mempelajari hal baru. Beberapa skill atau keahlian mungkin bisa dipelajari dengan mudah dan dalam waktu singkat sedangkan keahlian tertentu lainnya sangat boleh jadi membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mempelajarinya. Ketika tiba waktunya untuk mengajarkan dan memberikan pangajaran tentang bagaimana menggunakan keahlian atau skill yang ada dan bagaimana anggota kelompok bisa secara cepat dan tepat mengaplikasikan skill atau keahlian tersebut, anda sebagai seorang guru kemudian pasti merasakan bahwa semua yang anda lakukan tidaklah sia – sia. Semua energi, pengetahuan, pengalaman, kekuatan dan kesabaran dalam mendidik mereka tidak akan pernah sia – sia dan semua pasti sangat memberikan pengaruh yang mendalam bagi mereka. Ketika mereka sudah bisa berinteraksi dengan baik, secara lebih natural dan lancar maka anda akan menyadari bahwa keahlian yang anda berikan sangatlah bermanfaat bagi mereka. Untuk lebih jauh tentang masalah ini silahkan anda lihat daftar bacaan dibawah ini mengenai informasi tambahan tentang bagaimana mengaplikasikan hal ini di dalam kelas.<br />
<br />
MENINGKATKAN SKILL DAN KEAHLIAN KOMUNIKASI DAN INTERPERSONAL <br />
Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET)<br />
Thomas Gordon (1974) telah menggunakan dan mengembangkan ide – ide dari Carl Roger yang utamanya berkaitan dengan Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET), sebuah metode yang menitikberatkan pada pentingnya peningkatan hubungan dan interaksi antara guru dan siswa agar dapat tercipta pengembangan kemampuan komunikasi dan interpersonal yang lebih efektif.<br />
Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET) memberikan sebuah model dan contoh pembelajaran bagaimana membangun komunikasi dan hubungan yang lebih jujur dan terbuka dalam kelas dan untuk memberikan resolusi terhadap konflik yang mungkin saja bisa terjadi antara guru dan siswa dengan cara yang lebih demokratis dan menguntungkan (win - win solution).<br />
Mendengar Secara Aktif<br />
Salah satu dari tujuan Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET) adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas komunikasi dan hubungan antara guru dan siswa. Salah satu cara yang bisa sangat efektif untuk bisa menerapkan hal ini, menurut Gordon adalah dengan cara mendengar secara aktif apa yang diinginkan oleh siswa mereka. Untuk melakukan hal ini para guru haruslah merangkum atau memparafrasekan apa yang dikatakan oleh siswa sehingga siswa tersebut merasa lebih termotivasi untuk bicara dan mengungkapkan pendapat mereka dengan lebih bersemangat dan jujur serta terbuka. Menurut Gordon metode mendengarkan secara aktif ini sangat membantu para siswa untuk lebih bisa mengekspresikan perasaan, memecahkan masalah, dan membangun rasa percaya yang tinggi terhadap sang guru. <br />
Berikut contoh dari bukunya Gordon Pelatihan Efektivitas Pengajaran versi Gordon (TET) tentang bagaimana metode mendengarkan aktif ini dijalankan, silahkan disimak:<br />
1. Siswa: Sally merobek hasil gambaran saya bu! (sambil menangis terisak)<br />
Guru: Kamu kecewa karena kehilangan hasil gambaran kamu dan marah karena Sally merobeknya?<br />
Siswa: Ya, dan sekarang saya harus melakukannya kembali dari awal bu…<br />
2. Siswa: Richard selalu curang. Saya tidak akan bermain bersama dia lagi.<br />
Guru: Kamu sangat membenci Richard karena dia selalu curang sehingga kamu memutuskan untuk berhenti bermain dengan dia?<br />
Siswa: Yup, lebih baik saya bermain saja dengan Tommy dan David.<br />
3. Siswa: Sekolah ini benar – benar tidak seperti sekolah saya yang dulu. Anak-anak disana lebih ramah dan baik hati<br />
Guru: Kamu rindu dengan lingkungan sekolah kamu yang dulu?<br />
Siswa: T¬entu saja bu.<br />
Seperti yang anda bisa lihat pada contoh diatas bahwa guru merefleksikan ulang atau menyatakan ulang apa yang terjadi pada siswa tersebut dengan lebih detail, jelas dan objektif. Sang guru hanya fokus pada perasaan siswa dan menghindari untuk memberikan nasehat. Hal ini untuk menolong siswa yang bersangkutan mengembalikan perasaan mereka yang kecewa, sedih atau putus asa yang juga merupakan langkah efektif untuk mensetting pikiran mereka agar lebih bisa terbuka dan mau untuk membicarakan masalah yang mereka hadapi. Hal ini secara tidak langsung membuka jalan bagi terbukanya solusi bagi mereka.<br />
Gordon yakin dan percaya bahwa metode mendengarkan secara aktif ini sangat efektif karena metode ini sedapat mungkin menghindari sekat – sekat atau hambatan – hambatan yang mengganggu atau merusak komunikasi 2 arah. Hambatan atau sekat yang dimaksudkan disini bisa dalam bentuk; memerintah, mengancam, memberikan ajaran – ajaran moral yang berlebihan, menceramahi atau mengkuliahi, menghakimi, etika, memberikan simpati yang berlebihan, terlalu banyak bertanya, pertanyaan tajam yang menyudutkan, dan semacamnya. <br />
Menurut Gordon, hambatan dan sekat pembatas yang disebutkan diatas acapkali menimbulkan reaksi mental yang negatif dari para siswa seperti perasaan dendam dan benci, marah serta pembelaan diri yang berlebihan yang dapat merusak hubungan komunikasi antara guru dan siswa selanjutnya bisa berujung pada persoalan serius dalam pengurusan kelas dan sebagainya.<br />
Penyelesaian Masalah. <br />
Selain bertujuan untuk dengan meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan interaksi di antara sesama anggota tim, T.E.T (Turnamen Permainan Tim) juga bertujuan untuk membantu para guru menyelesaikan persoalan – persoalan di kelas secara lebih efektif. Dasar dari pendekatan problem solving atau solusi terhadap masalah adalah bahwa persoalan atau masalah itu bersifat kepemilikan dalam artian bahwa baik siswa maupun guru biasa memiliki masalah dalam kehidupannya. Menurut Gordon, konsep kepemilikan ini penting agar kita bisa dengan mudah menganalisis solusi terhadap masalah. Solusi bagi siswa yang memiliki masalah adalah mendengarkan secara aktif, sedangkan bagi guru ialah dengan menggunakan pendekatan “pesan saya” dengan menggunakan metode resolusi konflik. <br />
Sebelum melihat lebih jauh mengenai pendekatan ini, mari kita lihat lebih dulu apa sebenarnya yang dimaksudkan Gordon dengan kepemilikan persoalan/masalah.<br />
<br />
Siapa yang memiliki masalah? <br />
Gordon menjelaskan perbedaan antara siswa dan guru yang memiliki masalah dalam kaitannya secara nyata dan konkret. Ketika sebuah persoalaan memiliki pengaruh langsung, nyata dan berkaitan sepenuhnya dengan siswa maka itu merupakan masalah siswa, begitu juga sebaliknya.<br />
Gordon mengatakan bahwa para guru dapat membedakan persoalan mereka dengan mengajukan pertanyaan seperti ”Apakah saya merasa sakit, tersinggung, atau terbebani karena tingkah laku siswa? atau apakah saya merasa tidak diterima ketika saya menyuruh mereka bertindak seperti apa yang saya pikir mereka seharusnya bertindak?” Jika sang guru menjawab ya untuk jawaban pertama maka persoalannya merujuk pada sang guru sedangkan jika jawabannya ya untuk pertanyaan yang kedua maka sang muridlah yang memiliki persoalan.<br />
Brophy dan Rohrkemper (1981) melakukan riset dan penelitian lebih lanjut tentang hal ini terhadap para guru yang kemudian dibedakan ke dalam 12 persoalan utama yaitu prestasi yang buruk, permusuhan, pembangkangan, hiperaktif, penolakan di antara sesama teman, rasa malu yang sangat tinggi serta rasa rendah tinggi dan menarik diri dari pergaulan.<br />
<br />
Para peneliti mengklasifikasi persoalan yang ada berdasarkan teori Gordon yaitu:<br />
• Masalah yang dimiliki guru : Perilaku siswa dipengaruhi oleh kebutuhan atau keinginan siswa.<br />
• Masalah yang dimiliki siswa : kebutuhan atau keinginan siswa sangat dipengaruhi oleh siswa itu sendiri bukan karena gurunya.<br />
• Persoalan bersama : yaitu ketika pola perilaku siswa tidak secara langsung mempengaruhi guru tetapi memiliki pengaruh langsung terhadap manajemen dan kontrol kelas. (misalnya terhadap siswa yang hiperaktif, dsb)<br />
Para peneliti juga menemukan sebuah fakta bahwa para guru yang bertindak karena memiliki masalah mempengaruhi bagaimana mereka mengajar, dan hal ini pun sangat berpengaruh terhadap para siswa itu sendiri. Sebaliknya bagi siswa yang bertindak karena memiliki masalah merasa menjadi korban dari lingkungan yang berada diluar kendali. Terkadang para guru pun merasa kewalahan menangani para siswa yang bertindak dalam kasus seperti membuat masalah, dan parahnya lagi terkadang guru membiarkan saja kejadian ini karena menganggap hal ini sebagai sebuah persoalan biasa dan wajar adanya.<br />
<br />
Apa yang bisa dilakukan guru untuk menolong para siswa yang memiliki masalah? <br />
Gordon (1974) memberikan beberapa alternatif solusi untuk menolong siswa yang memiliki masalah dalam kesehariannya. Menurutnya rahasia dan solusinya sebenarnya sederhana saja yaitu dengan MENDENGARKAN. Yah, hanya dengan berkomunikasi dengan tidak berbicara sama sekali atau komunikasi pasif membuat mereka merasa anda menghargai mereka karena mau mendengarkan masalah mereka sehingga mereka bisa lebih mencurahkan apapun masalah yang mereka miliki.<br />
Selain metode mendengarkan secara pasif, metode lain yang terbukti efektif adalah adanya “respond dan pengakuan positif”, baik secara verbal atau non verbal yang memberi signal kepada mereka dengan perhatian berupa anggukan, senyuman, berkata “ohh…” atau “saya paham…” adalah contoh – contoh respon yang memberitahu mereka bahwa kita peduli dan perhatian terhadap apa yang mereka katakan. <br />
Ketika pada saat tersebut siswa yang sedang “curhat” tentang masalah mereka masih merasa canggung atau segan untuk berbicara, seorang guru dapat menggunakan metode Gordon yang lain yang kita sebut sebagai “pembuka pintu” atau ”pembuka ulang”. Cara ini merupakan sebuah alternatif lain agar para siswa bisa termotivasi atau tersemangati untuk mau mencurahkan masalah mereka secara lebih jujur dan terbuka. Beberapa contoh sederhananya seperti berikut: “apa yang kamu katakan kedengarannya serius, bisa diceritakan lebih jauh lagi…” “mengapa tidak dibicarakan saja untuk saat ini?” atau dengan berkata ”kamu kelihatannya bingung..”atau “apa yang kamu katakan kelihatannya menarik, saya ingin mendengarnya lebih jauh lagi…”<br />
<br />
Apa yang bisa dilakukan guru untuk menolong masalah mereka sendiri? <br />
Ketika masalah atau persolan yang terjadi adalah persoalan yang dimiliki sang guru tersebut maka ketika perilaku siswa yang ada mempengaruhi keadaan jiwa/suasana hati guru yang sedang mengajar maka strategi yang bisa digunakan adalah penggunaan metode “PESAN SAYA”. Metode ini adalah sebuah metode yang dibuat guru kepada para siswa yang memiliki masalah dalam perilaku mereka yang kemudian secara negatif mempengaruhi para guru. Gordon mengatakan bahwa cara atau metode ini terbukti efektif karena memiliki kemungkinan besar mengubah perilaku dan sikap siswa yang tidak diinginkan dan hanya meminimalisir perilaku yang bersifat negatif saja.<br />
Metode memberikan kesan kepada para siswa tersebut bahwa apa yang mereka lakukan itu salah dan memberikan efek langsung kepada guru. Menurut Gordon, jika para siswa tersebut mengetahui bahwa tindakan dan perilaku mereka berefek langsung terhadap guru mereka maka sangat mungkin bagi mereka untuk termotivasi agar mau berubah.<br />
<br />
Metode “Pesan saya” memiliki 3 komponen utama yaitu:<br />
<br />
1. Tidak menyalahkan dan tidak menghakimi tingkah laku siswa secara langsung<br />
2. Gambaran nyata dan konkret dari pengaruh tingkah laku tersebut berpengaruh terhadap guru<br />
3. Sebuah gambaran agar bagaimana tindakan mereka bisa membuat para guru tersebut merasa bahwa mereka masih dalam proses belajar<br />
<br />
Masing – masing komponen ini dapat kita lihat dalam contoh bagaimana metode ini diterapkan secara sederhana dalam percakapan berikut: “Ketika kamu meninggalkan kelas tanpa ijin, maka kamu telah membuang – buang waktu saya dan ini membuatku marah dan frustasi”<br />
Seperti yang anda lihat bahwa metode ini secara jelas menggambarkan bagaimana tingkah laku siswa yang sengaja keluar kelas tanpa ijin dan efeknya terhadap guru yaitu dengan membuang – buang waktunya dan bagaimana hal ini membuat guru tersebut marah dan frustasi. Hal ini memberi kesan mendalam kepada siswa tersebut bahwa tindakan atau perilakunya tersebut salah. <br />
<br />
Hal ini jauh lebih bagus ketimbang mengatakan “kamu selalu meninggalkan kelas tanpa seijinku, kapan kamu akan dewasa?” kalau hal ini yang disampaikan maka pesan yang terbawa kedalam alam bawah sadar mereka bahwa mereka benar – benar memiliki perilaku yang tidak baik dan sangat buruk. Gordon meyakini bahwa pesan yang disampaikan memiliki efek mental yang sangat besar kepada siswa baik pesan yang disampaikan secara positif atau negatif. Apalagi pesan negatif. Pesan tersebut biasanya membuat siswa merasa rendah mutunya/bodoh, rendah diri dan selalu merasa bahwa mereka memang anak – anak yang dicap salah dan imbasnya timbul pernyataan dalam alam bawah sadar mereka bahwa “ada yang salah dengan kamu, dan gara – gara kamu hal ini bisa terjadi”. Sebaliknya penerapan metode “pesan saya” ini memiliki efek yang jauh lebih positif dan secara langsung maupun tidak langsung menumbuhkan semangat dan motivasi agar mereka mau berubah.<br />
<br />
Solusi terhadap konflik<br />
Ada saat – saat tertentu juga dimana cara – cara atau metode – metode yang digunakan guru tetap saja tidak mampu menyelesaikan permasalahan siswa meski sang guru telah berupaya keras mengatasinya baik melalui strategi mendengarkan secara aktif atau pesan saya, seperti yang diselenggarakan sebelumnya. Saat dimana guru atau siswa harus berbenturan keinginan dan persoalan antara satu dan lainnya. Dalam kasus ini bisa dikatakan bahwa guru dan murid masing – masing memiliki persoalan tersendiri. Seperti contoh berikut:<br />
Guru: Tom, kamu terlambat lagi hari ini! Setiap kali hal ini terjadi saya terpaksa harus mengulangi pelajaran dengan kamu secara pribadi lagi. Saya capek Tom jika hal ini terus kamu lakukan.<br />
Siswa: Mmmm, sebenarnya ini bukan salah saya bu. Saya memiliki kelas bola basket di pagi hari dan pelatih saya terus mengajarkan kami hingga akhir kelas.<br />
<br />
Sangat jelas kita lihat dari percakapan ini bahwa baik guru maupun siswa tersebut memiliki kebutuhan yang berbeda yang berujung pada konflik. Ketika konflik ini terjadi di dalam kelas, maka sebenarnya sangat mudah diatasi, menurut Gordon apabila kita menggunakan salah satu dari metode berikut ini yaitu metode I atau metode II. <br />
<br />
Metode I adalah metode yang digunakan dimana guru menggunakan kekuatan dan wewenangannya untuk memenuhi kebutuhannya sendiri melebihi sang siswa tersebut sehingga guru menang dan siswa harus kalah. Sedangkan metode II, sang guru menangguhkan kebutuhan siswa dan membiarkan siswa menang sedagkan dia kalah atau terpaksa mengalah. Berikut adalah salah satu contoh bagaimana metode I dan II bisa diterapkan.<br />
<br />
Metode I (guru menang, siswa kalah)<br />
Guru: Tom, kamu terlambat lagi! Cukup sudah. Kamu hanya punya dua pilihan masuk ke kelas tepat waktu atau keluar dari kelas, dan itu adalah keputusan final!<br />
<br />
Metode II (Siswa menang, guru kalah) <br />
Guru: Tom, saya sangat harapkan agar kamu bisa datang kesini tepat waktu. Sehingga lebih mudah bagi saya untuk tidak harus mengulangi pelajarannya sejak awal lagi.<br />
Siswa: Kayaknya saya tidak bisa bu. Karenanya jika anda berupaya rebut dengan saya maka saya akan keluar dari kelas ini.<br />
Guru: Oke, oke….jangan marah dong…upayakan saja untuk datang ke kelas ini tepat waktu yah…<br />
Bisa kita lihat secara jelas bahwa pada bagian pertama sang guru menggunakan wewenangnya menyelesaikan masalah dan pada metode II sang guru berupaya untuk mengalah. Hal ini memunculkan kebencian pada sang murid pada metode pertama, pengendalian dan keahlian untuk memecahkan masalah pada metode kedua.<br />
Sebagai salah satu alternatif lain dari kedua metode tersebut, Gordon menawarkan metode III yaitu metode pendekatan dimana guru dan murid atau siswa berupaya untuk bekerja sama antara satu sama lainnya. Metode III ini didasarkan pada model penyelesaian ilmiah dan didalamnya meliputi:<br />
1. Mendefenisikan masalah<br />
2. Menghasilkan solusi alternatif<br />
3. Mengevaluasi solusi yang ada<br />
4. Memutuskan solusi mana yang paling baik<br />
5. Menentukan bagaimana mengaplikasikan keputusan tersebut<br />
6. Memutuskan bagaimana solusi bisa menyelesaikan masalah<br />
<br />
Sebelumnya telah kita lihat bersama bahwa permasalahan Tom yakni kedatangannya yang terlambat bisa diupayakan melalui metode I atau II tetapi dengan metode yang ketiga ini diharapkan bisa menjadi lebih baik. Coba perhatikan contoh percakapan berikut ini:<br />
<br />
Guru: Tom, ketika kamu datang terlambat lagi ke dalam kelas. Ini benar – benar membuat saya marah dan stress (Metode Pesan Saya)<br />
Siswa: Ini bukan salah saya, Mr. Smith. Saya memiliki kelas bola basket di pagi hari dan pelatih saya tidak akan mengijinkan kami keluar hingga kelas berakhir.<br />
Guru: Saya mengerti. Kamu merasa harus tinggal hingga menit terakhir karena kamu tidak ingin mendapatkan masalah dengan guru/pelatih kamu kan? (mendengar aktif)<br />
Siswa: Yah benar pak.<br />
Guru: Mungkin alangkah lebih baik jika saya berbicara dengan pelatih kamu<br />
Siswa: Tidak, itu tidak akan menolong. Anak – anak lain sudah mencobanya. Karena katanya jika kamu ingin mengikuti kelas bola basket maka kamu harus tinggal hingga kelas berakhir. Saya juga berpikir bahwa kelas anda juga penting tapi saya tidak bisa melawan pelatih basket tersebut.<br />
Guru: Baiklah, kayaknya kita berdua memiliki persoalan yang serupa. Tapi saya tetap ingin kamu datang kesini tepat waktu. Punya cara tidak supaya kita berdua bisa menemukan solusi yang menguntungkan kedua pihak?<br />
Siswa: Mungkin yang bisa saya lakukan adalah menyuruh Gabriel menuliskan ulang semua instruksi yang ada untuk saya, ketika saya datang, saya akan datang secara diam – diam dan dengan begitu saya atau apa yang sedang diajarkan dan saya tidak akan mengganggu siapapun.<br />
Guru: Kedengarannya bagus itu. Oke saya akan memastikan bahwa Gabriel akan menulis instruksi yang saya berikan dan saya akan berikan waktu untuk itu.<br />
Siswa: Terima kasih Mr. Smith. <br />
<br />
Dapat kita lihat bahwa dalam metode III ini ada sebuah kerjasama antara kedua belah pihak dan bukan kekuatan yang digunakan untuk mencari solusi. dan solusi yang didapatkan tidaklah merugikan guru atau seorang siswa dan tidak ada pula rasa benci atau dendam yang dapat terjadi sebagaimana jika kita menerapkan metode I dan II. Manfaat lain yang didapatkan jika metode III diterapkan adalah bahwa adanya peningkatan motivasi, harga diri siswa karena merasa dihargai, kepercayaan diri yang tinggi, kepedulian, kepercayaan terhadap diri dan guru karena mereka merasa keberadaan mereka dihargai sehingga mereka bisa memikul tanggung jawab yang lebih besar.<br />
<br />
Terapi Kenyataan Metode Glasser<br />
William Glasser, seorang psikiater telah mengembangkan sebuah model manajemen kelas yang menekankan pada ketergantungan sosial dan pemenuhan kebutuhan dan tanggung jawab sosial dalam cara yang lebih realistis.<br />
Model yang diterapkannya didasarkan pada model (Terapi Kenyataan) yang memfokuskan pada pendekatan dan solusi untuk kenakalan remaja. Persoalan mendasarnya ialah bahwa kebutuhan mendasar manusia yang tidak terpenuhi seperti kebutuhan akan cinta dan kasih sayang atau perasaan dihargai.<br />
Kekurangan akan kebutuhan ini bisa menyebabkan manusia teralienasi dan terasing dari kehidupan sekitar karena merasa tidak dihargai dan tidak merasakan cinta dan kasih sayang dari sesamanya. Karena itu metode terapi kenyataan versi Glasser diharapkan mampu menolong mereka yang termasuk ke dalam golongan ini sehingga mereka bisa melihat dunia dengan lebih indah.<br />
<br />
Terapi Kenyataan Di dalam Ruang Kelas<br />
Berikut beberapa strategi yang bisa diterapkan guru melalui metode Terapi Kenyataan untuk mennolong para siswa memenuhi kebutuhan mereka agar bisa mencapai apa yang mereka inginkan.<br />
<br />
Fokus pada tingkah laku kekinian/arus/zaman<br />
Glasser (1972) telah meneliti dan mengamati bahwa ternyata kita manusia cenderung lebih memikirkan bagaimana kita merasa ketimbang bagaimana dan apa yang telah kita lakukan. Karena itu guru harus memfokuskan inti persoalan pada perbaikan sikap dan tingkah laku tanpa menafikkan perasaan seorang siswa.<br />
<br />
Mengevaluasi Tindakan<br />
Siswa akan merasa lebih termotivasi jika mereka tahu apa konsekuensi dan akibat dari tindakan dan tingkah laku yang mereka lakukan terhadap sesama. Dengan cara ini guru bisa melakukan sesuatu latihan agar siswa – siswa yang ada bisa merasakan bagaimana tindakan mereka sebenarnya memberikan efek dan akibat langsung terhadap siswa lainnya.<br />
<br />
Merencanakan Tindakan Yang Lebih Bertanggungjawab<br />
Dengan strategi ini guru menolong siswa untuk merencanakan apa yang ingin mereka lakukan sebelum menerapkannya dalam bentuk tindakan nyata sehingga mereka bisa bersikap lebih bertanggungjawab. Rencana yang diadakan haruslah dalam bentuk perencanaan yang bisa dijalankan dalam langkah – langkah yang mudah dan sederhana agar mereka merasa mudah dalam menerapkannya.<br />
<br />
Komitmen<br />
Sekali mereka telah membuat rencana dan mengembangkannya, maka perlu diajarkan dan dilatih bagaimana mereka bisa menjalankan dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap apa yang mereka telah rencanakan baik dalam bentuk verbal atau non verbal. Jika dalam bentuk tertulis maka harus ada daftar tindakan apa yang akan mereka lakukan sehingga kemudian apa yang mereka lakukan bisa dievaluasi dengan baik.<br />
<br />
Menerima Tanpa Alasan<br />
Tidak ada alasan untuk menerima dalih atau alasan siswa yang gagal dalam menjalankan tugas dan tanggung awab yang diberikan. Karena ketika seorang guru menerima sekali saja alasan mereka maka sebenarnya guru telah melemahkan komitmen mereka untuk bertindak sesuai rencana dan komitmen.<br />
<br />
Tidak Ada Hukuman<br />
Dalam terapi kenyataan hukuman dianggap sebagai sebuah bentuk memunculkan ulang perasaan kegagalan, karena itu sangat dihindari. Jika siswa tersebut gagal, maka mereka dibiarkan saja untuk melalui tahapan – tahapan dalam realita dan mengajarkan mereka untuk menerima konsekuensi dan resiko dari apa yang mereka lakukan ketimbang harus memberi mereka hukuman. Jika kegagalan yang dialami terjadi berkali - kali maka perlu bagi guru untuk mengevaluasi rencana yang telah dibuat karena mungkin saja rencana tersebut diluar kemampuan siswa tersebut.<br />
Baru – baru ini Glasser (1985) telah mengembangkan sebuah pendekatan terapis baru yang berimplikasi terhadap kedisiplinan di sekolah yang disebut sebagai teori kontrol. Teori kontrol menyarankan para siswa untuk mengikuti aturan dan bekerja keras dan cerdas di sekolah untuk bisa memenuhi kebutuhan mereka akan cinta, kasih sayang dan kebebasan. Kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan membuat beragam aktivitas di sekolah seperti diskusi -diskusi dalam kelas, kerja kelompok yang diawasi sekolah, ekstra kurikuler, pembelajaran langsung oleh siswa, serta kompetisi antar sesama siswa di sekolah. Glasser yakin bahwa jika kegiatan atau cara ini diberlakukan dan diterapkan disekolah maka para siswa akan lambat laun merasa termotivasi untuk mengontrol tindakan dan tingkah laku mereka sehingga mereka pun bisa tumbuh menjadi lebih dewasa.<br />
<br />
PENARAPAN DI DALAM KELAS: Menyelenggarakan Pertemuan di Dalam Kelas<br />
Penerapan terapi kenyataan di dalam kelas dapat menciptakan suasana dan keterlibatan di antara sesama siswa dan guru. Ketika para siswa tersebut merasa bahwa mereka terlibat dan dihargai keberadaan mereka dalam setiap kegiatan maka mereka akan sangat mungkin menunjukan ketertarikan dan keterlibatan yang aktif dalam kegiatan yang berlangsung dalam kelas maupun di luar kelas. Sehingga akan tumbuh kepercayaan diri dan kelayakan diri yang tinggi.<br />
Salah satu cara untuk membuat para siswa merasa terlibat adalah dengan mengadakan kegiatan atau pertemuan dalam ruang kelas. Glasser membagi 3 jenis pertemuan:<br />
1. Pertemuan penyelesaian masalah sosial.<br />
2. Pertemuan terbuka dan tertutup<br />
3. Pertemuan diagnosis pendidikan<br />
<br />
Untuk membuat pertemuan atau mengadakan pertemuan dalam ruang kelas, beberapa strategi berikut dapat membantu:<br />
<br />
1. Pertemuan harus diadakan antara murid dan guru dalam bentuk lingkaran<br />
2. Pertemuan yang ada haruslah cukup pendek atau singkat untuk siswa sekolah dasar dan lebih panjang untuk siswa sekolah menengah atas, dan yang paling penting bahwa pertemuan tersebut haruslah diselenggarakan setiap hari atau paling tidak tiap dua hari sekali<br />
3. Seorang guru harus memulai dengan pertemuan terbuka-tertutup untuk memudahkan siswa memahami apa yang ingin diajarkan <br />
4. Seorang guru harus memulai dengan pembukaan atau menanyakan siswa suatu hal yang menarik perhatian mereka<br />
5. Agar siswa merasa bersemangat untuk berdiskusi dan terlibat dalam kegiatan di kelas, seorang guru harus mengatakan kepada mereka bahwa tidak ada jawaban yang benar atau salah dalam diskusi kali ini<br />
6. Adalah penting bagi guru untuk tidak menghakimi secara reaksional apa – apa yang dilontarkan siswa secara kelompok/group<br />
7. Setiap permasalahan yang ada dalam kelompok akan dibawa atau diangkat secara terbuka kedalam diskusi<br />
8. Komentar – komentar atau tanggapan yang berasal dari siswa dapat difarafrasekan ulang oleh guru atau dirangkum ulang oleh guru<br />
9. Seorang guru tidak ditekankan untuk berupaya menyelesaikan masalah yang ada dalam setiap pertemuan. Karena terkadang masalah yang ada begitu kompleks dan tidak bisa diselesaikan secara singkat dan cepat atau mudah.<br />
Glasser menyatakan bahwa persoalan atau permasalahan dalam pertemuan kelas bisa memberikan sebuah gambaran atau format baru dalam rangka penyelesaian masalah sehingga jika suatu saat seorang guru menemui masalah maka bisa dicari jalan keluarnya dengan beberapa strategi yang disebutkan diatas.<br />
Silahkan lihat Palomares dan Ball (1974), Frearn dan Mc Cabe untuk persoalan bagaimana menyelenggarakan diskusi kelompok atau pertemuan secara grup.<br />
<br />
Penjelasan Nilai - Nilai<br />
Sidney Simon telah mengembangkan sebuah program yang disebut penjelasan nilai - nilai yang berdasarkan atau berbasis sebuah dasar pikiran bahwa kebanyakan kaum muda dewasa ini tidak mengenali atau bahkan tidak mempedulikan lagi nilai – nilai yang ada. Dia percaya bahwa para orang – orang muda atau kaum muda tersebut perlu untuk menguji atau melihat kembali nilai – nilai tentang bagaimana mereka melihat hidup dan kehidupan ini serta bagaimana mereka melihat keputusan dan membuat keputusan dalam hidup ini. Simon menganggap dan meyakni bahwa penjelasan nilai – nilai dalam hidup ini tidak tergantung pada nilai – nilai dari seseorang itu sendiri tetapi lebih pada bagaimana dia memberikan nilai kepada kehidupan itu sendiri.<br />
Untuk mewujudkan tujuan menolong siswa menggapai tujuan mereka sendiri dan menjelasksn nilai – nilai yang mereka yakini dan percayai, sang guru harus menyiapkan latihan khusus yang melibatkan para siswa untuk berdiskusi secara aktif di dalam kelas. Simon, Howe, dan Kirchenbaum (1972) telah membuat 79 nilai – nilai yang dirumuskan dan dijabarkan secara detail untuk kemudian dapat digunakan di dalam kelas. <br />
Salah satu latihan yang dia tulis didalam bukunya adalah menolong para siswa tersebut berpikir apa sebenarnya aktivitas dan kegiatan yang mereka senangi dan mereka sukai dan apakah mereka memiliki waktu atau memberikan waktu khusus untuk itu. Untuk anda para guru, kenapa anda tidak mencoba saja apa yang saya jelaskan disini dalam kelas anda? Buatlah daftar 10 hingga 15 hal yang anda sangat nikmati dan peroleh yang dilakukan dalam hidup anda. Tulislah setelah nama kesenangan atau kebahagiaan yang anda temui, tanggal berapa anda alami dan jalani hal itu? Kemudian taruh atau buatlah tanda dolar pada masing – masing aktivitas yang memiliki harga atau nilai lebih dari 5 dollar. Sekarang, lihat daftar yang anda buat tadi sekali lagi dan taruh huruf atau tanda P pada kegiatan atau aktivitas yang biaeanya membutuhkan perencanaan yang matang.<br />
Periksa kembali daftar yang anda buat tersebut, kemudian taruhlah huruf atau tanda S pada kegiatan atau aktivitas yang biasanya melibatkan diri anda bersama orang lain. Jadi kegiatan yang tidak bisa dikerjakan sendiri. Terakhir, taruhlah huruf atau tanda A pada kegiatan atau aktivitas yang anda kerjakan sendiri. Dari gambaran ini, apakah kegiatan atau aktivitas tersebut memberikan penjelasan serta gambaran manusia macam apa anda? Guru yang menggunakan metode ini dapat menggiring para siswa ke dalam diskusi dimana pembagian kelompok didasarkan pada pertanyaan seperti; Kegiatan apa yang memberikan nilai bagi kebanyakan orang/siswa? Kenapa beberapa orang perlu memberikan waktu tertentu untuk menikmati hal – hal yang mereka senangi sedangkan yang lainnya tidak? Kegiatan atau aktivitas apa sebenarnya yang mereka nikmati atau peroleh lakukan? Mengapa mereka nikmat melakukannya? Apakah mereka – para siswa tersebut – merasa bahaw nilai – nilai yang mereka anut akan berubah atau tetap sama? Langkah apa yang dapat diambil untuk merubah atau mengubah kebiasaan individu – individu dalam mengatur waktunya?<br />
Dalam latihan kegiatan lainnya, para guru dapat menggunakan pertanyaan yang tidak lengkap atau belum selesai untuk membangkitkan semangat dan motivasi dalam berdiskusi baik tentang cita – cita mereka, sikap-sikap mereka, perasaan mereka, dan kepercayaan atau keyakinan mereka. Beberapa contoh yang bisa anda gunakan antara lain:<br />
saya ingin…..<br />
ketika saya dewasa….<br />
dalam waktu 10 tahun….<br />
saya akan menjadi….<br />
menurut pendapat saya…..<br />
saya sangat menikmati membaca tentang…..<br />
saya marah ketika……<br />
Pendekatan lain yang mungkin bisa anda lakukan adalah mengambil isu – isu atau topik – topik yang kontroversial dan menempatkan isu – isu atau topik – topik tersebut pada akhir tiap – tiap rangkaian kesatuan kalimat yang dibuat. Guru kemudian menyuruh para siswa tersebut untuk menandai posisi mereka pada kalimat yang mereka buat dan mendiskusikan alasan – alasan yang mereka pilih. Kegiatan ini sangat berguna dalam mendiskusikan isu – isu atau topik – topik yang berhubungan dengan masalah seksual, narkoba, ataupun isu – isu atau topik – topik yang disukai para siswa. Meskipun teknik penjelasan nilai – nilai telah lama digunakan didalam sekolah semenjak berabad – abad yang lalu, kritik tentang pendekatan ini tetap ada dan timbul dari masa ke masa khususnya pada masalah etis dan pelaksanaan aktivitas ini (yaitu dengan cara mengkomunikasikan ke siswa bahwa tidak ada satu pun nilai yang mereka pahami lebih baik dari pada siswa lainnya, yang berarti semua nilai yang mereka anut itu benar dan sah – sah saja).<br />
Banyak pendidik percaya bahwa sangatlah penting untuk mengajarkan siswa sistem nilai – nilai baik moral maupun agama. Sebagai contoh, pada kelompok yang berdebat atau mendiskusikan tentang aborsi tentu ada yang pro dan kontra tetapi kedua-duanya sama-sama menyatakan bahwa mereka menaruh perhatian utama pada kelangsungan hidup sang bayi. Karena itu nilai – nilai yang sama dapat digunakan untuk mengukur atau menilai topik atau isu yang kontroversial sekalipun. Dalam kasus ini, membangun nilai – nilai yang ada tidak menjamin bawa para siswa tersebut juga akan bertingkah laku menurut nilai – nilai yang mereka anut – sebuah tujuan dari penjelasan nilai kepada siswa – (Hersh, Miller, & Fielding, 1980)<br />
Apa yang terjadi jika sebagai misal, sang guru memiliki aturan yang berlaku tentang menyontek itu tidak baik dan tidak etis tetapi pada saat yang sama sejumlah siswa atau mungkin kebanyakan siswa memiliki pandangan yang berbeda bahwa menyontek itu baik dan bisa dilakukan ketika ujian berlangsung? Apakah sang guru akan menerima system nilai dari para siswa ini atau memberitahukan mereka secara pasti bahwa mereka harus mengikuti system nilai yang telah dibangun guru tersebut? Apakah sang guru akan membatasi ruang lingkup diskusi tentang nilai – nilai tersebut atau memberikan larangan dan ancaman apabila mereka tidak menjalankan system nilai yang diya.kini oleh guru tersebut?<br />
Isu atau topik lain yang penting adalah bahwa apakah para siswa bisa mendiskusikan apa yang sebenarnya mereka rasakan atau membuat pernyataan yang secara sosial dapat diterima oleh sesama teman dalam kelompok mereka. Namun banyak kritikan yang kemudian muncul yang mempertanyakan apakah para siswa tersebut benar – benar mengeksplorasi system nilai yang dibangun secara mendalam ataukah hanya untuk membuat klarifikasi dan pembenaran terhadap nilai – nilai yang mereka anut sendiri selama ini.<br />
Pelatihan Keahlian Sosial<br />
Salah satu tujuan terpenting dari pendidikan bagi kemanusiaan adalah untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bersosialisasi baik secara personal maupun secara interpersonal. Terdapat sejumlah bukti-bukti bahwa tindakan atau sikap sosial yang rendah dapat mempengaruhi prestasi akademik mereka, dan berujung kemudian pada kesulitan penyesuaian secara psikologis dengan kelompok sosial tertentu (cartledge & Milburn, 1978). Hops dan Cobb (1973) mendefenisikan keahlian sosial dalam lingkup sosial sebagai hal yang bisa berhubungan dengan tugas yang dijalankan atau berhubungan dengan personal seseorang, yang pertama meliputi tindakan atau tingkah laku yang berkaitan dengan keberadaan, pemberian tugas yang ada secara konsisten dan regular, dan pemenuhan apa yang dibutuhkan guru, sedangkan yang kedua meliputi tindakan menolong, berbagi, menyapa orang lain, dan pembatasan dan pembiasaan untuk tidak bertindak agresif.<br />
Banyak strategi dan teknik yang telah dilakukan untuk melatih para siswa keahlian sosial dalam rangka meningkatkan skill atau kemampuan beradaptasi secara sosial kemasyrakatan. Strategi ini bertujuan untuk melatih para siswa keahlian dan kemampuan interpersonal yang lebih baik dan tindakan yang lebih dewasa secara sosial utamanya dalam hal – hal yang dilakukan di dalam kelas. Strategi ini diambil dari berbagai macam teknik mulai dari strategi atau metode behavioral, kognitif, psikologi humanistik, dan banyak lagi strategi atau metode lainnya yang telah disinggung dan dibahas sebelumnya pada bab – bab yang terdahulu.<br />
Strategi atau metode berikut ini acapkali digunakan dalam pelatihan atau training – training membangun kecakapan sosial (social skills):<br />
Menyuruh siswa untuk mencontohi pola tindakan orang lain sebagai sebuah bentuk dari kontrol diri, berbagi dan kerjasama.<br />
Memberikan para siswa kesempatan untuk praktek atau simulasi tindakan dan tingka laku yang etis dan baik secara social.<br />
Menggunakan penegasan positif untuk mengajarkan para siswa tersebut kecakapan – kecakapan sosial yang baru dan untuk mempertahankan frekuensi kecakapan atau keahlian agar dapat bertahan lama<br />
Menggunakan pola pendekatan modifikasi tindakan kognitif seperti pelatihan yang diinstruksikan sendiri untuk menekankan pembangunan dan pengembangan keahlian berpikir spesifik (pernyataan diri) agar bisa membimbing mereka dalam kehidupan sosial nyata nantinya.<br />
Teknik kognitif lainnya yang bisa digunakan mengajarkan para siswa tersebut untuk mengenali masalah dan situasi dan untuk berhenti sejenak dan berpikir sebelum mereka bertindak. Intinya adalah para siswa tersebut diajarkan untuk lebih melawan dan mendidik diri mereka untuk menghindari hal – hal atau kecenderungan untuk berbuat negatif dan membentuk mereka untuk lebih bisa melihat sesuatu secara positif dan lebih bisa berpikir secara profuktif dan positif yang akan kemudian membentuk mereka dengan kebiasaan positif khususnya dalam hal menghadapi masalah. (Bash dan Camp, 1980) contohnya seperti “apa masalahnya?” “apa rencana saya?” “apakah saya menggunakan rencana saya?” dan “bagaimana saya bisa melaksanakannya?”<br />
Bagi para guru adalah penting untuk mengingat dan memahami sejumlah kecakapan dan keahlian sosial yang dibutuhkan siswa sebelum melatih mereka dalam ruang kelas. Bahwa pertama, memilih dan menentukan kecapakan dan keahlian tertentu yang memang benar – benar dibutuhkan dalam lingkungan sosial siswa nantinya setelah mereka selesai sekolah. Ini untuk memastikan bahwa tindakan dan tingkah laku yang baru mereka kembangkan bisa diterima oleh orang lain khususnya orang tua dan lingkungan dimana mereka berada. Kedua, pastikan bahwa anda memilih jenis pelatihan yang memang benar – benar sesuai dengan level kemampuan dan keahlian siswa. Sebagai contoh, jangan menyuruh siswa yang masih terlalu kecil atau muda untuk membuat dan terlibat dalam kegiatan yang membutuhkan tingkat penalaran dan logika berpikir yang tinggi yang berhubungan dengan masalah sosial. Akhirnya, ketika anda para guru ingin mengajarkan siswa anda kecapakan atau keahlian baru seperti menunggu giliran atau belajar antri misalnya, maka anda diharapkan bisa mengajari mereka secara sabar dan dengan berbagai macam cara agar mereka bisa bertingkah laku dan menerapkannya secara lebih baik (baik dirumah, playgroup atau di sekolah) sebagai akibatnya, rencana untuk mempraktekkan keahlian dan kecapakan dalam berbagai macam situasi dan kondisi dan dengan berbagai macam orang bisa dipenuhi sehingga pada gilirannya nanti skill ini bisa diterapkan dimana saja.<br />
Isu atau topik ini adalah sentral dan krusial dalam semua program pengajaran tingkah laku. Kegiatan atau aktivitas berikutnya yang bisa dilakukan di dalam kelas adalah menggunakan 5 langkah pembangunan kecapakan atau keahlian sosial yang dikembangkan oleh McGinnis dkk (1984) untuk siswa sekolah dasar yang dinamakan sebagai penanaman skill.<br />
APLIKASI DI DALAM RUANG KELAS: Meningkatkan Kecapakan Dan Keahlian Siswa<br />
5 langkah kecakapan yang dibutuhkan dalam membangun pola tindakan dan keahlian sosial adalah sebagai berikut:<br />
1. Modeling (Memberikan Contoh)<br />
2. Simulasi (Role Play)<br />
3. Umpan Balik Hasil Kerja<br />
4. Praktek<br />
5. Penguatan<br />
Sebagai contoh, mari kita lihat bagaimana langkah – langkah ini bekerja dalam mengajarkan keahlian “Bagaimana Menahan Kemarahan”<br />
MODELING (Memberikan Contoh)<br />
Langkah pertama bagaimana mengajarkan para siswa tersebut bagaimana menahan kemarahan adalah dengan menjadi contoh terlebih dahulu bagaimana berhubungan menahan kemarahan itu sendiri atau kita sebagai guru harus bisa memberikan contoh yang baik terlebih dahulu. Contoh konkret dalam penerapan masalah ini adalah dengan melakukan langkah – langkah sebagai berikut:<br />
1. Stop dan hitung 1 hingga 10<br />
2. Pikirkan tentang pilihan – pilihan yang anda buat. Saya bisa memberitahukan orang tersebut bahwa saya marah, saya bisa pulang saja dan mencoba untuk istrahat dan santai tanpa perlu merasa marah.<br />
3. Bertindaklah menurut pilihan terbaik anda.<br />
SIMULASI (Role Play)<br />
Setelah anda telah memodel atau memberi contoh langkah – langkah penerapan skill di atas, para siswa harus mempraktekan langkah – langka tersebut dalam bentuk simulasi. Ini bisa mereka lakukan dengan mengadakan simulasi yang relevan dengan tugas yang diberikan. Sebagai contoh, mereka bisa melakukan simulasi menahan kemarahan dengan bermain game yaitu ketika mereka kalah.<br />
UMPAN BALIK HASIL KERJA<br />
Ketika para siswa tersebut telah selesai melakukan simulasi atau role play, adalah sangat penting bagi guru untuk memberikan umpan balik hasil kerja mereka. Umpan balik haruslah lebih spesifik, fokus pada ketepatan hasil kerja mereka misalnya apakah semua simulasi yang dilakukan sudah benar atau masih ada yang kurang? Apakah bahasa tubuh mereka sudah tepat dan sebagainya. Pastikan juga agar anda memberikan pujian bagi mereka yang berpenampilan terbaik. Hal ini bisa memberikan motivasi pada mereka untuk lebih bisa melakukan hal ini dalam kehiduan nyata. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
Tugas Kelompok : Landasan Pendidikan Biologi<br />
Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Patta Bundu, M.Ed<br />
<br />
<br />
TERJEMAHAN <br />
MODEL PEMBELAJARAN DAN CARA PENERAPANNYA<br />
<br />
<br />
Oleh :<br />
Kelompok I<br />
Kelas A<br />
<br />
Kamrianti Ramli, S.Pd : 10B13006<br />
Nurfathurrahmah, S.Pd : 10B13014<br />
Ulfa Triyani A.Latif, S.Si : 10B13017<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
PROGRAM PASCASARJANA <br />
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI<br />
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR<br />
2011SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-26719949511253272142011-03-18T02:05:00.001-07:002011-03-18T02:05:51.801-07:00Enzim<b>Enzim Virus</b><br />
Virus dapat melakukan proses metabolisme jika berada di dalam sel inangnya. Akan tetapi, beberapa virus memiliki polimerase asam nukleat yang berfungsi mentranskrip asam nukleatnya menjadi mRNA manakala proses infeksi dimulai. Pada virus RNA misalnya Retrovirus memiliki enzim reserve transcriptase yang berfungsi menerjemahkan informasi dari RNA menjadi DNA.<br />
<b>Tahap perkembangbiakan virus</b><br />
1. Terjadinya interaksi antara inang dan virus. Proses interaksi terjadi jika terdapat reseptor pada permukaan sel inang. Reseptor ini berupa protein, polisakarida, dan kompleks lipoprotein polisakarida yang berfungsi sebagai tempat pencantelan virus. Namun, jika tidak terdapat reseptor tersebut, virus tidak dapat menginfeksi inangnya. Demikian pula bila sisi reseptor itu berubah, maka sel inang menjadi resisten terhadap infeksi virus. Namun virus mengalami mutasi, sehingga inang-inang yang resisten tersebut dapat terinfeksi.<br />
Contoh reseptor phage berupa pili atau flagella, reseptor virus influenza berupa glikoprotein yang terdapat pada sel darah merah dan sel-sel membran mukosa hewan, dan poliovirus berupa lipoprotein permukaan sel. Akan tetapi virus yang tidak memiliki sisi pencantelan, virus akan masuk secara fagositosis atau endositosis.<br />
2. Terjadinya proses penetrasi yaitu pembuatan lubang kecil pada dinding sel bakteri sehingga virus dapat memasukkan asam nukleatnya dengan bantuan enzim, misalnya lisozim yang menginfeksi beberapa bakteri.<br />
3. Selanjutnya proses sintesis protein dan asam nukleat dirakit seiring dengan proses replikasi asam nukleat sel inang. <br />
4. Setelah terbentuk bakteriofage baru, sel inang pecah dan fage-fage baru dilepaskan. Selanjutnya fage-fage baru tersebut mencari inang baru untuk memulai siklus hidupnya kembali. Fage-fage baru yang akan keluar dari sel inang mengandung enzim Neurominadase yang memecah ikatan glikosida pada glikoprotein dan glikolipid pada jaringan konektif sel-sel hewan.<br />
<b>Prion</b><br />
Prion (Proteinaceous infectious particle) merupakan suatu partikel protein yang dapat menginfeksi. Tubuhnya hanya terdiri dari 100% protein tanpa asam nukleat. Prion bereplikasi dengan pengkodean gen (asam nukleat) pada kromosom inang atau kata lainnya terjadi karena modifikasi protein inang selama atau setelah protein itu disintesis. Jika terjadi kontak dengan prion maka akan mengalami misfolded (kesalahan pelipatan). Prion tidak mudah dipotong oleh enzim protease, sehingga gen inang yang normal dapat memproduksi sejumlah copy protein patogen sendiri. Prion dapat menyebabkan berbagai macam penyakit, misalnya Bovine Spongiform Encephalopaty (BSE) pada ternak atau Mad Cow diseases, Scarpie pada kambing, Kuru dan Crentzfeld-Jacob diseases pada manusia, dan BSE pada ternak dapat menginfeksi manusia mengakibatkan berbagai variasi penyakit CJD. <b><br />
Viroid</b><br />
Viroid merupakan molekul RNA kecil yang tidak mengkode protein, telanjang tanpa selubung protein. Viroid terdiri dari molekul RNAQ heliks tunggal (ss), berbentuk cincin tertutup dengan panjang rantai lebih kurang 360 nukleotida (massa relatif partikel 12 x 104), struktur viroid menyerupai untai ganda melalui pasangan basa antaruntai, dan memiliki bentuk sama ketika ekstraseluler dan intraseluler. Viroid adalah agen penginfeksi penyebab penyakit pada berbagai tumbuhan, misalnya pada kentang, pohon jeruk, mentimun, krisan, pohon kelapa.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-31094264540887852202011-03-15T07:14:00.001-07:002011-03-15T07:14:53.389-07:00PakemPENDAHULUAN<br />
<br />
Proses Pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang dilaksanakan oleh guru biologi, dalam menyampaikan materi yang diajarkan kepada siswa dalam suatu lembaga pendidikan agar dapat mempengaruhi cara siswa mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Tujuan pendidikan pada dasarnya mengajak para peserta didik menuju pada perubahan tingkah laku baik intelektual, moral maupun sosial. Dalam mencapai tujuan tersebut berinteraksi dengan lingkungan belajar yang diatur oleh guru melalui proses pembelajaran. Seperti yang tercantum dalam pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional (2005:15) yaitu:<br />
Fungsi tujuan nasional yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.<br />
Mengacu pada tujuan pendidikan nasional maka dengan sendirinya guru biologi dituntut untuk dapat mengembangkan potensi anak didik dengan memperhatikan materi apa yang terkandung pada mata pelajaran yang akan diajarkannya karena dengan begitu maka seorang guru mampu memberikan yang terbaik bagi siswanya.<br />
Seiring dengan perkembangan zaman serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka guru dituntut untuk terus mengadakan pembaharuan disegala lini kehidupan. Terutama yang bersentuhan langsung dengan kemajuan ilmu pengetahuan, dimana dalam sistem yang ada di dalam pendidikan harus terus mengadakan perubahan kearah yang positif. Berbagai teknik pembelajaran, baik itu metode, pendekatan, maupun tata cara atau aturan dalam pembelajaran banyak dirancang untuk menghasilkan transfer ilmu pengetahuan dari guru ke siswa yang lebih optimal. Terkhusus Metode Pembelajaran Aktif Kretif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM), di mana Hakikat pembelajaran sebenarnya adalah memberi rasa nyaman dan betah siswa (anak didik) dalam menerima pelajaran. Sesuai dengan PP No. 19 tahun 2005 Bab IV Pasal 19 ayat 1 menyatakan bahwa ”Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi aktif serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, keatifitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.” Hal tersebut merupakan dasar bahwa guru perlu menyelenggarakan pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAKEM). Sehingga dalam makalah ini akan memfokuskan pembahasan mengenai “Implementasi Metode Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif Dan Menyenangkan Pada Mata Pelajaran Biologi”.<br />
<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
1. Belajar dan Mengajar<br />
Belajar secara umum dapat diartikan sebagai perubahan, contohnya dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu, dari tidak mau menjadi mau, dan lain sebagainya. Namun demikian tidak semua perubahan pasti merupakan peristiwa belajar. Sedangkan yang dimaksud perubahan dalam belajar adalah perubahan yang relatif, konstan, dan berbekas. Relatif artinya ada kalanya suatu hasil belajar ditiadakan atau dihapus dan digantii dengan yang baru, dan ada kemungkinan suatu saat hasil belajar terlupakan. Hal ini tergantung dari kebutuhan belajar saat itu, karena belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan. Dengan demikian relatif tersebut dalam arti tergantung dari perubahan lingkungan. Konstan dan berbekas maksudnya bahwa perubahan dalam belajar harus menjadi milik pribadi, artinya perubahan itu akan bertahan lama, sehingga bila digunakan akan segera dapat direproduksi (zaifbio,2009).<br />
Mengajar adalah aktivitas kompleks yang dilakukan guru dalam menyampaikan pengetahuan kepada siswa, sehingga terjadi proses belajar. Aktivitas kompleks yang dimaksud antara lain adalah (1) mengatur kegiatan belajar siswa, (2) memanfaatkan lingkungan, baik ada di kelas maupun yang ada di luar kelas, dan (3) memberikan stimulus, bimbingan pengarahan, dan dorongan kepada siswa (Rastodio, 2009).<br />
2. Definisi Pakem<br />
PAKEM adalah singkatan dari pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Dalam PAKEM, semua siswa dikondisikan untuk terlibat langsung secara aktif dalam semua kegiatan pembelajaran. Dengan kondisi ini, siswa dituntut kemandiriannya untuk mengalami sendiri objek dan peristiwa yang dipelajari sambil berinteraksi, berkomunikasi, dan melakukan refleksi dalam setiap kegiatan pembelajaran. Tanggung jawab belajar ada pada pundak siswa dan peran guru hanya sebatas ‘learning facilitator’ (pemerakarsa kondisi belajar).<br />
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kita belajar 10% dari yang kita baca, 20% dari yang kita dengar, 30% dari yang kita lihat, 50% dari yang kita lihat dan dengar, 70% dari yang kita ucapkan, dan 90% dari yang kita ucapkan dan kerjakan serta 95% dari apa yang kita ajarkan kepada orang lain (Dryden & Voss, 2000) dalam (Anonim, 2010). Artinya belajar paling efektif jika dilakukan secara aktif oleh individu tersebut.<br />
Keaktifan merupakan keharusan dalam belajar, karena belajar merupakan kegiatan individu yang belajar. Untuk itu guru biologi harus memberi kesempatan pada siswa supaya aktif dalam pembelajaran. Cara-cara guru untuk memberi kesempatan aktif siswa antara lain dengan serangkaian proses sebagai berikut: (a) menggunakan multimetode dan multimedia, (b) memberi tugas secara individual atau kelompok, (c) memberi kesempatan pada siswa melaksanakan eksperimen atau memecahkan masalah, (d) memberi tugas untuk membaca bahan dan mencari hal-hal yang penting dari bahan bacaan, (e) mengadakan tanya jawab dan diskusi (Zaifbio, 2009).<br />
Kreatif dimaksudkan sebagai penghasil karya baru sebagai hasil pemikiran sendiri atau kelompok. Karya-karya ini dapat berbentuk tulisan, gambar, grafik, charta, table, atau metode tiga dimensi. Untuk beberapa siswa mungkin mengalami kesulitan untuk menghasilkan karya nyata namun anak-anak ini hanya dapat menghasilkan karya dalam bentuk gagasan, pendapat, dan ucapan. Pada tahap awal, karya ini dapat berbentuk tiruan dan pada tahap lanjutan, karya tiruan ini dapat dimodifikasi sesuai keperluan atau menghasilkan karya yang sama sekali baru, hasil pemikiran orisinal. Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) juga dirancang untuk mampu mengembangkan kreativitas. Pembelajaran haruslah memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, inisiatif, dan kreativitas serta kemandirian siswa sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologisnya. Kemandirian dan kemampuan pemecahan masalah merupakan tujuan yang ingin dicapai oleh semua bentuk pembelajaran. Dengan dua bekal itu setiap orang akan mampu belajar sepanjang hidupnya. Ciri seorang pembelajar yang mandiri adalah:<br />
a. mampu secara cermat mendiagnosis situasi pembelajaran tertentu yang sedang dihadapinya.<br />
b. mampu memilih strategi belajar tertentu untuk menyelesaikan masalah belajarnya.<br />
c. memonitor keefektivan strategi tersebut<br />
d. termotivasi untuk terlibat dalam situasi belajar tersebut sampai masalahnya terselesaikan<br />
Efektif dimaksudkan sebagai efektifitas pencapaian tujuan pembelajaran. Setiap kegiatan pembelajaran senantiasa diarahkan pada pencapaian kompetensi-kompetensi tertentu sehingga keberhasilan kegiatan pembelajaran didasarkan pada seberapa jauh tujuan pembelajaran dicapai. Yang terakhir, makna menyenangkan dimaksudkan agar setiap kegiatan pembelajaran diarahkan pada kegiatan yang menyenangkan yang melibatkan semua siswa seperti permainan (game), brainstorming (urun gagasan), brainwriting (urun tulisan), bermain peran, dan kegiatan menyenangkan lainnya. Prinsip ini sesuai dengan peran pedagogis bahwa belajar dalam suasana senang. Jadi berdasarkan pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (PAKEM) adalah salah bentuk metode mengajar yang didalamnya terdapat pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan. Melalui kegiatan pembelajaran yang bersifat interaksif, siswa dapat berpikir lebih banyak untuk dirinya sendiri, dan memperoleh keterampilan, pengetahuan, dan sikap untuk persiapan kehidupan masa depannya (Anonim, 2010).<br />
Pembelajaran menyenangkan yang dilaksanakan haruslah dilakukan dengan tetap memperhatikan suasana belajar yang menyenangkan. Dryden dan Voss (2000) mengatakan bahwa belajar akan efektif jika suasana pembelajarannya menyenangkan. Seseorang yang secara aktif mengkonstruksi pengetahuannya memerlukan dukungan suasana dan fasilitas belajar yang maksimal. Suasana yang menyenangkan dan tidak diikuti suasana tegang sangat baik untuk membangkitkan motivasi untuk belajar. Anak-anak pada dasarnya belajar paling efektif pada saat mereka sedang bermain atau melakukan sesuatu yang mengasyikkan. Menurut penelitian, anak-anak menjadi berminat untuk belajar jika topik yang dibahas sedapat mungkin dihubungkan dengan pengalaman mereka dan disesuaikan dengan alam berpikir mereka. Yang dimaksudkan adalah bahwa pokok bahasannya dikaitkan dengan pengalaman siswa sehari-hari dan disesuaikan dengan dunia mereka dan bukan dunia guru sebagai orang dewasa. Apa lagi jika disesuaikan dengan kebiasaan mereka dalam belajar (Anonim, 2010).<br />
3. Hal-hal yang perlu di perhatikan dalam Implementasi PAKEM<br />
1. Memahami sifat yang dimiliki anak <br />
Pada dasarnya anak memiliki sifat rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia selama mereka normal terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud (Sudrajat, 2008).<br />
2. Mengenal anak secara perorangan <br />
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.<br />
3. Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar <br />
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang (Sudrajat, 2008).<br />
4. Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah <br />
Menurut Sudrajat (2008), pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).<br />
5. Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik<br />
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam pembelajaran karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah (Sudrajat, 2008).<br />
6. Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar <br />
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram (Sudrajat, 2008).<br />
7. Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar<br />
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka (Sudrajat, 2008).<br />
<br />
8. Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental <br />
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan’ (Sudrajat, 2008).SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-72671325133260503642011-03-13T08:19:00.000-07:002011-03-13T08:19:39.844-07:00Virusvirus hanya memiliki kapsid atau protein, salah satu asam nukleat saja, sehingga virus dikatakan bukan makhluk hidup. Virus itu partikel, karena hanya dapat mereplikasi jika berada di dalam inang. Inangnya pun spesifik. Virus ada yang berselubung dan tidak berselubung. Virus berselubung (envelope) terdiri dari lipida dan tonjolan protein. Contohnya Herpes virus (cacar api) dan Mumps virus (bengkak babi). Virus tidak berselubung ada yang berbentuk ikosahedron, ditemukan pada Papilloma virus (gondongan) dan TMV.<br />
Taksonomi virus berdasar pada adanya asam nukleat (DNA atau RNA), ss dan ds, tipe kapsid (helikal atau ikosahedral), spesifik inang, dan berdasar selubung.<br />
Virus menyerang jika terdapat reseptor dan kondisi yang permisif pada calon penderita. Virus juga memiliki bilayer lipid sehingga dapat mencantel lalu memasukkan asam nukleatnya. ketika inang DNA bereplikasi, DNA virus juga ikut. <b><br />
Virus litik dan Lisogenik</b><br />
Virus litik : pertama kali melakukan penetrasi, memasukkan DNA, DNA bereplikasi, melakukan transkripsi dan translasi, terbentuklah virus, dan lisis (keluar dari sel inang). inangnya pun mati.<br />
Virus Lisogenik : Pertama kali melakukan penetrasi, memasukkan DNA, replikasi, dan lisogenik. Virus lisogenik dapat menjadi litik ketika ada induksi dan kekebalan tubuh tidak optimal.<br />
Asam nukleat itu pendek karena hanya menyandi kapsid, sehingga dapat bermutasi. Dalam asam nukleat juga terdapat onkogen yang menyandikan ovium (zat pengatur tumbuh) sehingga jika sel kanker membelah terus menerus.Zat pengatur tumbuh ini membutuhkan nutrisi banyak, sehingga penderita kurus.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-3651893924307959822011-03-13T07:58:00.001-07:002011-03-13T07:58:14.636-07:00PertanyaanPertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup memiliki perbedaan, yakni pertanyaan tertutup membutuhkan jawaban yang pasti, sehingga dapat digunakan pada tipe soal essay dan pilihan ganda. Sedangkan pertanyaan terbuka membutuhkan jawaban lebih dari satu, misalnya kenapa terjadi gempa dan tsunami di jepang?. Otomatis pertanyaan terbuka ini menghasilkan banyak jawaban dari tiap individu. Pertanyaan terbuka juga hanya diterapkan pada kelas tingkat tinggi yang memerlukan analisis.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-58879627842366081772011-03-06T07:57:00.000-08:002011-03-06T07:57:42.399-08:00Asking StudentsAre students afraid to ask?. of course yes, if students are faced with teachers who like angry and authoritarian. To cultivate the courage to ask students to the methods of learning fun. by Ambarwati that the use of emotional social approach to grow the courage students to ask questions. Socio-emotional approach can be given to students to create questions in writing, reading questions, train and give verbal reinforcement. According to Widodo that with the use of snowball-throwing methods to motivate students to ask questions. other than that of balanced correlation between learning climate and willingness of students to ask questions.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-57956130794339168722011-03-05T23:36:00.000-08:002011-03-05T23:36:11.389-08:00Replikasi DNA Untai TunggalBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
<br />
Kajian biologi berupa makhluk hidup yang mencakup berbagai tingkat organisasi kehidupan. Biologi merupakan anggota kelompok ilmu murni. Biologi sebagai ilmu murni sangat berperan dalam pengembangan ilmu terapan. Biologi mengalami perkembangan sangat pesat menjadi cabang-cabang ilmu yang khusus mempelajari sesuatu yang khas. Cabang biologi berdasarkan objek studi salah satu contohnya adalah virologi. <br />
Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus, mikroorganisme yang dapat membahayakan. Virus merupakan mikroorganisme yang begitu kecil sehingga dapat terlihat pada perbesaran yang disediakan oleh mikroskop electron. Virus dapat melewati pori-pori saringan yang tidak dapat dilewati oleh bakteri. Virus juga memperbanyak diri hanya di dalam sel inang (sel hewan, mikroorganisme dan sel tumbuhan). <br />
Virus berasal dari bahasa latin yang berarti racun atau bisa. Virus hanya dapat berkembangbiak pada hewan, tanaman, dan sel mikrobia. Sehingga virus dikatakan sebagai parasit intraseluler obligat. Menurut Lwooff Horne & Tournier (1966) dalam Ali (2005:85-86) virus memiliki sifat-sifat khusus yaitu hanya memiliki bahan genetik asam ribonukleat (RNA) atau asam deoksiribonukleat (DNA), strukturnya relatif sederhana, mengadakan reproduksi hanya dalam sel hidup (inang) di dalam nukleus (menggandakan diri secara bebas terhadap kromosom sel inang), tidak mempunyai informasi genetik sistem Lipman untuk sintesis energi, virus baru dibentuk dengan suatu proses biosintesis majemuk yang dimulai dengan pemecahan suatu partikel virus infektif menjadi lapisan pelindung dan komponen asam nukleat infektif, dan virus mendapat selubung luar yang mengandung lipid protein dan bahan-bahan lain berasal dari sel inang. Replikasi suatu DNA genom virus dapat terjadi melalui banyak cara.<br />
Replikasi adalah suatu mekanisme yang berlangsung di dalam sel yang dilakukan untuk proses perbanyakan sel. Agar tidak terjadi perbedaan komposisi genetic antara sel induk dengan sel anakannya, maka proses replikasi harus dilakukan seteliti mungkin. Ketelitian proses replikasi dintentukan oleh aktivitas DNA polimerase III dan DNA polimerase I yang mempunyai sistem koreksi pembacaan (proof-reading). <br />
Alam ini memiliki jasad yang mempunyai genom berupa molekul DNA untai tunggal (single-stranded), bahkan berupa molekul RNA. Dalam makalah ini akan membahas mekanisme replikasi DNA beruntai tunggal. <br />
B. Rumusan Masalah<br />
Adapun permasalahan dalam makalah ini yaitu bagaimanakah replikasi DNA untai tunggal.<br />
C. Tujuan<br />
Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu mengetahui replikasi DNA untai tunggal.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
1. Bakteriofage<br />
Bakteriofage berasal dari kata bacteria dan phagus (bahasa Yunani). Dari asal kata tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa bakteriofage merupakan virus yang menyerang bakteri. Bakteriofage memiliki 2 macam cara untuk mereplikasikan dirinya, yaitu daur litik dan daur lisogenik. Replikasi tersebut baru dapat dilakukan ketika virus ini telah masuk ke dalam sel inangnya (bakteri). Bakteriofage termasuk ke dalam ordo Caudovirales. Salah satu contoh bakteriofage adalah T4 virus yang menyerang bakteri Eschericia coli. E. coli merupakan bakteri yang hidup pada saluran pencernaan manusia (Wikipedia, 2011).<br />
Bakteriofage memiliki sebuah inti asam nukleat dikelilingi oleh selubung protein atau kapsid. Kapsid tersusun dari subunit-subunit morfologis yang disebut kapsomer. Kapsomer terdiri dari sejumlah subunit atau molekul protein yang disebut protomer. Fage mempunyai simetri kubus atau helical. Fage kubus adalah benda padat teratur, sedangkan fage helical berbentuk batang. Pada umumnya bakteriofage kepalanya polyhedral tetapi ekornya berbentuk batang (Pelczar dan Chan, 1986:271). <br />
2. Virus Untai Tunggal<br />
Virus yang beruntai tunggal memiliki sebuah kepala tanpa ekor, kepalanya tersusun dari kapsomer-kapsomer besar, dan ada yang memiliki filamen. Kelompok virus tertentu yang termasuk untai tunggal adalah H-1 parvovirus dan ϕχ174. Inang H-1 parvovirus adalah hewan, memiliki struktur linear, jumlah molekul 1, dan berukuran 5.176 b. Inang ϕχ174 adalah bakteri, memiliki struktur lingkar, jumlah molekul 1, dan berukuran 5.386 b (Ali, 2005:91). <br />
<br />
Virus ϕχ174 adalah virus yang menginfeksi bakteri (sehingga disebut sebagai bakteriofage). Virus ini berukuran kecil dan berbentuk ikosahedral. Genomnya berupa molekul untai tunggal berbentuk lingkar yang tersusun atas 5.386 nukleotida. Genom virus ini hanya mengkode 11 protein, tetapi mengandung gen-gen yang tumpang tindih (overlapping genes). Replikasi genom virus ini tergantung pada sistem replikasi sel inangnya yaitu bakteri E.coli (Yuwono, 2005:125).<br />
Inisiasi Replikasi pada Virus ϕχ174<br />
DNA fage ϕχ174 berbentuk bundar baik pada sel virion maupun sel inangnya. Bakteriofage ini mempunyai 11 gen. Inisiasi replikasi pada virus ϕχ174 merupakan tipe sistem ФX. Pada system DNA ϕχ174 kompleks primosom terkumpul pada suatu titik yang disebut sebagai primosome assembly site (pas). Daerah pas ini dikenali oleh protein PriA yang mempunyai aktivitas ganda, yaitu sebagai helikase dan dapat menyingkirkan SSB. Kemampuan ganda PriA semacam ini bersifat unik karena hanya diperlukan dalam system inisiasi ФX. Protein PriA, PriB, dan PriC tidak diperlukan dalam inisiasi replikasi DNA dengan system oriC (Yuwono, 2005:109).<br />
Replikasi DNA ϕχ174, peranan protein DnaB sangat penting dan tidak dapat digantikan, sementara protein-protein lainnya dapat dihilangkan. Hal ini dibuktikan oleh Kornberg dan kawan-kawan yang menunjukkan bahwa DNA untai-tunggal ϕχ174 dapat direplikasikan menjadi untai-ganda hanya oleh dua macam protein, yaitu holoenzim DNA polymerase III dan protein DnaB. Akan tetapi, jika terdapat protein SSB, maka untuk inisiasi replikasi diperlukan protein-protein lainnya yaitu DnaC, DnaT, PriA, PriB, dan Pric. Protein DnaB merupakan komponen sentral pada inisiasi replikasi dengan sistem ϕχ maupun system oriC dan akan membentuk suatu kompleks dengan DnaC. Kompleks primosom ϕχ174 terbentuk dengan diawali oleh pengenalan sisi pas oleh PriA. Protein PriB dan PriC juga melekat pada daerah pas pada awal proses inisiasi. Berikutnya, DnaB dan DnaC membentuk suatu kompleks, dengan dibantu oleh ATP. Kompleks ini bersama-sama dengan DnaT membentuk preprimosom. Akhirnya, primase melekat pada preprimosom dan membentuk primosom (Yuwono, 2005:109).<br />
Primosom ϕχ174 dapat berpindah dari satu titik ke titik lain selama proses replikasi dan dapat menyintesis primer berulang-ulang sewaktu bergerak sepanjang DNA virus yang terbuka. Hal ini berbeda dengan sifat primase (atau RNA primase), yang digunakan untuk sintesis primer, karena primase hanya menginisiasi sintesis DNA pada satu titik yaitu titik awal replikasi (ori).<br />
Primase adalah enzim yang sesungguhnya melakukan proses pengawalan reaksi atau inisiasi replikasi DNA. Enzim ini, baik pada system ФX maupun system oriC, dikode oleh gen dnaG. Primase merupakan polipeptida tunggal dengan ukuran 60 kDa. Enzim ini pada dasarnya adalah RNA polimerase yang digunakan secara khusus untuk menyintesis RNA primer yang diperlukan dalam replikasi DNA. Primase membentuk asosiasi sementara dengan primosom dan diaktifkan oleh protein DnaB untuk menginisiasi sintesis primer. Ukuran primer berkisar antara 15-50 nukleotida. Primase menyintesis primer dengan urutan nukleotida awal berupa (ppp)AG yaitu pada cetakan yang berupa urutan 5’-GTC-3’ (Yuwono, 2005:109).<br />
Pada replikon ϕχ174, molekul protein PriA (bagian dari kompleks primosom yang menyintesis primer untuk DNA lambat), bergerak berlawanan arah dengan arah pergerakan garpu replikasi sekaligus menyingkirkan protein SSB. Protein SSB berfungsi untuk menjaga agar untaian DNA setakan (induk) yang sudah terbuka tidak menutup kembali. Oleh karena itu, pada waktu replikasi bergerak maju, maka PriA akan bergerak kea rah yang berlawanan untuk menyingkirkan SSB sehingga proses pemanjangan DNA lambat tidak terganggu. <br />
Menurut Yuwono (2005:125), ketika bakteriofag menginfeksi E.coli, DNA bakteriofag diinjeksikan ke dalam sel inang, yang disimbolkan dengan untaian positif (+) yang mengandung informasi genetik bakteriofag. Sekitar 20-30 menit setelah DNA bakteriofag diinjeksikan ke dalam sel inang, protein A* yang dikode di dalam genom bakteriofag disintesis di dalam sel E.coli, sehingga sintesis DNA di dalam sel inang menjadi terhambat. Untaian (+) akan menjadi cetakan sehingga terbentuk untaian komplemen berupa untaian negatif (-), yang selanjutnya menjadi cetakan lagi untuk pembentukan untaian (+). Ada tiga tahap replikasi bakteriofag, yaitu:<br />
1. Pengubahan DNA untai tunggal menjadi bentuk dupleks yang dapat digunakan untuk replikasi (duplex replicative form, RF) yang mengandung untaian (+) dan untaian (-). Molekul tersebut merupakan molekul induk RF. Tahapan ini dilakukan seperti ada mekanisme sintesis untaian DNA lambat.<br />
2. Perbanyakan RF melalui mekanisme replikasi lingkaran berputar (rolling circle replication) sehingga dihasilkan turunan RF.<br />
3. Sintesis untaian (+) dengan menggunakan untaian (1) pada RF melalui mekanisme replikasi lingkaran-berputar, sehingga dihasilkan molekul untai tunggal.<br />
Tahap 1: Pembentukan molekul induk RF<br />
Setelah DNA bakteriofag, dalam bentuk untaian (+), diinjeksikan ke dalam sel inang, kemudian dilakukan pelekatan protein SSB pada DNA bakteriofag, diikuti oleh pembukaan lilitan oleh enzim DNA girase yang ada pada sel inang. Proses ini selanjutnya diikuti dengan pengikatan protein n, n’, n”, seta protein i, Dna B, dan Dna C. Enzim primase kemudian meleka sehingga terbentuk primosom. Dengan adanya hidrolisis ATP yang dikatalisis oleh n’, primosom kemudian begerak dengan arah 5’→3’ serta membentuk RNA primer. Inisiasi pembentukan primer berlangsung secara acak. Dengan adanya primer maka DNA polimerase III yang ada pada inang akan melakukan perpanjangan sintesis DNA dengan membentuk fragmen Okazaki. Celah-celah diantara fragmen-fragmen Okazaki tersebut diisi oleh aktivitas DNA polimerase I yang sekaligus menghilangkan primer. Fragmen-fragmen yang terbentuk selanjutnya diligasi dengan menggunakan aktivitas DNA ligase. Untaian (-) dan (+) selanjutnya dililitkan satu sama lain oleh DNA girase sehingga terbentuk molekul RF dupleks (Yuwono, 2005:124).<br />
Tahap 2: Pembentukan turunan RF<br />
DNA helikase dan protein SSB berikatan dengan molekul RF dupleks sehingga molekul tersebut menjadi terbuka. Aktivitas protein gpA selanjutnya membuat takik pada untaian DNA (+). DNA polimerase III kemudian menambahkan nukleotida-nukleotida pada ujung 3’ takik tersebut dengan menggunakan untaian (-) sebagai cetakan sehingga ujung untaian DNA (+) induk akan terdesak. Pada saat ini dilakukan sintesis untaian DNA (+) yang baru dengan mekanisme sintesis secara kontinu. Untaian DNA (+) induk akhirnya akan lepas dan menggulung lagi. DNA gpA selanjtnya akan membuat takik lagi pada untaian DNA (+) baru sekaligus menyambung untaian DNA (+) yang terlepas dengan membentuk ikatan fosfodiester. DNA (+) induk yang terlepas tersebut selanjutnya akan digunakan lagi sebagai cetakan untuk membentuk untaian DNA (-) seperti yang dilakukan pada tahap 1. Sampai tahap ini dilakukan replikasi RF sampai kurang lebih 35 kali. Pengubahan RF induk menjadi turunan RF memerlukan waktu sekitar 20 menit (Yuwono, 2005:124-125).<br />
Tahap 3: Sintesis untaian DNA (+)<br />
Tahapan ini dilakukan untuk membentuk untaian (+) saja dengan menggunakan untaian (-) sebagai cetakan dengan mekanisme replikasi lingkaran berputar. Pada tahap ini sintesis DNA dilakukan secara kontinu. Protein gpA yang masih melekat pada dupleks kembali membuat takik pada untaian DNA (+). Enzim DNA helikase selanjutnya terikat pada untaian DNA (-) pada takik tersebut. Bersama-sama dengan primosom dan protein SSB, helikase membuka DNA pada waktu primosom melakukan sintesis primer yang dimulai pada ujung 3’ untaian DNA (-). DNA polimerase III kemudian melakukan polimerisasi molekul primer. Untaian DNA (+) yang lama pada dupleks kemudian di desak ke luar dengan mekanisme lingkaran berputar. Secara simultan, protein selubung bakteriofag, yang dihasilkan dengan menggunakan sistem sintesis protein sel inang, dilekatkan pada molekul DNA yang tersebut, sehingga untaian DNA (+) yang terlepas tersebut tidak dapat digunakan lagi sebagai cetakan untuk sintesis untaian DNA (1). Akhirnya protein gpA memotong untaian DNA yang terlepas tersebut pada titik awal replikasi. Kemudian dilakukan penutupan lingkaran DNA dengan membuat ikatan fosfodiester. Pada tahapan akhir ini ditambahkan lebih banyak lagi protein selubung pada untaian DNA (+) sehingga terbentuk partikel virus yang baru. Secara skematis mekanisme replikasi DNA untai tunggal bakteriofag (Yuwono, 2005:126)<br />
Bakteriofage M13<br />
Pada bakteriofag M13 sintesis primer tidak dilakukan oleh primase melainkan oleh enzim RNA polimerase sel inangnya. Hal ini diketahui dalam eksperimen yang melibatkan penggunaan rifampicin dan inhibitor RNA polymerase lainnya yang ternyata menyebabkan penghambatan replikasi DNA bakteriofage M13 (Yuwono, 2005:109). <br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
Ali, A. 2005. Mikrobiologi Dasar Jilid 1. Makassar: UNM Makassar.<br />
<br />
Pelczar, M. J. & Chan, E. C. S. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: UI-Press.<br />
<br />
Wikipedia. 2011. Bakteriofage(Online). (http://id.wikipedia.org/wiki/Bakteriofag, diakses 3 Februari 2011). <br />
<br />
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta: Erlangga.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-55049081478647900932011-02-26T23:03:00.000-08:002011-02-26T23:03:57.406-08:00Klasifikasi PertanyaanBAB I<br />PENDAHULUAN<br /><br /><br /><br />A. Latar Belakang<br /><br />Kurun waktu empat puluh tahun tercatat dalam sejarah pengukuran dan penilaian dengan hadirnya beberapa orang pakar pendidikan di Amerika Serikat yaitu Benjamin S.Bloom, M.D. Englehart, E. Furst, W.H. Hill, Daniel R. Krathwohl dan didukung oleh Ralph E. Tylor dengan mengembangkan suatu metode pengklasifikasian tujuan pendidikan yang disebut taxonomy. Ide untuk membuat taksonomi muncul setelah lebih kurang lima tahun mereka berkumpul dan mendiskusikan pengelompokan tujuan pendidikan, yang pada akhirnya melahirkan sebuah karya Bloom dan kawan-kawannya dengan judul: Taxonomy of Educational Objevtives. Taksonomi adalah seperangkat prinsip atau hubungan yang digunakan untuk menempatkan sesuatu ke dalam suatu kategori. Dalam dunia pendidikan taksonomi tujuan instruksional dapat mengelompokkan tujuan ke dalam salah satu dari tiga kategori yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik (Sudijono, 2001:49).<br /> Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kegiatan mental (otak). Menurut Bloom, segala upaya yang menyangkut otak adalah termasuk dalam ranah kognitif. Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, mulai dari jenjang terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Keenam jenjang dimaksud adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Keenam jenjang ini akan dibahas lebih lanjut pada pokok pembahasan.<br />B. Rumusan Masalah<br /> Adapun rumusan permasalahan dalam makalah ini yaitu bagaimanakah pengelompokan atau pengklasifikasian pertanyaan menurut taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi ?<br /><br /><br /><br />C. Tujuan<br /> Adapun tujuan dalam makalah ini yaitu untuk mengetahui pengelompokan atau pengklasifikasian pertanyaan menurut taksonomi Bloom sebelum dan sesudah direvisi ?<br /> <br />BAB II<br />PEMBAHASAN<br /><br /><br /><br /> Pertanyaan yang baik memiliki kriteria-kriteria khusus seperti jelas, informasi yang lengkap, terfokus pada satu masalah, memberikan waktu yang cukup, menyebarkan terlebih dahulu pertanyaan kepada seluruh siswa, memberikan respon yang menyenangkan sesegera mungkin dan yang terakhir menuntun jawaban siswa sampai menemukan jawaban sendiri. Dalam pelaksanaan tugas pembelajaran terdapat empat jenis pertanyaan yaitu: 1) pertanyaan permintaan, 2) pertanyaan mengarahkan atau menuntun, dan 3) pertanyaan yang bersifat menggali, dan 4) pertanyaan retoris. Selain itu terdapat pula pertanyaan inventori yang terdiri dari tiga jenis yaitu: 1) pertanyaan yang mengungkap perasaan dan pikiran, 2) pertanyaan yang menggiring siswa untuk mengidentifikasi pola-pola perasaan pikiran dan perbuatan, dan 3) pertanyaan yang menggiring peserta didik untuk mengidentifikasi akibat-akibat dari perasaan, pikiran, dan perbuatan (Idris, 2010). <br /> Menurut Widodo (2006), macam-macam klasifikasi pertanyaan yaitu:<br />a. Pertanyaan akademik dan pertanyaan non akademik<br />Menurut Hamilton dan Brady (1991) dalam Widodo (2006), pertanyaan akademik adalah pertanyaan yang berkaitan dengan materi subjek, baik materi yang telah lalu maupun materi yang sedang dibahas. Pertanyaan-pertanyaan yang terkait dengan sosial, organisasi, dan disiplin yang tidak terkait dengan materi dikelompokkan dalam pertanyaan non akademik.<br />b. Pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka<br />Menurut Harlen (1992) dalam Widodo (2006), pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang hanya mengundang satu atau beberapa respon yang terbatas dan biasanya langsung menuju satu kesimpulan. Pertanyaan tertutup mempunyai jawaban yang pasti dan terbatas. Pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang mengundang sejumlah jawaban. Pada pertanyaan terbuka rentangan kemungkinan respon yang dapat diberi adalah lebih luas jika dibandingkan dengan pertanyaan tertutup.<br />c. Pertanyaan terkait proses kognitif<br />Menurut Bloom (1956) dalam Widodo (2006), taksonomi Bloom merupakan salah satu taksonomi yang telah sejak lama digunakan dalam dunia pendidikan Indonesia. Pertanyaan juga dapat diklasifikasikan dalam berbagai proses kognitif. Dalam versi revisi taksonomi Bloom (Anderson et al, 2001) dilakukan pemisahan antara dimensi pengetahuan dan dimensi proses kognitif. Dimensi pengetahuan mencakup pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual, pengetahuan prosedural, dan pengetahuan metakognitif.<br /> Berdasarkan klasifikasi Bloom pertanyaan-pertanyaan digolongkan ke dalam enam kelompok yaitu ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Dari klasifikasi Bloom, maka jenis pertanyaan dapat digolongkan menjadi pertanyaan tingkat rendah (pertanyaan yang menjaring ingatan) dan pertanyaan tingkat tinggi. Tingkatan kemampuan ranah kognitif Bloom sebelum direvisi yaitu:<br />a. Pertanyaan ingatan/pengetahuan (knowledge)<br />Pertanyaan pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat-ingat kembali atau mengenali kembali tentang nama, istilah, ide, gejala, rumus-rumus, dan sebagainya. Pengetahuan atau ingatan adalah proses berpikir yang paling rendah (Sudijono, 2001:50). Pertanyaan pengetahuan menuntut siswa untuk menyebut kembali informasi (pelajaran), sehingga siswa dituntut mengingat kembali apa yang penting atau dasar bagi tingkat berpikir yang lebih tinggi. Pertanyaan ingatan menghendaki siswa mengenal atau mengingat informasi. Siswa tidak diminta untuk memanipulasi informasi, tetapi hanya diminta mengingat informasi tersebut seperti yang pernah mereka pelajari dulu. Untuk menjawab pertanyaan tingkat pengetahuan siswa harus mengingat fakta-fakta, observasi, definisi-definisi yang pernah mereka pelajari (Abimanyu dan Pah, 1985:24). Kata-kata yang biasanya dipakai dalam pertanyaan ingatan adalah mendefinisikan, menerangkan, mengidentifikasikan, memberi nama, menyusun daftar, mencocokkan, membuat garis besar, menyatakan kembali, memilih, dan menamakan. (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:40).<br />Manfaat pertanyaan ingatan yaitu:<br />1. Kategori ingatan/pengetahuan masih diperlukan oleh tingkat berpikir yang lebih tinggi. Kita tidak bisa menyuruh siswa untuk memikirkan jenjang yang lebih tinggi jika siswa kurang informasi dasar<br />2. Masyarakat juga masih menghendaki banyak hal yang harus diingat<br />3. Pertanyaan ingatan masih bisa melibatkan siswa lebih dari sekedar mengingat fakta, jika siswa diminta mengingat konsep-konsep yang luas, generalisasi yang didiskusikan sebelumnya, definisi-definisi , metode-metode pendekatan pemecahan masalah dan kriteria evaluasi.<br /> Kelemahan pertanyaan ingatan yaitu:<br />1. Guru cenderung terlalu banyak menanyakan fakta dibanding dengan pertanyaan tingkat tinggi lainnya.<br />2. Ingatan fakta-fakta yang dibangun dengan pertanyaan faktual mudah dan cepat dilupakan siswa<br />3. Pertanyaan ingatan biasanya hanya mengukur pengertian-pengertian yang dangkal<br />4. Ingatan fakta-fakta saja sering belum berarti mengerti.<br />b. Pertanyaan pemahaman (Comprehension)<br />Pemahaman (Comprehension) adalah kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah diketahui dan diingat. Dengan kata lain, memahami adalah mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai segi. Seorang peserta didik dikatakan memahami sesuatu apabila ia dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci dengan menggunakan kata-katanya sendiri. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang setingkat lebih tinggi dari ingatan atau hafalan (Sudijono, 2001:50). Kategori memahami mencakup tujuh proses kognitif yaitu menafsirkan, memberikan contoh, mengklasifikasikan, meringkas, menarik inferensi, membandingkan, dan menjelaskan (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:41).<br />c. Pertanyaan penerapan<br />Pertanyaan penerapan atau aplikasi adalah kesanggupan seseorang untuk menerapkan atau menggunakan ide-ide umum, tata cara ataupun metode-metode, prinsip-prinsip, rumus-rumus, teori-teori, dan sebagainya. Aplikasi atau penerapan adalah proses berpikir setingkat lebih tinggi ketimbang pemahaman (Sudijono, 2001:51). Pertanyaan penerapan sangat umum dijumpai dalam matematika. Kategori penerapan mencakup mengubah, menghitung, mendemonstrasikan, mengungkap, memodifikasi, menjalankan, membuat ramalan, menunjukkan, memecahkan, dan menggunakan (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:42) <br />d. Pertanyaan analisis<br />Pertanyaan analisis adalah kemampuan seseorang untuk merinci atau menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan di antara bagian-bagian atau faktor-faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya. Jenjang analisis adalah setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang aplikasi (Sudijono, 2001:51). Kata kerja operasional pada jenjang kemampuan analisis yaitu menguraikan, membuat diagram, membeda-bedakan, mengidentifikasi, menggambarkan, menunjukkan, menghubungkan, memilih, memisahkan, dan memperinci (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:43)<br />e. Pertanyaan sintesis<br />Pertanyaan sintesis adalah kemampuan berpikir yang merupakan kebalikan dari proses berpikir analisis. Sintesis merupakan suatu proses yang memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis, sehingga menjelma menjadi suatu pola yang berstruktur atau berbentuk pola baru. Jenjang sintesis kedudukannya setingkat lebih tinggi ketimbang jenjang analisis (Sudijono, 2001:51). Pertanyaan sintesis adalah pertanyaan tingkat tinggi yang meminta siswa menampilkan pikiran yang original dan kreatif. Pertanyaan jenis ini menghendaki siswa menghasilkan komunikasi-komunikasi yang asli, membuat ramalan, dan memecahkan masalah-masalah (Abimanyu dan Pah, 1985:26)Pertanyaan sintesis menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Kata kerja operasional pada jenjang kemampuan sintesis yaitu menggabungkan, menyusun, mencipta, merancang, menjelaskan, membangkitkan, merencanakan, menghubungkan, menyusun kembali, merevisi, menulis kembali, menyimpulkan, menceritakan, menulis, mengorganisasikan kembali, membuat modifikasi (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:44).<br />f. Pertanyaan evaluasi<br />Pertanyaan evaluasi merupakan jenjang berpikir paling tinggi dalam ranah kognitif menurut taksonomi Bloom. Penilaian atau evaluasi merupakan kemampuan seseorang untuk membuat pertimbangan terhadap suatu situasi, dan nilai atau ide (Sudijono, 2001:52). Pertanyaan evaluasi ini membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini yaitu memeriksa dan mengkritik (Widodo, 2006). Kata kerja operasional pada jenjang kemampuan evaluasi yaitu menilai, membandingkan, menyimpulkan, mempertentangkan, mengkritik, memerikan, membeda-bedakan, menjelaskan, mempertimbangkan kebenaran, menginterpretasikan, menghubungkan, menyimpulkan, dan menyokong (Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003:45).<br /><br /><br />Gambar 1.1 Tingkatan Kemampuan Ranah Kognitif Bloom<br /> Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/<br /> materisoftskill/Penilaianassesment.pdf<br /><br />Dimensi proses kognitif mencakup menghafal (remember), memahami (understand), menerapkan (apply), menganalisis (analyse), mengevaluasi (evaluate), dan membuat (create).<br />a. Menghafal (remember)<br />Mengingat merupakan proses kognitif paling rendah tingkatannya. Untuk mengkondisikan agar “mengingat” bisa menjadi bagian belajar bermakna, tugas mengingat hendaknya selalu dikaitkan dengan aspek pengetahuan yang lebih luas dan bukan sebagai suatu yang lepas dan terisolasi. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu mengenali (recognizing) dan mengingat (Widodo, 2006). <br />b. Pertanyaan memahami (understand)<br />Pertanyaan pemahaman menuntut siswa menunjukkan bahwa mereka telah mempunyai pengertian yang memadai untk mengorganisasikan dan menyusun materi-materi yang telah diketahui. Siswa harus memilih fakta-fakta yang cocok untuk menjawab pertanyaan. Jawaban siswa tidak sekedar mengingat kembali informasi, namun harus menunjukkan pengertian terhadap materi yang diketahuinya (Widodo, 2006). <br />c. Mengaplikasikan (apply)<br />Pertanyaan penerapan mencakup penggunaan suatu prosedur guna menyelesaikan masalah atau mengerjakan tugas. Oleh karena itu, mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Namun tidak berarti bahwa kategori ini hanya sesuai untuk pengetahuan prosedural saja. Kategori ini mencakup dua macam proses kognitif yaitu menjalankan dan mengimplementasikan (Widodo, 2006). <br />d. Menganalisis (analyze)<br />Pertanyaan analisis menguraikan suatu permasalahan atau obyek ke unsur-unsur-unsurnya dan menentukan bagaimana saling keterkaitan antar unsur-unsur tersebut (Widodo, 2006). <br />e. Mengevaluasi (evaluate)<br />Mengevaluasi membuat suatu pertimbangan berdasarkan kriteria dan standar yang ada. Ada dua macam proses kognitif yang tercakup dalam kategori ini adalah memeriksa dan mengkritik.<br />f. Membuat (create)<br />Membuat adalah menggabungkan beberapa unsur menjadi suatu bentuk kesatuan. Ada tiga macam proses kognitif yang tergolong dalam kategori ini yaitu membuat, merencanakan, dan memproduksi (Widodo, 2006).<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />Gambar 1.2 Ranah Kognitif Bloom (revisi oleh Anderson dkk, 2001)<br /> Sumber: http://elearning.gunadarma.ac.id/docmodul/<br /> materisoftskill/Penilaianassesment.pdf<br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br /><br />BAB III<br />PENUTUP<br /><br /><br />Kesimpulan<br /> Klasifikasi pertanyaan menurut taksonomi Bloom terdiri dari 6 ranah kognitif yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Sedangkan klasifikasi pertanyaan yang telah direvisi oleh Anderson meliputi menghafal, memahami, mengaplikasikan, menganalisis, mengevaluasi, dan membuat.<br /><br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br /><br />Abimanyu, S. & Pah, D. N. 1985. Keterampilan Bertanya Dasar dan Lanjut: Panduan Pengajaran Mikro I. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan.<br /><br />Idris, D. 2010. Pembelajaran dengan Teknik Bertanya(Online), (http://abahdedi-maribelajar.blogspot.com/2010/12/pembelajaran-dengan-teknik-bertanya.html, Diakses 1 Maret 2011<br /><br />Widodo, A. 2006. Profil Pertanyaan Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Sains: The Feature Of Teachers’ and Students’ Questions In Science Lessons, (Online), Vol. 4, No. 2, (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/4206139148.pdf, Diakses 1 Maret 2011).<br /><br />Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. <br /><br />Rustaman, Y. N., Soendjojo, D., Suroso, A. Y., Yusnani, A., Ruchji, S., Diana, R. & Mimin, N. K. 2003. Strategi Belajar Mengajar Biologi. Imstep: Technical Cooperation Project for Development of Science and Mathematics Teaching for Primary and Secondary Education in Indonesia.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-18829911383640191882011-02-24T05:56:00.001-08:002011-02-24T06:01:09.534-08:00BAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan. Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih moderan. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Ahira, 2010).<br />
Proses pembelajaran dengan mengaplikasikan berbagai model-model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan minat, motivasi, aktivitas, dan hasil belajar. Hasil belajar siswa dapat diketahui meningkat atau rendah setelah dilaksanakan sebuah evaluasi. Proses evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran bersifat kuantitatif sedangkan penilaian bersifat kualitatif. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Keputusan dan pendapat akan dipengaruhi oleh kesan pribadi dari yang membuat keputusan. <br />
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu, penulis membahas dalam makalah ini mengenai prinsip dan alat evaluasi.<br />
<br />
B. Rumusan Masalah<br />
Adapun permasalahan dalam makalah ini, yaitu :<br />
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ?<br />
2. Bagaimanakah ciri-ciri evaluasi ?<br />
3. Bagaimanakah tujuan evaluasi ?<br />
4. Apakah fungsi evaluasi ?<br />
5. Bagaimanakah jenis-jenis alat evaluasi ?<br />
6. Bagaimanakah prinsip evaluasi ?<br />
7. Bagaimanakah prosedur melaksanakan evaluasi ?<br />
8. Siapakah subyek evaluasi ?<br />
9. Siapakah objek evaluasi ?<br />
C. Tujuan<br />
Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu :<br />
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ?<br />
2. Bagaimanakah ciri-ciri evaluasi ?<br />
3. Bagaimanakah tujuan evaluasi ?<br />
4. Apakah fungsi evaluasi ?<br />
5. Bagaimanakah jenis-jenis alat evaluasi ?<br />
6. Bagaimanakah prinsip evaluasi ?<br />
7. Bagaimanakah prosedur melaksanakan evaluasi ?<br />
8. Siapakah subyek evaluasi ?<br />
9. Siapakah objek evaluasi ?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
I. Arti evaluasi <br />
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evalution. Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) dalam Sudijono (2001) Evalution refer to the act or process to determining the value of something. Menurut definisi ini bahwa evaluasi suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan tes (Sudijono, 2001).<br />
Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2002), evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek. Menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono (2002), evaluasi adalah proses memberikan atau meneentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu. Dengan berdasarkan batasan-batasan-batasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuati (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan yang lain) berdasarkan criteria tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan criteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan criteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan criteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur (pengukuran) baru melakukan proses menilai(penilaian) tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.<br />
<br />
<br />
<br />
II. Ciri-ciri Evaluasi<br />
Evaluasi hasil belajar memiliki ciri-ciri khas yaitu:<br />
a. Evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik secara tidak langsung,<br />
b. Menilai keberhasilan peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif atau lebih sering menggunakan symbol-simbol angka. <br />
c. Menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap. Penggunaan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap itu didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa setiap peserta didik yang sifatnya heterogen jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar maka prestasi belajar yang mereka raih akan terlukis dalam bentuk kurva normal.<br />
d. Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu ke waktu bersifat relative, dalam arti bahwa hasil-hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan atau keajegan. <br />
<br />
III. Tujuan Evaluasi <br />
Menurut Anonim (2010), evaluasi bahan ajar pada dasarnya dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tingkat efektivitasnya jika digunakan dalam aktivitas pembelajaran. Di samping itu, evaluasi bahan ajar juga sering dilakukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada di dalamnya dengan tujuan untuk melakukan revisi. Karena jenisnya yang beragam, evaluasi bahan ajar noncetak harus dilakukan secara spesifik sesuai dengan karakteristik bahan ajar tersebut. Untuk mengetahui kualitas bahan ajar noncetak kita perlu mengetahui komponen-komponen bahan ajar noncetak yang pada dasarnya terdiri dari: (a) kualitas isi/materi bahan ajar, (b) kualitas teknis bahan ajar, dan (c) kemasan bahan ajar.<br />
Menurut Sudirman N., dkk.,(1991: 242) dalam Hartoto (2009) tujuan evaluasi adalah<br />
1. Mengambil keputusan tentang hasil belajar<br />
2. Memahami anak didik<br />
3. Memperbaiki dan mengemabangkan program pengajaran<br />
4. Mengambil keputusan tentang hasil belajar<br />
5. Memahami anak didik<br />
6. Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.<br />
Menurut Sudijino (2001), secara umum tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu :<br />
1. Memperoleh data pembuktian yang menjadi petunjuk sampai di mana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.<br />
2. Mengukur dan menilai sampai di mana efektivitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik<br />
Tujuan khusus evaluasi dalam bidang pendidikan, yaitu <br />
1. Merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan<br />
2. Mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan.<br />
<br />
IV. Fungsi Evaluasi <br />
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), kegiatan evaluasi hasil belajar difungsikan dan ditujukan untuk keperluan sebagai berikut :<br />
1. Untuk diagnostik dan pengembangan<br />
Penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil elajar sebagai dasar pendiagnosian kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya. Berdasarkan pendiagnosian inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.<br />
2. Untuk seleksi<br />
Sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi hasil elajar digunakan untuk seleksi.<br />
3. Untuk kenaikan kelas<br />
Menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.<br />
4. Untuk penempatan<br />
Agar siswa berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai. Untuk menempatkan penempatan siswa pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pertimbagan.<br />
Menurut Hartoto (2009), fungsi evaluasi dilihat dari segi anak didik secara individual yaitu<br />
1. Mengetahui tingkat pencapaian anak didik dalam suatu prosese belajar mengajar<br />
2. Menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan.<br />
3. Memberi basis laporan kemajuan anak didik.<br />
4. Menghilangkan halangan – halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu praktek.<br />
Dilihat dari segi program pengajaran, evaluasi berfungsi :<br />
1. Memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi anak didik.<br />
2. Memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok anak didik yang homogen.<br />
3. Diagnosis dan remedial pekerjaan anak didik.<br />
4. Memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan.<br />
5. Dasar pemberian angka dan rapor bagi kemajuan anak didik.<br />
6. Memotivasi belajar anak didik.<br />
7. Mengidentifikasi dan mengkaji kelainan anak didik.<br />
8. Menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat.<br />
10. Mengadministrasi sekolah.<br />
11. Mengembangkan kurikulum.<br />
12. Mempersiapkan penelitian pendidikan di sekolah.<br />
Menurut Thoha (2003:10), fungsi evaluasi pendidikan bagi guru adalah untuk:<br />
1. Mengetahui kemajuan belajar peserta didik,<br />
2. Mengetahui kedudukan masing-masing individu peserta didik dalam kelompoknya,<br />
3. Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam cara belajar mengajar dalam PBM,<br />
4. Memperbaiki proses belajar mengajar, dan<br />
5. Menentukan kelulusan peserta didik <br />
Menurut Thoha (2003:10), fungsi evaluasi pendidikan bagi peserta didik yaitu:<br />
1. Mengetahui kemampuan dan hasil belajar,<br />
2. Memperbaiki cara belajar, dan<br />
3. Menumbuhkan motivasi dalam belajar.<br />
Menurut Thoha (2003:10), fungsi evaluasi pendidikan yaitu:<br />
1. Mengukur mutu hasil pendidikan,<br />
2. Mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah,<br />
3. Membuat keputusan kepada peserta didik, dan<br />
4. Mengadakan perbaikan kurikulum.<br />
Menurut Thoha (2003:10-11), fungsi evaluasi pendidikan bagi orang tua peserta didik yaitu:<br />
1. Mengetahui hasil belajar anaknya,<br />
2. Meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada anaknya dalam usaha belajar, dan<br />
3. Mengarahkan pemilihan jurusan atau jenis sekolah pendidkan lanjutan bagi anaknya.<br />
Menurut Thoha (2003:11), fungsi evaluasi pendidikan bagi masyarakat dan pemakai jasa pendidikan yaitu:<br />
1. Mengetahui kemajuan sekolah,<br />
2. Ikut mengadakan kritik dan saran perbaikan bagi kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut, dan<br />
3. Lebih meningkatkan partisispasi masyarakat dalam usahanya membantu lembaga pendidikan.<br />
V. Jenis-Jenis Alat Evaluasi <br />
1. Tes <br />
Secara harfiah kata tes berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Test adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Testing adalah pelaksanaan atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes, pembuat tes, eksperimentor. Testee dan testees adalah pihak yang dikenai tes (Sudijino, 2001:66). Tes adalah penilaian komprehensif terhadap sesorang individu atau usaha keseluruhan evaluasi program. Menurut Arikunto (2005:33) tes adalah suatu pengumpul informasi yang bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.<br />
Menurut Sidijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki tes yaitu :<br />
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik . Tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.<br />
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan. <br />
Penggolongan Tes<br />
Tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, yaitu:<br />
a. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik<br />
1. Tes seleksi<br />
Tes seleksi sering dikenal dengan tes saringan atau ujian masuk. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes. Tes seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti oleh calon. Sifatnya yaitu menyeleksi atau melakukan penyaringan, maka materi tes seleksi terdiri atas butir-butir soal yang cukup sulit, sehingga hanya calon-calon yang tergolong memiliki kemampuan tinggi sajalah yang dimungkinkan dapat menjawab butir-butir soal tes dengan betul. Para calon yang dipandang memenuhi batas persyaratan minimal yang telah ditentukan dinyatakan sebagai peserta tes yang lulus dan dapat diterima sebagai siswa baru, sedangkan mereka yang dipandang kurang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dinyatakan tidak lulus dan karenanya tidak dapat diterima sebagai siswa baru (Sudijono, 2001:68-69). <br />
2. Tes awal<br />
Tes awal dikenal pre-test. Tes awal dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Setelah tes awal berakhir, sebagai tindak lanjutnya adalah (a) jika dalam tes awal itu semua materi yang dinyatakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka materi yang telah dinyatakan dalam tes awal tidak akan diajarkan lagi, dan (b) jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para peserta didik tersebut (Sudijono, 2001:69-70). <br />
3. Tes akhir<br />
Tes akhir dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Isi atau materi tes akhir adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta didik. Jika hasil tes akhir itu lebih baik daripada tes awal maka dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya. <br />
4. Tes diagnostik<br />
Menurut Arikunto (2005:34-36) tes diagnostic adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Dengan mengingat bahwa sekolah sebagai sebuah transformasi, maka letak tes diagnostik dapat dilihat pada diagram di bawah ini:<br />
<br />
<br />
<br />
Input Output<br />
Tes diagnostik 1<br />
Tes ini dilakukan terhadap calon siswa sebagi input untuk mengetahui apakah calon tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah.<br />
Tes diagnostik 2<br />
Tes ini dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. <br />
Tes diagnostik 3<br />
Tes ini dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Sebagai guru yang bijaksana, maka pengajar harus berkali-kali memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa. Selain itu dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut menguasai bahan. <br />
Tes diagnostik 4<br />
Tes ini diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan. <br />
5. Tes formatif<br />
Tes formatif merupakan post-test atau tes akhir proses. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baaik bagi siswa, guru, dan program itu sendiri.<br />
Manfaat bagi siswa<br />
a. Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh,<br />
b. Merupakan penguatan bagi siswa,<br />
c. Usaha perbaikan, dan<br />
d. Sebagai diagnosis<br />
Manfaat bagi guru<br />
a. Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa,<br />
b. Mengetahui bahan-bahan mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa, dan <br />
c. Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.<br />
Manfaat bagi program<br />
a. Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak,<br />
b. Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan,<br />
c. Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai, dan<br />
d. Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.<br />
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi formati yaitu:<br />
1. Penilaian dilakukan pada akhir setiap satuan pelajaran.<br />
2. Penilaian formatif bertujuan mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus (TIK) pada setiap satuan pelajaran yang telah tercapai.<br />
3. Penilaian formatif dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner, ataupun cara lainnya yang sesuai.<br />
4. Siswa dinilai berhasil dalam penilaian formatif apabila mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya 75% dari tujuan yang ingin dicapai.<br />
Menurut Anonim (2010), model dan prosedur evaluasi formatif sebagai berikut:<br />
• Pada dasarnya Evaluasi Formatif digunakan untuk menemukan kelemahan-kelemahan dalam sebuah bahan ajar dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan tersebut. <br />
• Ada beberapa model evaluasi formatif yang dapat digunakan yaitu reviu program oleh pakar (expert review), pengembangan dan pengujian bahan ajar (developmental testing); verifikasi dan revisi program oleh siswa (learner verification and revision); dan model tiga tahap (three - stages model). Program dalam hal ini adalah bahan ajar yang tengah dikembangkan. <br />
• Sebagian besar model evaluasi formatif yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap sebuah bahan ajar pada umumnya menggunakan siswa sebagai responden atau sumber informasi/data. <br />
• Penggunaan siswa sebagai responden dimaksudkan agar data dan informasi yang diperoleh tentang bahan ajar sangat akurat. Hal ini disebabkan pengguna bahan ajar yang dievaluasi adalah siswa. <br />
• Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yaitu kuesioner dan wawancara. Teknik lain yaitu uji coba bahan ajar dengan melakukan pretest dan post-test. <br />
<br />
<br />
<br />
6. Tes sumatif <br />
Manfaat tes sumatif yaitu:<br />
a. Untuk menentukan nilai. Tes ini digunakan untuk memberikan informasi demi perbaiakn penyampaian dan tidak digunakan untuk memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang anak diantara teman-temannya, maka nilai dari tes sumatif digunakan untuk menentukan kedudukan anak. <br />
b. Untuk menentukan seseorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya.<br />
c. Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang berguna bagi orang tua siswa, pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain, akan melanjutkan belajar atau akan memasuki lapangan kerja.<br />
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi sumatif :<br />
1. Siswa dinilai berhasil dalam mata pelajaran tertentu selama satu semester apabila nilai rapor mata pelajaran tersebut sekurang-kurangnya 6 (enam).<br />
2. Penilaian sumatif (subsumatif) dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner ataupun cara lainnya yang sesuai dengan menilai ketiga ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.<br />
3. Hasil penilaian sumatif (subsumatif) dinyatakan dalam skala nilai 0 – 10.<br />
<br />
<br />
<br />
Formatif I Formatif II Formatif III<br />
<br />
b. Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap<br />
Menurut Sudijono (2001:73) tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:<br />
a. Tes intelengensi yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang,<br />
b. Tes kemampuan yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki testee<br />
c. Tes sikap yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.<br />
d. Tes keperibadian yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap cirri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya besifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan, dan lain-lain.<br />
e. Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes percapaian yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar. Tes hasil belajar atau tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang terbentuk tugas dan serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga (berdasar atas data yang diperoleh dari kegiatan pengukuran itu) dapat menghasilkan nilai yang melambankan tingkah laku atau prestasi belajar testee; nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu, atau dapat pula dibandingkan dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai oleh testee lainnya. <br />
c. Penggolongan Lain-lain<br />
Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:<br />
1) Tes individual yakni tes dimana tester berhadapan dengan satu orang testee saja, dan<br />
2) Tes kelompok yakni tes dimana tester berhadapan lebih dari satu orang testee.<br />
Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee utuk menyelesaikan tes, tes dapat dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:<br />
1) Power test yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi,<br />
2) Speed test yaitu tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi. <br />
<br />
<br />
Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :<br />
1) Verbal test yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis, dan <br />
2) Nonverbal test yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.<br />
Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :<br />
1) Tes tertulis yakni jenis tes di mana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis, dan<br />
2) tes lisan yakni tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.<br />
2. Nontes<br />
Non tes bertujuan untuk menilai aspek-aspek tingkah laku seperti minat, sikap, perhatian, dan karakteristik. Ditinjau dari pelaksanaannya nontes berupa:<br />
a. Studi kasus ialah mempelajari individu dalam periode tertentu secar terus menerus untuk melihat perkembangannya.<br />
b. Skala penilaian (rating scale), merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (V).<br />
c. Inventory merupakan alat penilaian yang menggunakan daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak punya pendapat(TPP), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).<br />
d. Kuesioner (questionair) dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Menurut Arikunto (2005:28-31), macam-macam kuesioner, yaitu :<br />
a. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab<br />
1. Kuesioner langsung<br />
Jika dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.<br />
2. Kuesioner tidak langsung<br />
Jika dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya. Kuesioner ini biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga, dan sebagainya.<br />
b. Ditinjau dari segi cara menjawab<br />
1. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. <br />
Contoh :<br />
Tingkat pendidikan yang sekarang anda ikuti adalah :<br />
SD SLTP SLTA<br />
Perguruan tinggi<br />
Tanda cek (√) dibubuhkan pada kotak di depan “Perguruan Tinggi” jika pengisi berstatus mahasiswa.<br />
2. Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner ini disusun apabila jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beranekaragam. Kuesioner terbuka juga digunakan untuk meminta pendapat seseorang.<br />
Contoh :<br />
Untuk membimbing mahasiswa ke arah kebiasaan membaca buku-buku asing, maka sebaiknya setiap dosen menunjuk buku asing sebagai salah satu buku wajib.<br />
Bagaimana pendapat saudara ?<br />
Jawab: ….<br />
3. Daftar cocok (check list) adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membutuhkan tanda cocok (√) di tempat yang sudah disediakan.<br />
Contoh:<br />
Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara.<br />
Pendapat<br />
Pernyataan Penting Biasa Tidak<br />
Penting<br />
1. Melihat pemandangan indah <br />
2. Olahraga tiap pagi <br />
3. Melihat film <br />
4. Belajar menari <br />
5. Tulisan bagus <br />
6. Berkunjung ke kawan <br />
Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena dalam skala bertingkat, responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada pilihan yang tepat<br />
4. Wawancara (interview) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.<br />
Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :<br />
a. Wawancara bebas, di mana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.<br />
b. Wawancara terpimpin yaitu wawancara yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Pertanyaan itu kadang-kadang bersifat sebagai yang memimpin, mengarahkan, dan penjawab sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga dalam menuliskan jawaban, tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat yang sesuai dengan keadaan responden. <br />
5. Pengamatan <br />
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 2 macam observasi:<br />
a. Observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Observasi partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-betul mengikuti kegiatan kelompok, bukan hanya pura-pura. Dengan demikian, ia dapat menghayati dan merasakan seperti apa yang dirasakan orang-orang dalam kelompok yang diamati. <br />
b. Observasi sistematik yaitu di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian maka pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.<br />
c. Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.<br />
6. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. <br />
<br />
VI. Prinsip-Prinsip Evaluasi<br />
Menurut Khusnuridlo (2010), prinsip-prinsip evaluasi terdiri dari :<br />
1. Komprehensif<br />
Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas atau menye¬luruh, baik aspek personalnya, materialnya, maupun aspek operasionalnya. Evaluasi tidak hanya dituju¬kan pada salah satu aspek saja. Misalnya aspek personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja, tetapi juga murid, karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu pula untuk aspek material dan operasionalnya. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.<br />
2. Komparatif<br />
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi harus dilaksa-nakan secara bekerjasama dengan semua orang. Sebagai contoh dalam mengevaluasi keberhasilan guru dalam mengajar, harus bekerjasama antara pengawas, kepala sekolah, guru itu sendiri, dan bahkan, dengan pihak murid. Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat mencapai keobyektifan dalam mengevaluasi. <br />
3. Kontinyu<br />
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama proses pelaksanaan program. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan. Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu dapat memonitor setiap saat atas keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu. Aktivitas yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan, sedangkan aktivi-tas yang gagal dicari jalan lain untuk mencapai keberhasilan.<br />
<br />
<br />
4. Obyektif<br />
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan kenya¬taan yang ada. Katakanlah yang hijau itu hijau dan yang merah itu merah. Jangan sampai mengatakan yang hijau itu kuning, dan yang kuning itu hijau. Sebagai contoh, apabila seorang guru itu sukses dalam menga¬jar, maka katakanlah bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu kurang berhasil dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru itu kurang berhasil. Untuk mencapai keobyektifan dalam evaluasi perlu adanya data dan fakta. Dari data dan fakta inilah dapat mengolah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.<br />
5. Berdasarkan Kriteria yang Valid<br />
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi harus konsisten dengan tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini digunakan agar memiliki standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas supervisi pendi¬dikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti kriteria yang dibuat¬ harus mempertimbangkan hakikat substansi supervisi pendidikan.<br />
6. Fungsional<br />
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan langsungnya adalah dapatnya ¬hasil evaluasi digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk penelitian atau keperluan lainnya.<br />
7. Diagnostik <br />
Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan. Bahan-bahan dokumentasi hasil evaluasi inilah yang dapat dijadikan dasar penemuan kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang kemudian harus diusahakan jalan pemecahannya.<br />
Menurut Yunanda (2010), prinsip-prinsip evaluasi yaitu :<br />
1. Keterpaduan<br />
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran, materi pembelajaran, dan metode pengajaran.<br />
2. Keterlibatan peserta didik<br />
Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternative, tapi kebutuhan mutlak.<br />
3. Koherensi<br />
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.<br />
4. Pedagogis<br />
Aspek pedagogis diperlukan untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.<br />
5. Akuntabel <br />
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua, siswa, sekolah, dan lainnya.<br />
Menurut Arikunto (2005:24-25), prinsip evaluasi merupakan triagulasi yang meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran atau KBM, dan evaluasi. <br />
a. Hubungan anatara tujuan dengan KBM<br />
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan anatara keduanay mengarah pada tujuan dengan makana bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM. <br />
b. Hubungan tujuan dengan evaluasi, dan<br />
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dalam menyusun alat evaluasi perlu mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan<br />
c. Hubungan anatara KBM dengan evaluasi <br />
KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan, alat evaluasi disusun dengan mengacu pada tujuan, mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.<br />
Menurut Sudijono (2001:31-33), evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksan dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu:<br />
1. Prinsip keseluruhan<br />
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Prinsip komprehensif dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup. <br />
2. Prinsip Kesinambungan<br />
Prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip komunitas. Prinsip komunitas dimaksudkan bahwa hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu ke waktu. Evaluasi hasil belajar dilaksanakan secara berkesinambungan agar pihak evaluator dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau merumuskan kebijaksanaan untuk masa depan serta memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik.<br />
3. Prinsip obyektivitas<br />
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor yang sifatnya subyektif. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
VII. Prosedur Melaksanakan Evaluasi<br />
Menurut Wakhinuddin (2009), dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses dan out put. Apabila prosesdur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah sebagai berikut :<br />
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)<br />
2. Pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)<br />
3. Verifiksi data (uji instrument, uji validitas, dan uji reliabilitas)<br />
4. Pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )<br />
5. Penafsiran data ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
V. Subjek Evaluasi<br />
Subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi pendidikan di mana sasaran evaluasinya adalah prestasi belajar maka subyek evaluasinya adalah guru aatu dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah sikap peserta didik, maka subyek evaluasinya adalah guru atau petugas yang melaksanakan evaluasi tentang sikap (Sudijono, 2001:29).<br />
<br />
VI. Obyek evaluasi<br />
Obyek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan karena pihak penilai ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui obyek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyoroti dari tiga segi yaitu segi input, transformasi, dan output (Arikunto, 2005:20-21).<br />
Dilihat dari segi input, maka obyek dari evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek yaitu:<br />
1. Aspek kemampuan<br />
Untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa harus memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini disebut tes kemampuan atauattitude test. <br />
2. Aspek Kepribadian<br />
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian atau personality test.<br />
3. Aspek sikap<br />
Sikap merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena tes berupa skala, maka lalu disebut skala sikap atau attitude scale. <br />
4. Aspek Intelegensi<br />
Untuk mengetahui tingkat intelegensi digunakan tes intelegensi yang terkenal adalah tes buatan Binet dan Simon. Dari hasil tes akan diketahui IQ seseorang. IQ berbeda dengan intelegensi karena IQ hanyalah angka yang memberikan petunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang.<br />
Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi obyek penilaian yaitu:<br />
1. Kurikulum/materi,<br />
2. Metode dan cara penilaian,<br />
3. Sarana pendidikan/media,<br />
4. Sistem administrasi, dan<br />
5. Guru dan personal lainnya. <br />
Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. alat yang digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian atau achievement test (Arikunto, 2005:22).<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
Kesimpulan<br />
Berdasarkan pembahasan di Bab II maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :<br />
1. Evaluasi adalah proses untuk menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu.<br />
2. Ciri-ciri evaluasi yaitu mengukur keberhasilan yang bersifat kuantitatif, menggunakan unit-unit atau satuan-satuan, dan tidak selalu menunjukkan hasil evaluasi yang sama bagi peserta didik.<br />
3. Evaluasi bertujuan mengambil keputusan tentang hasil belajar, memahami anak didik, memperbaiki, dan mengembangkan program pengajaran.<br />
4. Evaluasi berfungsi untuk diagnostik, seleksi, pengembangan, kenaikan kelas, menumbuhkan motivasi dalam belajar, dan penempatan.<br />
5. Jenis-jenis alat evaluasi yaitu tes berupa (tes awal, tes akhir, tes seleksi, tes diagnostik, tes formatif, tes sumatif, tes intelegensi, tes kemampuan, tes kepribadian, tes hasil belajar, tes sikap, tes individual, tes kelompok, power tes, speed tes, verbal tes, nonverbal tes, tes tertulis, dan tes lisan) dan nontes berupa (studi kasus, skala penilaian, inventory, dan kuesioner)<br />
6. Prinsip-prinsip evaluasi yaitu komprehensif, komparatif, kontinyu, obyektif, criteria yang valid, fungsional, diagnostik, keterpaduan, keterlibatan peserta didik, koherensi, pedagogis, dan akuntabel.<br />
7. Pelaksanaan evaluasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur yaitu perencanaan, pengumpulan data, verifikasi data, pengolahan data, dan penafsiran data.<br />
8. subyek evaluasi yaitu guru dan dosen<br />
9. Obyek evaluasi yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan proses pendidikan dengan menyoroti segi input, transformasi, dan output.<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Anonim. 2010. Strategi dan Metode(Online). (http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b11.html, diakses 21 Februari 2011).<br />
Ahira, A. 2010. Pengertian Pendidikan(Online). (http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pengertian-pendidikan.html, diakses 21 Februari 2011).<br />
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Bumi aksara. Jakarta<br />
Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta<br />
Hartoto. 2009. Pengertian dan Fungsi Pendidikan(Online). (http://fatamorghana.wordpress.com/2009/04/12/tujuan-pendidikan/, diakses 21 Februari 2011). <br />
Khusnuridlo. 2010. Prinsip-prinsip Evaluasi Program Supervisi Pendidikan(Online). (http://www.khusnuridlo.com/2010/11/prinsip-prinsip-evaluasi-program.html, diakses 21 Februari 2011).<br />
<br />
Silvie. 2009. Evaluasi Pendidikan(Online). (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/comment-page-1/ , diakses 21 Februari 2011).<br />
Suartini. 2010. Prinsip dan Alat Evaluasi(Online). (http://file.upi.edu/Direktori/E%20-%20FPTK/JUR.%20PEND.%20TEKNIK%20ELEKTRO/196311211986032%20-%20TUTI%20SUARTINI/Handout%203%20evaluasi%20pendidikan%20.pdf, diakses 21 Februari 2011).<br />
<br />
Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.<br />
<br />
Thoha, C. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.<br />
<br />
Wakhinuddin. 2009. Prinsip-Prinsip Evaluasi Dalam Pembelajaran(Online). (http://wakhinurdin.wordpress.com/2010/01/13/prinsip-prinsip-evaluasi-dalam-pembelajaran, Diases 21 Februari 2011)SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-66352791454315709692011-02-24T05:55:00.003-08:002011-02-24T05:55:52.022-08:00Prinsip dan Alat EvaluasiBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
Pendidikan merupakan salah satu pilar utama dalam pembangunan. Dengan perkembangan zaman di dunia pendidikan yang terus berubah dengan signifikan sehingga banyak merubah pola pikir pendidik, dari pola pikir yang awam dan kaku menjadi lebih moderan. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan pendidikan di Indonesia. Menurut UU No.20 tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (Ahira, 2010).<br />
Proses pembelajaran dengan mengaplikasikan berbagai model-model pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan minat, motivasi, aktivitas, dan hasil belajar. Hasil belajar siswa dapat diketahui meningkat atau rendah setelah dilaksanakan sebuah evaluasi. Proses evaluasi meliputi pengukuran dan penilaian. Pengukuran bersifat kuantitatif sedangkan penilaian bersifat kualitatif. Proses evaluasi bukan sekedar mengukur sejauh mana tujuan tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan. Keputusan dan pendapat akan dipengaruhi oleh kesan pribadi dari yang membuat keputusan. <br />
Pengukuran dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan tes. Hal ini dikarenakan salah satu cara yang sering dipakai untuk mengukur hasil yang telah dicapai siswa adalah dengan tes. Penilaian merupakan bagian penting dan tak terpisahkan dalam sistem pendidikan saat ini. Peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai-nilai yang diperoleh siswa. Tentu saja untuk itu diperlukan sistem penilaian yang baik dan tidak bias. Sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan gambaran tentang kualitas pembelajaran sehingga pada gilirannya akan mampu membantu guru merencanakan strategi pembelajaran. Bagi siswa sendiri, sistem penilaian yang baik akan mampu memberikan motivasi untuk selalu meningkatkan kemampuannya. Oleh karena itu, penulis membahas dalam makalah ini mengenai prinsip dan alat evaluasi.<br />
<br />
B. Rumusan Masalah<br />
Adapun permasalahan dalam makalah ini, yaitu :<br />
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ?<br />
2. Bagaimanakah ciri-ciri evaluasi ?<br />
3. Bagaimanakah tujuan evaluasi ?<br />
4. Apakah fungsi evaluasi ?<br />
5. Bagaimanakah jenis-jenis alat evaluasi ?<br />
6. Bagaimanakah prinsip evaluasi ?<br />
7. Bagaimanakah prosedur melaksanakan evaluasi ?<br />
8. Siapakah subyek evaluasi ?<br />
9. Siapakah objek evaluasi ?<br />
C. Tujuan<br />
Adapun tujuan dalam makalah ini, yaitu :<br />
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi ?<br />
2. Bagaimanakah ciri-ciri evaluasi ?<br />
3. Bagaimanakah tujuan evaluasi ?<br />
4. Apakah fungsi evaluasi ?<br />
5. Bagaimanakah jenis-jenis alat evaluasi ?<br />
6. Bagaimanakah prinsip evaluasi ?<br />
7. Bagaimanakah prosedur melaksanakan evaluasi ?<br />
8. Siapakah subyek evaluasi ?<br />
9. Siapakah objek evaluasi ?<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
PEMBAHASAN<br />
<br />
I. Arti evaluasi <br />
Secara harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evalution. Menurut Edwind Wandt dan Gerald W. Brown (1977) dalam Sudijono (2001) Evalution refer to the act or process to determining the value of something. Menurut definisi ini bahwa evaluasi suatu tindakan atau suatu proses untuk menentukan nilai dari sesuatu.Evaluasi adalah kegiatan atau proses untuk menilai sesuatu yang sedang dinilai itu, dilakukanlah pengukuran, dan wujud dari pengukuran itu adalah pengujian, dan pengujian inilah yang dalam dunia kependidikan dikenal dengan tes (Sudijono, 2001).<br />
Menurut Davies dalam Dimyati dan Mudjiono (2002), evaluasi merupakan proses sederhana memberikan/menetapkan nilai kepada sejumlah tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk kerja, proses, orang, objek. Menurut Nana Sudjana dalam Dimyati dan Mudjiono (2002), evaluasi adalah proses memberikan atau meneentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu. Dengan berdasarkan batasan-batasan-batasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa evaluasi secara umum dapat diartikan sebagai proses sistematis untuk menentukan nilai sesuati (tujuan, kegiatan, keputusan, unjuk-kerja, proses, orang, objek, dan yang lain) berdasarkan criteria tertentu melalui penilaian. Untuk menentukan nilai sesuatu dengan cara membandingkan dengan criteria, evaluator dapat langsung membandingkan dengan criteria namun dapat pula melakukan pengukuran terhadap sesuatu yang dievaluasi kemudian baru membandingkannya dengan criteria. Dengan demikian evaluasi tidak selalu melalui proses mengukur (pengukuran) baru melakukan proses menilai(penilaian) tetapi dapat pula evaluasi langsung melalui penilaian saja.<br />
<br />
<br />
<br />
II. Ciri-ciri Evaluasi<br />
Evaluasi hasil belajar memiliki ciri-ciri khas yaitu:<br />
a. Evaluasi yang dilaksanakan dalam rangka mengukur keberhasilan belajar peserta didik secara tidak langsung,<br />
b. Menilai keberhasilan peserta didik pada umumnya menggunakan ukuran-ukuran yang bersifat kuantitatif atau lebih sering menggunakan symbol-simbol angka. <br />
c. Menggunakan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap. Penggunaan unit-unit atau satuan-satuan yang tetap itu didasarkan pada teori yang menyatakan bahwa setiap peserta didik yang sifatnya heterogen jika dihadapkan pada suatu tes hasil belajar maka prestasi belajar yang mereka raih akan terlukis dalam bentuk kurva normal.<br />
d. Prestasi belajar yang dicapai oleh para peserta didik dari waktu ke waktu bersifat relative, dalam arti bahwa hasil-hasil evaluasi terhadap keberhasilan belajar peserta didik pada umumnya tidak selalu menunjukkan kesamaan atau keajegan. <br />
<br />
III. Tujuan Evaluasi <br />
Menurut Anonim (2010), evaluasi bahan ajar pada dasarnya dilakukan dengan maksud untuk mengetahui tingkat efektivitasnya jika digunakan dalam aktivitas pembelajaran. Di samping itu, evaluasi bahan ajar juga sering dilakukan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada di dalamnya dengan tujuan untuk melakukan revisi. Karena jenisnya yang beragam, evaluasi bahan ajar noncetak harus dilakukan secara spesifik sesuai dengan karakteristik bahan ajar tersebut. Untuk mengetahui kualitas bahan ajar noncetak kita perlu mengetahui komponen-komponen bahan ajar noncetak yang pada dasarnya terdiri dari: (a) kualitas isi/materi bahan ajar, (b) kualitas teknis bahan ajar, dan (c) kemasan bahan ajar.<br />
Menurut Sudirman N., dkk.,(1991: 242) dalam Hartoto (2009) tujuan evaluasi adalah<br />
1. Mengambil keputusan tentang hasil belajar<br />
2. Memahami anak didik<br />
3. Memperbaiki dan mengemabangkan program pengajaran<br />
4. Mengambil keputusan tentang hasil belajar<br />
5. Memahami anak didik<br />
6. Memperbaiki dan mengembangkan program pengajaran.<br />
Menurut Sudijino (2001), secara umum tujuan evaluasi dalam bidang pendidikan ada dua, yaitu :<br />
1. Memperoleh data pembuktian yang menjadi petunjuk sampai di mana tingkat kemampuan dan tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan-tujuan kurikuler, setelah mereka menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang telah ditentukan.<br />
2. Mengukur dan menilai sampai di mana efektivitas mengajar dan metode-metode mengajar yang telah diterapkan atau dilaksanakan oleh pendidik, serta kegiatan belajar yang dilaksanakan oleh peserta didik<br />
Tujuan khusus evaluasi dalam bidang pendidikan, yaitu <br />
1. Merangsang kegiatan peserta didik dalam menempuh program pendidikan<br />
2. Mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan dan ketidakberhasilan peserta didik dalam mengikuti program pendidikan.<br />
<br />
IV. Fungsi Evaluasi <br />
Menurut Dimyati dan Mudjiono (2002), kegiatan evaluasi hasil belajar difungsikan dan ditujukan untuk keperluan sebagai berikut :<br />
1. Untuk diagnostik dan pengembangan<br />
Penggunaan hasil dari kegiatan evaluasi hasil elajar sebagai dasar pendiagnosian kelemahan dan keunggulan siswa beserta sebab-sebabnya. Berdasarkan pendiagnosian inilah guru mengadakan pengembangan kegiatan pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar siswa.<br />
2. Untuk seleksi<br />
Sebagai dasar untuk menentukan siswa-siswa yang paling cocok untuk jenis jabatan atau jenis pendidikan tertentu. Dengan demikian hasil dari kegiatan evaluasi hasil elajar digunakan untuk seleksi.<br />
3. Untuk kenaikan kelas<br />
Menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan kelas yang lebih tinggi atau tidak, memerlukan informasi yang dapat mendukung keputusan yang dibuat guru. Berdasarkan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar siswa mengenai sejumlah isi pelajaran yang telah disajikan dalam pembelajaran, maka guru dapat dengan mudah membuat keputusan kenaikan kelas berdasarkan ketentuan yang berlaku.<br />
4. Untuk penempatan<br />
Agar siswa berkembang sesuai dengan tingkat kemampuan dan potensi yang mereka miliki, maka perlu dipikirkan ketepatan penempatan siswa pada kelompok yang sesuai. Untuk menempatkan penempatan siswa pada kelompok, guru dapat menggunakan hasil dari kegiatan evaluasi hasil belajar sebagai dasar pertimbagan.<br />
Menurut Hartoto (2009), fungsi evaluasi dilihat dari segi anak didik secara individual yaitu<br />
1. Mengetahui tingkat pencapaian anak didik dalam suatu prosese belajar mengajar<br />
2. Menetapkan keefektifan pengajaran dan rencana kegiatan.<br />
3. Memberi basis laporan kemajuan anak didik.<br />
4. Menghilangkan halangan – halangan atau memperbaiki kekeliruan yang terdapat sewaktu praktek.<br />
Dilihat dari segi program pengajaran, evaluasi berfungsi :<br />
1. Memberi dasar pertimbangan kenaikan dan promosi anak didik.<br />
2. Memberi dasar penyusunan dan penempatan kelompok anak didik yang homogen.<br />
3. Diagnosis dan remedial pekerjaan anak didik.<br />
4. Memberi dasar pembimbingan dan penyuluhan.<br />
5. Dasar pemberian angka dan rapor bagi kemajuan anak didik.<br />
6. Memotivasi belajar anak didik.<br />
7. Mengidentifikasi dan mengkaji kelainan anak didik.<br />
8. Menafsirkan kegiatan sekolah ke dalam masyarakat.<br />
10. Mengadministrasi sekolah.<br />
11. Mengembangkan kurikulum.<br />
12. Mempersiapkan penelitian pendidikan di sekolah.<br />
Menurut Thoha (2003:10), fungsi evaluasi pendidikan bagi guru adalah untuk:<br />
1. Mengetahui kemajuan belajar peserta didik,<br />
2. Mengetahui kedudukan masing-masing individu peserta didik dalam kelompoknya,<br />
3. Mengetahui kelemahan-kelemahan dalam cara belajar mengajar dalam PBM,<br />
4. Memperbaiki proses belajar mengajar, dan<br />
5. Menentukan kelulusan peserta didik <br />
Menurut Thoha (2003:10), fungsi evaluasi pendidikan bagi peserta didik yaitu:<br />
1. Mengetahui kemampuan dan hasil belajar,<br />
2. Memperbaiki cara belajar, dan<br />
3. Menumbuhkan motivasi dalam belajar.<br />
Menurut Thoha (2003:10), fungsi evaluasi pendidikan yaitu:<br />
1. Mengukur mutu hasil pendidikan,<br />
2. Mengetahui kemajuan dan kemunduran sekolah,<br />
3. Membuat keputusan kepada peserta didik, dan<br />
4. Mengadakan perbaikan kurikulum.<br />
Menurut Thoha (2003:10-11), fungsi evaluasi pendidikan bagi orang tua peserta didik yaitu:<br />
1. Mengetahui hasil belajar anaknya,<br />
2. Meningkatkan pengawasan dan bimbingan serta bantuan kepada anaknya dalam usaha belajar, dan<br />
3. Mengarahkan pemilihan jurusan atau jenis sekolah pendidkan lanjutan bagi anaknya.<br />
Menurut Thoha (2003:11), fungsi evaluasi pendidikan bagi masyarakat dan pemakai jasa pendidikan yaitu:<br />
1. Mengetahui kemajuan sekolah,<br />
2. Ikut mengadakan kritik dan saran perbaikan bagi kurikulum pendidikan pada sekolah tersebut, dan<br />
3. Lebih meningkatkan partisispasi masyarakat dalam usahanya membantu lembaga pendidikan.<br />
V. Jenis-Jenis Alat Evaluasi <br />
1. Tes <br />
Secara harfiah kata tes berasal dari bahasa Perancis Kuno: testum yang berarti piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Test adalah alat atau prosedur yang dipergunakan dalam rangka pengukuran dan penilaian. Testing adalah pelaksanaan atau peristiwa berlangsungnya pengukuran dan penilaian. Tester adalah orang yang melaksanakan tes, pembuat tes, eksperimentor. Testee dan testees adalah pihak yang dikenai tes (Sudijino, 2001:66). Tes adalah penilaian komprehensif terhadap sesorang individu atau usaha keseluruhan evaluasi program. Menurut Arikunto (2005:33) tes adalah suatu pengumpul informasi yang bersifat lebih resmi karena penuh dengan batasan-batasan.<br />
Menurut Sidijono (2001:67), secara umum ada dua macam fungsi yang dimiliki tes yaitu :<br />
a. Sebagai alat pengukur terhadap peserta didik . Tes berfungsi mengukur tingkat perkembangan atau kemajuan yang telah dicapai oleh peserta didik setelah mereka menempuh proses belajar mengajar dalam jangka waktu tertentu.<br />
b. Sebagai alat pengukur keberhasilan program pengajaran, sebab melalui tes tersebut akan dapat diketahui sudah seberapa jauh program pengajaran yang telah ditentukan. <br />
Penggolongan Tes<br />
Tes dapat dibedakan menjadi beberapa jenis atau golongan, yaitu:<br />
a. Penggolongan tes berdasarkan fungsinya sebagai alat pengukur perkembangan/kemajuan belajar peserta didik<br />
1. Tes seleksi<br />
Tes seleksi sering dikenal dengan tes saringan atau ujian masuk. Tes ini dilaksanakan dalam rangka penerimaan calon siswa baru, di mana hasil tes digunakan untuk memilih calon peserta didik yang tergolong paling baik dari sekian banyak calon yang mengikuti tes. Tes seleksi merupakan materi prasyarat untuk mengikuti program pendidikan yang akan diikuti oleh calon. Sifatnya yaitu menyeleksi atau melakukan penyaringan, maka materi tes seleksi terdiri atas butir-butir soal yang cukup sulit, sehingga hanya calon-calon yang tergolong memiliki kemampuan tinggi sajalah yang dimungkinkan dapat menjawab butir-butir soal tes dengan betul. Para calon yang dipandang memenuhi batas persyaratan minimal yang telah ditentukan dinyatakan sebagai peserta tes yang lulus dan dapat diterima sebagai siswa baru, sedangkan mereka yang dipandang kurang memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, dinyatakan tidak lulus dan karenanya tidak dapat diterima sebagai siswa baru (Sudijono, 2001:68-69). <br />
2. Tes awal<br />
Tes awal dikenal pre-test. Tes awal dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui sejauh manakah materi atau bahan pelajaran yang akan diajarkan telah dapat dikuasai oleh peserta didik. Isi atau materi tes awal pada umumnya ditekankan pada bahan-bahan penting yang sudah diketahui atau dikuasai oleh peserta didik. Setelah tes awal berakhir, sebagai tindak lanjutnya adalah (a) jika dalam tes awal itu semua materi yang dinyatakan dalam tes sudah dikuasai dengan baik oleh peserta didik, maka materi yang telah dinyatakan dalam tes awal tidak akan diajarkan lagi, dan (b) jika materi yang dapat dipahami oleh peserta didik baru sebagian saja, maka yang diajarkan adalah materi pelajaran yang belum cukup dipahami oleh para peserta didik tersebut (Sudijono, 2001:69-70). <br />
3. Tes akhir<br />
Tes akhir dikenal dengan istilah post-test. Tes akhir dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah semua materi pelajaran yang tergolong penting sudah dapat dikuasai dengan sebaik-baiknya oleh peserta didik. Isi atau materi tes akhir adalah bahan-bahan pelajaran yang tergolong penting, yang telah diajarkan kepada peserta didik. Jika hasil tes akhir itu lebih baik daripada tes awal maka dapat diartikan bahwa program pengajaran telah berjalan dan berhasil dengan sebaik-baiknya. <br />
4. Tes diagnostik<br />
Menurut Arikunto (2005:34-36) tes diagnostic adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan dapat dilakukan pemberian perlakuan yang tepat. Dengan mengingat bahwa sekolah sebagai sebuah transformasi, maka letak tes diagnostik dapat dilihat pada diagram di bawah ini:<br />
<br />
<br />
<br />
Input Output<br />
Tes diagnostik 1<br />
Tes ini dilakukan terhadap calon siswa sebagi input untuk mengetahui apakah calon tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima pengetahuan di sekolah.<br />
Tes diagnostik 2<br />
Tes ini dilakukan terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas, maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. <br />
Tes diagnostik 3<br />
Tes ini dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Sebagai guru yang bijaksana, maka pengajar harus berkali-kali memberikan tes diagnostik untuk mengetahui bagian mana dari bahan yang diberikan itu belum dikuasai oleh siswa. Selain itu dapat mengadakan deteksi apa sebab siswa tersebut menguasai bahan. <br />
Tes diagnostik 4<br />
Tes ini diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan. <br />
5. Tes formatif<br />
Tes formatif merupakan post-test atau tes akhir proses. Evaluasi formatif mempunyai manfaat baaik bagi siswa, guru, dan program itu sendiri.<br />
Manfaat bagi siswa<br />
a. Digunakan untuk mengetahui apakah siswa sudah menguasai bahan program secara menyeluruh,<br />
b. Merupakan penguatan bagi siswa,<br />
c. Usaha perbaikan, dan<br />
d. Sebagai diagnosis<br />
Manfaat bagi guru<br />
a. Mengetahui sampai sejauh mana bahan yang diajarkan sudah dapat diterima oleh siswa,<br />
b. Mengetahui bahan-bahan mana dari bahan pelajaran yang belum menjadi milik siswa, dan <br />
c. Dapat meramalkan sukses dan tidaknya seluruh program yang akan diberikan.<br />
Manfaat bagi program<br />
a. Apakah program yang telah diberikan merupakan program yang tepat dalam arti sesuai dengan kecakapan anak,<br />
b. Apakah program tersebut membutuhkan pengetahuan-pengetahuan prasyarat yang belum diperhitungkan,<br />
c. Apakah diperlukan alat, sarana, dan prasarana untuk mempertinggi hasil yang akan dicapai, dan<br />
d. Apakah metode, pendekatan, dan alat evaluasi yang digunakan sudah tepat.<br />
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi formati yaitu:<br />
1. Penilaian dilakukan pada akhir setiap satuan pelajaran.<br />
2. Penilaian formatif bertujuan mengetahui sejauh mana tujuan instruksional khusus (TIK) pada setiap satuan pelajaran yang telah tercapai.<br />
3. Penilaian formatif dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner, ataupun cara lainnya yang sesuai.<br />
4. Siswa dinilai berhasil dalam penilaian formatif apabila mencapai taraf penguasaan sekurang-kurangnya 75% dari tujuan yang ingin dicapai.<br />
Menurut Anonim (2010), model dan prosedur evaluasi formatif sebagai berikut:<br />
• Pada dasarnya Evaluasi Formatif digunakan untuk menemukan kelemahan-kelemahan dalam sebuah bahan ajar dengan tujuan untuk memperbaiki kelemahan tersebut. <br />
• Ada beberapa model evaluasi formatif yang dapat digunakan yaitu reviu program oleh pakar (expert review), pengembangan dan pengujian bahan ajar (developmental testing); verifikasi dan revisi program oleh siswa (learner verification and revision); dan model tiga tahap (three - stages model). Program dalam hal ini adalah bahan ajar yang tengah dikembangkan. <br />
• Sebagian besar model evaluasi formatif yang digunakan untuk melakukan evaluasi terhadap sebuah bahan ajar pada umumnya menggunakan siswa sebagai responden atau sumber informasi/data. <br />
• Penggunaan siswa sebagai responden dimaksudkan agar data dan informasi yang diperoleh tentang bahan ajar sangat akurat. Hal ini disebabkan pengguna bahan ajar yang dievaluasi adalah siswa. <br />
• Ada beberapa teknik yang dapat digunakan untuk mengumpulkan data atau informasi yaitu kuesioner dan wawancara. Teknik lain yaitu uji coba bahan ajar dengan melakukan pretest dan post-test. <br />
<br />
<br />
<br />
6. Tes sumatif <br />
Manfaat tes sumatif yaitu:<br />
a. Untuk menentukan nilai. Tes ini digunakan untuk memberikan informasi demi perbaiakn penyampaian dan tidak digunakan untuk memberikan nilai atau tidak digunakan untuk penentuan kedudukan seorang anak diantara teman-temannya, maka nilai dari tes sumatif digunakan untuk menentukan kedudukan anak. <br />
b. Untuk menentukan seseorang anak dapat atau tidaknya mengikuti kelompok dalam menerima program berikutnya.<br />
c. Untuk mengisi catatan kemajuan belajar siswa yang berguna bagi orang tua siswa, pihak bimbingan dan penyuluhan di sekolah, dan pihak-pihak lain apabila siswa tersebut akan pindah ke sekolah lain, akan melanjutkan belajar atau akan memasuki lapangan kerja.<br />
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian evaluasi sumatif :<br />
1. Siswa dinilai berhasil dalam mata pelajaran tertentu selama satu semester apabila nilai rapor mata pelajaran tersebut sekurang-kurangnya 6 (enam).<br />
2. Penilaian sumatif (subsumatif) dilakukan dengan mempergunakan tes hasil belajar, kuesioner ataupun cara lainnya yang sesuai dengan menilai ketiga ranah yakni kognitif, afektif, dan psikomotor.<br />
3. Hasil penilaian sumatif (subsumatif) dinyatakan dalam skala nilai 0 – 10.<br />
<br />
<br />
<br />
Formatif I Formatif II Formatif III<br />
<br />
b. Penggolongan tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap<br />
Menurut Sudijono (2001:73) tes berdasarkan aspek psikis yang ingin diungkap dibedakan menjadi lima golongan, yaitu:<br />
a. Tes intelengensi yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap atau mengetahui tingkat kecerdasan seseorang,<br />
b. Tes kemampuan yaitu tes yang dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap kemampuan dasar atau bakat khusus yang dimiliki testee<br />
c. Tes sikap yaitu salah satu jenis tes yang dipergunakan untuk mengungkap predisposisi atau kecendrungan seseorang untuk melakukan suatu respon tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa individu-individu maupun obyek-obyek tertentu.<br />
d. Tes keperibadian yakni tes yang dilaksanakan dengan tujuan mengungkap cirri-ciri khas dari seseorang yang banyak sedikitnya besifat lahiriah, seperti gaya bicara, cara berpakaian, nada suara, hobi atau kesenangan, dan lain-lain.<br />
e. Tes hasil belajar, yang juga sering dikenal dengan istilah tes percapaian yakni tes yang biasa digunakan untuk mengungkap tingkat pencapaian atau prestasi belajar. Tes hasil belajar atau tes prestasi belajar dapat didefinisikan sebagai cara (yang dapat dipergunakan) atau prosedur (yang dapat ditempuh) dalam rangka pengukuran dan penilaian hasil belajar, yang terbentuk tugas dan serangkaian tugas (baik berupa pertanyaan-pertanyaan atau soal-soal) yang harus dijawab, atau perintah-perintah yang harus dikerjakan oleh testee, sehingga (berdasar atas data yang diperoleh dari kegiatan pengukuran itu) dapat menghasilkan nilai yang melambankan tingkah laku atau prestasi belajar testee; nilai mana dapat dibandingkan dengan nilai-nilai standar tertentu, atau dapat pula dibandingkan dengan nilai-nilai yang berhasil dicapai oleh testee lainnya. <br />
c. Penggolongan Lain-lain<br />
Dilihat dari segi banyaknya orang yang mengikuti tes, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:<br />
1) Tes individual yakni tes dimana tester berhadapan dengan satu orang testee saja, dan<br />
2) Tes kelompok yakni tes dimana tester berhadapan lebih dari satu orang testee.<br />
Dilihat dari segi waktu yang disediakan bagi testee utuk menyelesaikan tes, tes dapat dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu:<br />
1) Power test yakni tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut tidak dibatasi,<br />
2) Speed test yaitu tes di mana waktu yang disediakan buat testee untuk menyelesaikan tes tersebut dibatasi. <br />
<br />
<br />
Dilihat dari segi bentuk responnya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :<br />
1) Verbal test yakni suatu tes yang menghendaki respon (jawaban) yang tertuang dalam bentuk ungkapan kata-kata atau kalimat, baik secara lisan maupun secara tertulis, dan <br />
2) Nonverbal test yakni tes yang menghendaki respon (jawaban) dari testee bukan berupa ungkapan kata-kata atau kalimat, melainkan berupa tindakan atau tingkah laku, jadi respon yang dikehendaki muncul dari testee adalah berupa perbuatan atau gerakan-gerakan tertentu.<br />
Ditinjau dari segi cara mengajukan pertanyaan dan cara memberikan jawabannya, tes dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu :<br />
1) Tes tertulis yakni jenis tes di mana tester dalam mengajukan butir-butir pertanyaan atau soalnya dilakukan secara tertulis dan testee memberikan jawabannya juga secara tertulis, dan<br />
2) tes lisan yakni tes di mana tester di dalam mengajukan pertanyaan-pertanyaan atau soalnya dilakukan secara lisan dan testee memberikan jawabannya secara lisan pula.<br />
2. Nontes<br />
Non tes bertujuan untuk menilai aspek-aspek tingkah laku seperti minat, sikap, perhatian, dan karakteristik. Ditinjau dari pelaksanaannya nontes berupa:<br />
a. Studi kasus ialah mempelajari individu dalam periode tertentu secar terus menerus untuk melihat perkembangannya.<br />
b. Skala penilaian (rating scale), merupakan salah satu alat penilaian yang menggunakan skala yang telah disusun dari ujung yang negatif sampai kepada ujung yang positif sehingga pada skala tersebut penilai tinggal membubuhi tanda cek saja (V).<br />
c. Inventory merupakan alat penilaian yang menggunakan daftar pertanyaan yang disertai alternatif jawaban sangat setuju (SS), setuju (S), tidak punya pendapat(TPP), tidak setuju (TS), sangat tidak setuju (STS).<br />
d. Kuesioner (questionair) dikenal sebagai angket. Pada dasarnya, kuesioner adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur (responden). Menurut Arikunto (2005:28-31), macam-macam kuesioner, yaitu :<br />
a. Ditinjau dari segi siapa yang menjawab<br />
1. Kuesioner langsung<br />
Jika dikirimkan dan diisi langsung oleh orang yang akan dimintai jawaban tentang dirinya.<br />
2. Kuesioner tidak langsung<br />
Jika dikirimkan dan diisi oleh bukan orang yang diminta keterangannya. Kuesioner ini biasanya digunakan untuk mencari informasi tentang bawahan, anak, saudara, tetangga, dan sebagainya.<br />
b. Ditinjau dari segi cara menjawab<br />
1. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang disusun dengan menyediakan pilihan jawaban lengkap sehingga pengisi hanya tinggal memberi tanda pada jawaban yang dipilih. <br />
Contoh :<br />
Tingkat pendidikan yang sekarang anda ikuti adalah :<br />
SD SLTP SLTA<br />
Perguruan tinggi<br />
Tanda cek (√) dibubuhkan pada kotak di depan “Perguruan Tinggi” jika pengisi berstatus mahasiswa.<br />
2. Kuesioner terbuka adalah kuesioner yang disusun sedemikian rupa sehingga para pengisi bebas mengemukakan pendapatnya. Kuesioner ini disusun apabila jawaban pengisi belum terperinci dengan jelas sehingga jawabannya akan beranekaragam. Kuesioner terbuka juga digunakan untuk meminta pendapat seseorang.<br />
Contoh :<br />
Untuk membimbing mahasiswa ke arah kebiasaan membaca buku-buku asing, maka sebaiknya setiap dosen menunjuk buku asing sebagai salah satu buku wajib.<br />
Bagaimana pendapat saudara ?<br />
Jawab: ….<br />
3. Daftar cocok (check list) adalah deretan pertanyaan (yang biasanya singkat-singkat), di mana responden yang dievaluasi tinggal membutuhkan tanda cocok (√) di tempat yang sudah disediakan.<br />
Contoh:<br />
Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai dengan pendapat saudara.<br />
Pendapat<br />
Pernyataan Penting Biasa Tidak<br />
Penting<br />
1. Melihat pemandangan indah <br />
2. Olahraga tiap pagi <br />
3. Melihat film <br />
4. Belajar menari <br />
5. Tulisan bagus <br />
6. Berkunjung ke kawan <br />
Ada pendapat yang mengatakan bahwa sebenarnya skala bertingkat dapat digolongkan ke dalam daftar cocok karena dalam skala bertingkat, responden juga diminta untuk memberikan tanda cocok pada pilihan yang tepat<br />
4. Wawancara (interview) adalah suatu metode atau cara yang digunakan untuk mendapatkan jawaban dari responden dengan jalan tanya jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena dalam wawancara ini responden tidak diberi kesempatan sama sekali untuk mengajukan pertanyaan. Pertanyaan hanya diajukan oleh subjek evaluasi.<br />
Wawancara dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu :<br />
a. Wawancara bebas, di mana responden mempunyai kebebasan untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa dibatasi oleh patokan-patokan yang telah dibuat oleh subjek evaluasi.<br />
b. Wawancara terpimpin yaitu wawancara yang dilakukan oleh subjek evaluasi dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sudah disusun terlebih dahulu. Pertanyaan itu kadang-kadang bersifat sebagai yang memimpin, mengarahkan, dan penjawab sudah dipimpin oleh sebuah daftar cocok, sehingga dalam menuliskan jawaban, tinggal membubuhkan tanda cocok di tempat yang sesuai dengan keadaan responden. <br />
5. Pengamatan <br />
Pengamatan atau observasi adalah suatu teknik yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara teliti serta pencatatan secara sistematis. Ada 2 macam observasi:<br />
a. Observasi partisipan yaitu observasi yang dilakukan oleh pengamat, tetapi dalam pada itu pengamat memasuki dan mengikuti kegiatan kelompok yang sedang diamati. Observasi partisipan dilaksanakan sepenuhnya jika pengamat betul-betul mengikuti kegiatan kelompok, bukan hanya pura-pura. Dengan demikian, ia dapat menghayati dan merasakan seperti apa yang dirasakan orang-orang dalam kelompok yang diamati. <br />
b. Observasi sistematik yaitu di mana faktor-faktor yang diamati sudah didaftar secara sistematis dan sudah diatur menurut kategorinya. Berbeda dengan observasi partisipan, maka dalam observasi sistematik ini pengamat berada di luar kelompok. Dengan demikian maka pengamat tidak dibingungkan oleh situasi yang melingkungi dirinya.<br />
c. Observasi eksperimental terjadi jika pengamat tidak berpartisipasi dalam kelompok. Dalam hal ini ia dapat mengendalikan unsur-unsur penting dalam situasi sedemikian rupa sehingga situasi itu dapat diatur sesuai dengan tujuan evaluasi.<br />
6. Riwayat hidup adalah gambaran tentang keadaan seseorang selama dalam masa kehidupannya. <br />
<br />
VI. Prinsip-Prinsip Evaluasi<br />
Menurut Khusnuridlo (2010), prinsip-prinsip evaluasi terdiri dari :<br />
1. Komprehensif<br />
Evaluasi harus mencakup bidang sasaran yang luas atau menye¬luruh, baik aspek personalnya, materialnya, maupun aspek operasionalnya. Evaluasi tidak hanya dituju¬kan pada salah satu aspek saja. Misalnya aspek personalnya, jangan hanya menilai gurunya saja, tetapi juga murid, karyawan dan kepala sekolahnya. Begitu pula untuk aspek material dan operasionalnya. Evaluasi harus dilakukan secara menyeluruh.<br />
2. Komparatif<br />
Prinsip ini menyatakan bahwa dalam mengadakan evaluasi harus dilaksa-nakan secara bekerjasama dengan semua orang. Sebagai contoh dalam mengevaluasi keberhasilan guru dalam mengajar, harus bekerjasama antara pengawas, kepala sekolah, guru itu sendiri, dan bahkan, dengan pihak murid. Dengan melibatkan semua pihak diharapkan dapat mencapai keobyektifan dalam mengevaluasi. <br />
3. Kontinyu<br />
Evaluasi hendaknya dilakukan secara terus-menerus selama proses pelaksanaan program. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasil yang telah dicapai, tetapi sejak pembuatan rencana sampai dengan tahap laporan. Hal ini penting dimaksudkan untuk selalu dapat memonitor setiap saat atas keberhasilan yang telah dicapai dalam periode waktu tertentu. Aktivitas yang berhasil diusahakan terjadi peningkatan, sedangkan aktivi-tas yang gagal dicari jalan lain untuk mencapai keberhasilan.<br />
<br />
<br />
4. Obyektif<br />
Mengadakan evaluasi harus menilai sesuai dengan kenya¬taan yang ada. Katakanlah yang hijau itu hijau dan yang merah itu merah. Jangan sampai mengatakan yang hijau itu kuning, dan yang kuning itu hijau. Sebagai contoh, apabila seorang guru itu sukses dalam menga¬jar, maka katakanlah bahwa guru ini sukses, dan sebaliknya apabila jika guru itu kurang berhasil dalam mengajar, maka katakanlah bahwa guru itu kurang berhasil. Untuk mencapai keobyektifan dalam evaluasi perlu adanya data dan fakta. Dari data dan fakta inilah dapat mengolah untuk kemudian diambil suatu kesimpulan. Makin lengkap data dan fakta yang dapat dikumpulkan maka makin obyektiflah evaluasi yang dilakukan.<br />
5. Berdasarkan Kriteria yang Valid<br />
Selain perlu adanya data dan fakta, juga perlu adanya kriteria-kriteria tertentu. Kriteria yang digunakan dalam evaluasi harus konsisten dengan tujuan yang telah dirumuskan. Kriteria ini digunakan agar memiliki standar yang jelas apabila menilai suatu aktivitas supervisi pendi¬dikan. Kekonsistenan kriteria evaluasi dengan tujuan berarti kriteria yang dibuat¬ harus mempertimbangkan hakikat substansi supervisi pendidikan.<br />
6. Fungsional<br />
Evaluasi memiliki nilai guna baik secara langsung maupun tidak langsung. Kegunaan langsungnya adalah dapatnya ¬hasil evaluasi digunakan untuk perbaikan apa yang dievaluasi, sedangkan kegunaan tidak langsungnya adalah hasil evaluasi itu dimanfaatkan untuk penelitian atau keperluan lainnya.<br />
7. Diagnostik <br />
Setiap hasil evaluasi harus didokumentasikan. Bahan-bahan dokumentasi hasil evaluasi inilah yang dapat dijadikan dasar penemuan kelemahan-kelemahan atau kekurangan-kekurangan yang kemudian harus diusahakan jalan pemecahannya.<br />
Menurut Yunanda (2010), prinsip-prinsip evaluasi yaitu :<br />
1. Keterpaduan<br />
Evaluasi harus dilakukan dengan prinsip keterpaduan antara tujuan intruksional pengajaran, materi pembelajaran, dan metode pengajaran.<br />
2. Keterlibatan peserta didik<br />
Prinsip ini merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam evaluasi bukan alternative, tapi kebutuhan mutlak.<br />
3. Koherensi<br />
Evaluasi harus berkaitan dengan materi pengajaran yang telah dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.<br />
4. Pedagogis<br />
Aspek pedagogis diperlukan untuk melihat perubahan sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi motivator bagi diri siswa.<br />
5. Akuntabel <br />
Hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua, siswa, sekolah, dan lainnya.<br />
Menurut Arikunto (2005:24-25), prinsip evaluasi merupakan triagulasi yang meliputi tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran atau KBM, dan evaluasi. <br />
a. Hubungan anatara tujuan dengan KBM<br />
Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, anak panah yang menunjukkan hubungan anatara keduanay mengarah pada tujuan dengan makana bahwa KBM mengacu pada tujuan, tetapi juga mengarah dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM. <br />
b. Hubungan tujuan dengan evaluasi, dan<br />
Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dalam menyusun alat evaluasi perlu mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan<br />
c. Hubungan anatara KBM dengan evaluasi <br />
KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan, alat evaluasi disusun dengan mengacu pada tujuan, mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan.<br />
Menurut Sudijono (2001:31-33), evaluasi hasil belajar dikatakan terlaksan dengan baik apabila dalam pelaksanaannya senantiasa berpegang pada tiga prinsip dasar yaitu:<br />
1. Prinsip keseluruhan<br />
Prinsip keseluruhan dikenal dengan istilah prinsip komprehensif. Prinsip komprehensif dikatakan terlaksana dengan baik apabila evaluasi tersebut dilaksanakan secara bulat, utuh atau menyeluruh. Evaluasi hasil belajar harus dapat mencakup berbagai aspek yang dapat menggambarkan perkembangan atau perubahan tingkah laku yang terjadi pada diri peserta didik sebagai makhluk hidup. <br />
2. Prinsip Kesinambungan<br />
Prinsip kesinambungan dikenal dengan istilah prinsip komunitas. Prinsip komunitas dimaksudkan bahwa hasil belajar yang baik adalah evaluasi hasil belajar yang dilaksanakan secara teratur dan sambung menyambung dari waktu ke waktu. Evaluasi hasil belajar dilaksanakan secara berkesinambungan agar pihak evaluator dapat memperoleh kepastian dan kemantapan dalam menentukan langkah-langkah atau merumuskan kebijaksanaan untuk masa depan serta memperoleh informasi yang dapat memberikan gambaran mengenai kemajuan atau perkembangan peserta didik.<br />
3. Prinsip obyektivitas<br />
Prinsip objektivitas mengandung makna bahwa evaluasi hasil belajar dapat dinyatakan sebagai evaluasi yang baik apabila dapat terlepas dari factor-faktor yang sifatnya subyektif. <br />
<br />
<br />
<br />
<br />
VII. Prosedur Melaksanakan Evaluasi<br />
Menurut Wakhinuddin (2009), dalam melaksanakan evaluasi pendidikan hendaknya dilakukan secara sistematis dan terstruktur. Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya bahwa evaluasi pendidikan secara garis besar melibatkan 3 unsur yaitu input, proses dan out put. Apabila prosesdur yang dilakukan tidak bercermin pada 3 unsur tersebut maka dikhawatirkan hasil yang digambarkan oleh hasil evaluasi tidak mampu menggambarkan gambaran yang sesungguhnya terjadi dalam proses pembelajaran. Langkah-langkah dalam melaksanakan kegiatan evaluasi pendidikan secara umum adalah sebagai berikut :<br />
1. Perencanaan (mengapa perlu evaluasi, apa saja yang hendak dievaluasi, tujuan evaluasi, teknikapa yang hendak dipakai, siapa yang hendak dievaluasi, kapan, dimana, penyusunan instrument, indikator, data apa saja yang hendak digali, dsb)<br />
2. Pengumpulan data ( tes, observasi, kuesioner, dan sebagainya sesuai dengan tujuan)<br />
3. Verifiksi data (uji instrument, uji validitas, dan uji reliabilitas)<br />
4. Pengolahan data ( memaknai data yang terkumpul, kualitatif atau kuantitatif, apakah hendak di olah dengan statistikatau non statistik, apakah dengan parametrik atau non parametrik, apakah dengan manual atau dengan software (misal : SAS, SPSS )<br />
5. Penafsiran data ( ditafsirkan melalui berbagai teknik uji, diakhiri dengan uji hipotesis ditolak atau diterima, jika ditolak mengapa? Jika diterima mengapa? Berapa taraf signifikannya?) interpretasikan data tersebut secara berkesinambungan dengan tujuan evaluasi sehingga akan tampak hubungan sebab akibat. Apabila hubungan sebab akibat tersebut muncul maka akan lahir alternatif yang ditimbulkan oleh evaluasi itu.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
V. Subjek Evaluasi<br />
Subjek evaluasi adalah orang yang melakukan pekerjaan evaluasi. Dalam kegiatan evaluasi pendidikan di mana sasaran evaluasinya adalah prestasi belajar maka subyek evaluasinya adalah guru aatu dosen yang mengasuh mata pelajaran tertentu. Jika evaluasi yang dilakukan itu sasarannya adalah sikap peserta didik, maka subyek evaluasinya adalah guru atau petugas yang melaksanakan evaluasi tentang sikap (Sudijono, 2001:29).<br />
<br />
VI. Obyek evaluasi<br />
Obyek atau sasaran evaluasi pendidikan adalah segala sesuatu yang bertalian dengan kegiatan atau proses pendidikan yang dijadikan titik pusat perhatian atau pengamatan karena pihak penilai ingin memperoleh informasi tentang kegiatan atau proses pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk mengenal atau mengetahui obyek dari evaluasi pendidikan adalah dengan jalan menyoroti dari tiga segi yaitu segi input, transformasi, dan output (Arikunto, 2005:20-21).<br />
Dilihat dari segi input, maka obyek dari evaluasi pendidikan meliputi tiga aspek yaitu:<br />
1. Aspek kemampuan<br />
Untuk dapat mengikuti program dalam suatu lembaga/sekolah/institusi maka calon siswa harus memiliki kemampuan yang sepadan. Alat ukur yang digunakan untuk mengukur kemampuan ini disebut tes kemampuan atauattitude test. <br />
2. Aspek Kepribadian<br />
Kepribadian adalah sesuatu yang terdapat pada diri manusia dan menampakkan bentuknya dalam tingkah laku. Alat untuk mengetahui kepribadian seseorang disebut tes kepribadian atau personality test.<br />
3. Aspek sikap<br />
Sikap merupakan bagian dari tingkah laku manusia sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar keluar. Alat untuk mengetahui keadaan sikap seseorang dinamakan tes sikap atau attitude test. Oleh karena tes berupa skala, maka lalu disebut skala sikap atau attitude scale. <br />
4. Aspek Intelegensi<br />
Untuk mengetahui tingkat intelegensi digunakan tes intelegensi yang terkenal adalah tes buatan Binet dan Simon. Dari hasil tes akan diketahui IQ seseorang. IQ berbeda dengan intelegensi karena IQ hanyalah angka yang memberikan petunjuk tinggi rendahnya intelegensi seseorang.<br />
Unsur-unsur dalam transformasi yang menjadi obyek penilaian yaitu:<br />
1. Kurikulum/materi,<br />
2. Metode dan cara penilaian,<br />
3. Sarana pendidikan/media,<br />
4. Sistem administrasi, dan<br />
5. Guru dan personal lainnya. <br />
Penilaian terhadap lulusan suatu sekolah dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat pencapaian/prestasi belajar mereka selama mengikuti program. alat yang digunakan untuk mengukur pencapaian ini disebut tes pencapaian atau achievement test (Arikunto, 2005:22).<br />
<br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
Kesimpulan<br />
Berdasarkan pembahasan di Bab II maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :<br />
1. Evaluasi adalah proses untuk menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu criteria tertentu.<br />
2. Ciri-ciri evaluasi yaitu mengukur keberhasilan yang bersifat kuantitatif, menggunakan unit-unit atau satuan-satuan, dan tidak selalu menunjukkan hasil evaluasi yang sama bagi peserta didik.<br />
3. Evaluasi bertujuan mengambil keputusan tentang hasil belajar, memahami anak didik, memperbaiki, dan mengembangkan program pengajaran.<br />
4. Evaluasi berfungsi untuk diagnostik, seleksi, pengembangan, kenaikan kelas, menumbuhkan motivasi dalam belajar, dan penempatan.<br />
5. Jenis-jenis alat evaluasi yaitu tes berupa (tes awal, tes akhir, tes seleksi, tes diagnostik, tes formatif, tes sumatif, tes intelegensi, tes kemampuan, tes kepribadian, tes hasil belajar, tes sikap, tes individual, tes kelompok, power tes, speed tes, verbal tes, nonverbal tes, tes tertulis, dan tes lisan) dan nontes berupa (studi kasus, skala penilaian, inventory, dan kuesioner)<br />
6. Prinsip-prinsip evaluasi yaitu komprehensif, komparatif, kontinyu, obyektif, criteria yang valid, fungsional, diagnostik, keterpaduan, keterlibatan peserta didik, koherensi, pedagogis, dan akuntabel.<br />
7. Pelaksanaan evaluasi dilakukan secara sistematis dan terstruktur yaitu perencanaan, pengumpulan data, verifikasi data, pengolahan data, dan penafsiran data.<br />
8. subyek evaluasi yaitu guru dan dosen<br />
9. Obyek evaluasi yaitu segala sesuatu yang bertalian dengan proses pendidikan dengan menyoroti segi input, transformasi, dan output.<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Anonim. 2010. Strategi dan Metode(Online). (http://pakguruonline.pendidikan.net/buku_tua_pakguru_dasar_kpdd_b11.html, diakses 21 Februari 2011).<br />
Ahira, A. 2010. Pengertian Pendidikan(Online). (http://www.anneahira.com/artikel-pendidikan/pengertian-pendidikan.html, diakses 21 Februari 2011).<br />
Arikunto, S. 2005. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (edisi revisi). Bumi aksara. Jakarta<br />
Dimyati & Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta<br />
Hartoto. 2009. Pengertian dan Fungsi Pendidikan(Online). (http://fatamorghana.wordpress.com/2009/04/12/tujuan-pendidikan/, diakses 21 Februari 2011). <br />
Khusnuridlo. 2010. Prinsip-prinsip Evaluasi Program Supervisi Pendidikan(Online). (http://www.khusnuridlo.com/2010/11/prinsip-prinsip-evaluasi-program.html, diakses 21 Februari 2011).<br />
<br />
Silvie. 2009. Evaluasi Pendidikan(Online). (http://sylvie.edublogs.org/2007/04/27/evaluasi-pendidikan/comment-page-1/ , diakses 21 Februari 2011).<br />
Suartini. 2010. Prinsip dan Alat Evaluasi(Online). (http://file.upi.edu/Direktori/E%20-%20FPTK/JUR.%20PEND.%20TEKNIK%20ELEKTRO/196311211986032%20-%20TUTI%20SUARTINI/Handout%203%20evaluasi%20pendidikan%20.pdf, diakses 21 Februari 2011).<br />
<br />
Sudijono, A. 2001. Pengantar Evaluasi Pendidikan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.<br />
<br />
Thoha, C. 2003. Teknik Evaluasi Pendidikan. RajaGrafindo Persada. Jakarta.<br />
<br />
Wakhinuddin. 2009. Prinsip-Prinsip Evaluasi Dalam Pembelajaran(Online). (http://wakhinurdin.wordpress.com/2010/01/13/prinsip-prinsip-evaluasi-dalam-pembelajaran, Diases 21 Februari 2011)SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-14673453922157178282011-02-22T05:35:00.000-08:002011-02-22T05:35:03.168-08:00Peningkatan Motivasi Belajar Peserta Didik Dalam Perspektif Psikologi PendidikanBAB I<br />
PENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
<br />
A. Latar Belakang<br />
Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan sumbangsih dari ilmu pengetahuan psikologi terhadap dunia pendidikan dalam kegiatan pendidikan pembelajaran, pengembangan kurikulum, proses belajar mengajar, sistem evaluasi, dan layanan konseling merupakan serta beberapa kegiatan utama dalam pendidikan terhadap peserta didik, pendidik, orang tua, masyarakat dan pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara sempurna dan tepat guna (Anonim, 2010).<br />
Pendidikan memang tidak bisa dilepaskan dari psikologi. Oleh karena itu, agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara efektif dan efisien, maka setiap orang yang terlibat dalam pendidikan tersebut seyogyanya dapat memahami tentang perilaku individu sekaligus dapat menunjukkan perilakunya secara efektif.<br />
Dunia pendidikan khususnya di sekolah, memegang peranan penting dalam proses belajar selain instasi sekolah adalah adanya kerjasama antara guru dan siswa. Seorang guru memegang peranan penting dalam membentuk siswanya. Tidak hanya membentuk dalam bentuk pola pikir atau pengetahuan, seorang guru juga dituntut untuk dapat membentuk siswanya dari segi tingkah laku dan emosional siswa.Seorang guru juga berperan sebagai pengganti orang tua atau orang tua kedua bagi siswa disekolah. Sehingga seorang guru harus dapat dan mampu memberikan contoh yang posistif atau memberikan motivasi yang baik bagi siswa. Di sekolah sering sekali terdapat anak yang malas, tidak menyenangkan, suka membolos, dan lain sebagainya. Dalam hal demikian berarti bahwa guru tidak berhasil memberikan motivasi yang tepat untuk mendorong dan memberi semangat bagi anak didiknya agar dapat belajar dengan sungguh-sungguh (Sutiyono, 2010).<br />
Perlu diingat bahwa nilai baik atau buruk pada suatu pelajaran tertentu belum tentu disebabkan karena hasil dari kemampuan berfikir seorang siswa. Karena sering kali terjadi bahwa seorang siswa dapat belajar dan menghasilkan nilai yang baik atau seorang siswa dalam belajar memilki tingkat kemalasan yang luar biasa karena bersumber dari dirinya, tetapi sering juga hal-hal tersebut disebabkan karena kurang mampunya seorang guru memberi contoh dan motivasi yang positif kepada siswanya (Sutiyono, 2010).<br />
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa secara tepat. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif (Sudrajat, 2008). <br />
Banyak bakat anak atau sorang siswa tidak dapat berkembang kerena tidak memperoleh motivasi yang tepat. Kerena jika seseorang mendapatkan motivasi yang tepat , maka tenaga-tenaga yang luar biasa yang terdapat di dalam diri akan dapat terlepas sehingga hasil-hasil yang diingikan akan dapat tercapai secara maksimal. Pemberian motivasi erat kaitannya dengan psikologi pendidikan. Dengan perpatokan dengan masalah tersebut maka penulis dalam penyusunan malakah, menembil judul �Peningkatan Motivasi Belajar Peserta Didik Dalam Perspektif Psikologi Pendidikan�. <br />
<br />
B. Rumusan Masalah<br />
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam makalah ini penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :<br />
1. Apakah motivasi itu?<br />
2. Apa tujuan dari motivasi itu?<br />
3. Apa saja macam motivasi itu?<br />
4. Apakah belajar itu ?<br />
4. Bagaimanakah karakteristik pesrta didik?<br />
5. Bagaimana peran guru dalam memberikan motivasi terhadap siswa?<br />
<br />
C. Tujuan<br />
Tujuan penulisan makalah ini yakni :<br />
1. Untuk mengetahui arti motivasi <br />
2. Untuk mengetahui tujuan dari motivasi <br />
3. Untuk mengetahui macam motivasi <br />
4. Untuk mengetahui arti belajar<br />
4. Untuk mengetahui karakteristik peserta didik<br />
5. Untuk mengetahui peran guru dalam memberikan motivasi terhadap siswa<br />
<br />
D. Manfaat<br />
Makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat, yaitu <br />
1. Memberikan gambaran kepada seorang guru agar dapat memberikan yang terbaik bagi siswa.<br />
2. Memberikan pengetahuan tentang profesi seorang guru yang baik.<br />
3. Memberikan pengetahuan tentang motivasi yang berperan sebagai suatu pemacu dan pendorong dalam proses pendidikan.<br />
4. Memberikan motivasi untuk menjadi seorang guru yang patut digugu dan ditiru di percaya dan dapat dicontoh bagi siswanya.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
BAB II<br />
TINJAUAN PUSTAKA <br />
<br />
<br />
1. Motivasi<br />
Istilah motivasi berasal dari bahasa latin yaitu kata movere yang berarti bergerak. Menurut McDonald, “Motivation is a energy change within the person characterized by affective arousal and anticipatory goal reactions. Motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1992). <br />
Henry E Garet dalam (Anonim, 2010) dikutip dalam buku Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, motivasi adalah motive is a need, aspiration, ambition, or purpose (motivasi adalah berupa kebutuhan, aspirasi, hasrat atau tujuan).<br />
Konteks sekarang, motivasi dapat didefinisikan sebagai suatu proses psikologi yang menghasilkan suatu intensitas, arah, dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan. Pada tahun 1943, pakar psikologi motivasi Abraham Maslow memaparkan teori hierarki kebutuhan dari motivasi yang sekarang menjadi terkenal. Moslow dalam Ahira (2010) menyatakan bahwa psikologi motivasi adalah sebuah fungsi dari lima kebutuhan dasar, yaitu :<br />
1. Psikologi<br />
Kebutuhan dasar yang utama. Antara lain kebutuhan akan makanan, minum, udara untuk bertahan hidup<br />
2. Keamanan<br />
Antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional<br />
3. Cinta<br />
Keinginan untuk dicintai dan mencintai. Mengandung kebutuhan akan kasih sayang dan rasa memiliki<br />
4. Penghargaan<br />
Kebutuhan akan reputasi, kebanggaan, dan pengakuan dari orang lain. Juga mengandung kebutuhan akan kepercayaan diri dan kekuatan.<br />
5. Aktualisasi diri<br />
Keinginan untuk menjadi apa yang ia ingin jadi. Untuk menjadi terbaik adalah kesanggupan dari menjadi apa.<br />
Clayton Alderfer dalam Ahira (2010) mengembangkan sebuah teori alternatif dari kebutuhan manusia pada akhir 1960an. Teori ini membedakan kebutuhan yang telah dikembangkan oleh Maslow menjadi tiga level dari yang terendah sampai tertinggi yaitu kebutuhan-kebutuhan eksistensi (Existence Needs) yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologis dan keamanan, kebutuhan-kebutuhan hubungan (Relatedness Needs) yang berfokus pada bagaimana individu berhubungan dengan lingkungan sosialnya, kebutuhan-kebutuhan pertumbuhan (Growth Needs) yang meliputi kebutuhan akan tumbuh sebagai manusia pada umumnya dan menggunakan kemampuannya untuk mencapai tujuan tersebut.<br />
Menurut Alim (2010), berbagai arti motivasi dalam perspektif psikologi, yaitu:<br />
1. Perspektif Behavioral<br />
Menurut Emmer (2000) dalam Alim (2010), menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negative yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat.<br />
2. Perspektif humanistis<br />
Menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka dan peka terhadap orang lain. Berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow diberi perhatian khusus yaitu aktualisasi diri.<br />
3. Perspektif kognitif<br />
Perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif mengusulkan konsep menurut White (1959) tentang motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien.<br />
4. Pespektif Sosial<br />
Menurut Baker (1999) dan Stipek (2002) dalam Alim (2010), kebutuhan afiliasi adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang punya hubungan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sifat akademik yang positif dan lebih senang bersekolah.<br />
3. Tujuan motivasi<br />
Tujuan dari motivasi ialah sarana untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Bagi seorang guru , tujuan dari motivasi adalah dapat menggerakan atau memacu para siswa agar dapat timbul keinginan dan kemauan untuk meningkatkan prestasi belajar sehingga tercapai tujuan pendidikan sesuai dengan yang diharapkan dan ditetapkan di dalam kurikulum sekolah. Suatu tindakan memotivasi atau memberikan motivasi akan lebih dapat berhasil jika tujuannya jelas dan disadari oleh pihak yang diberi motivasi serta sesuai dengan kebutuhan orang yang dimotivasi. Oleh karena itu, setiap orang yang akan diberikan motivasi harus mengenal dan memahami benar-benar latar belakang kehidupan, kebutuhan, dan kepribadian yang akan dimotivasi, termasuk di dalamnya antara seorang guru dan siswanya. Sebagai contoh, seorang guru memberikan pujian kepada seorang siswa yang maju ke depan kelas dan dapat mengerjakan hitungan matematika di papan tulis. Dengan pujian itu, dalam diri anak tersebut timbul rasa percaya diri, di samping iti timbul keberaniannya sehingga ia tidak takut dan malu lagi jika disuruh maju ke depan kelas (Purwanto, 2007).<br />
Menurut Hamalik (1992) fungsi motivasi yaitu :<br />
1. mendorong timbulnya kelakuan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar.<br />
2. sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan kepada pencapaian tujuan yang diinginkan<br />
3. sebagai penggerak, ia berfungsi sebagai mesin bagi mobil. Besar kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.<br />
<br />
3. Macam motivasi<br />
Menurut Anonim (2010), motivasi dibedakan atas 3 macam berdasarkan sifatnya:<br />
1. Motivasi takut atau fear motivation, yaitu individu melakukan suatu perbuatan dikarenakan adanya rasa takut. Dalam hal ini seseorang melakukan sesuatu perbuatan dikarenakan adanya rasa takut, misalnya takut karena ancaman dari luar, takut Aku mendapatkan hukuman dan sebagainya.<br />
2. Motivasi insentif atau incentive motivation, yaitu individu melakukan sesuatu perbuatan untuk mendapatkan sesuatu insentif, bentuk insentif bermacam-macam seperti mendapatkan honorarium, bonus, hadiah, penghargaan dan lain-lain<br />
3. Motivasi sikap atau attitude motivation/self motivation sikap merupakan suatu motivasi karena menunjukkan ketertarikan atau ketidaktertarikan seseorang terhadap suatu objek, motivasi ini lebih bersifat intrinsic, muncul dari dalam individu, berbeda dengan kedua motivasi sebelumnya yang lebih bersifat ekstrintik yang datang dari luar diri individu.<br />
Menurut Muhibbin Syah dalam Anonim (2010), berpendapat dalam buku psikologi pendidikan dengan pendekatan baru, bahwa motivasi dapat dibedakan 2 macam : <br />
1. Motivasi Intrinsik<br />
Hal atau keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar<br />
2. Motivasi Ekstrinsik<br />
Hal dan keadaan yang datang dari luar individu<br />
Menurut Sardiman (2001), macam-macam motivasi yaitu :<br />
1. Motivasi Ekstrinsik dan intrinsik<br />
Motivasi intrinsic adalah motif-motif yang menjadi aktif atau berfungsinya tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu perlu dirangsang dari luar, karena dalam diri setiap individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Sebagai contoh seorang siswa belajar karena ingin mendapat pengetahuan, nilai, atau keterampilan agar dapat berubah tingkah lakunya secara konstruktif. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Sebagai contoh seorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya atau temannya.<br />
2. Motivasi Jasmaniah dan rohaniah<br />
Motivasi jasmaniah seperti refleks, instink otomatis, nafsu. Sedangkan yang termasuk motivasi rohaniah seperti momen timbulnya alasan, momen pilih, momen putusan, dan momen terbentuknya kemauan.<br />
3. Motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis<br />
a. Motif atau kebutuhan organis meliputi kebutuhan untuk minum, makan, bernapas, seksual, berbuat dan kebutuhan untuk beristirahat.<br />
b. Motif-motif darurat meliputi dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas, untuk berusaha, dan untuk memburu<br />
c. Motif-motif objektif menyangkutkebutuhan untuk melakkan eksplorasi, melakukan manipulasi, untuk menaruh minat.<br />
4. Motivasi dilihat dari dasar pembentukannya<br />
a. Motif-motif bawaan<br />
Motif bawaan adalah motif yang dibawa sejak lahir. Sebagai contoh dorongan untuk bekerja, dorongan untuk makan dan minum, dorongan untuk bekerja, dorongan seksual.<br />
b. Motif-motif yang dipelajari<br />
Motif ini timbul karena dipelajari. Sebagai contoh, dorongan untuk belajar suatu cabang ilmu pengetahuan, dorongan untuk mengajar sesuatu di dalam masyarakat. <br />
4. Belajar<br />
Menurut Sardiman (2001), definisi tentang belajar, antara lain dapat diuraikan sebagai berikut :<br />
1. Cronbach memberikan definisi “Learning is shown by a change in behavior as a result of experience<br />
2. Harold Spears memberikan batasan “ Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follw direction.<br />
3. Geoch, mengatakan “Learning is a change in performance as a result of practice”<br />
Belajar dalam arti luas sebagai kegiatan psikofisik menuju ke perkembangan pribadi seutuhnya. Belajar dalamarti sempit sebagai usaha penguasaan materi ilmu pengetahuan yang merupakan sebagian kegiatan menuju terbentuknya kepribadian seutuhnya. Secara Umum, belajar sebagai proses interaksi antara diri manusia (id-ego-super ego) dengan lingkungannya, yang mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep ataupun teori (Sardiman, 2001).<br />
Menurut Sardiman (2001), tujuan belajar yaitu :<br />
1. Untuk mendapatkan pengetahuan<br />
Hal ini ditandai dengan kemampuan berpikir. Tujuan inilah yang memiliki kecenderungan lebih besar perkembangannya di dalam kegiatan belajar. Dalam hal ini peranan guru sebagai pengajar lebih menonjol.<br />
2. Penanaman konsep dan Keterampilan<br />
Penanaman konsep atau merumuskan konsep, juga memerlukan suatu keterampilan. Jadi soal keterampilan yang bersifat jasmani maupun rohani.<br />
3. Pembentukan sikap<br />
Dalam menumbuhkan sikap mental, perilaku dan pribadi anak didik, guru harus lebih bijak dan hati-hati dalam pendekatannya. Untuk itu dibutuhkan kecakapan mengarahkan motivasi dan berpikir dengan tidak lupa menggunakan pribadi guru itu sendiri.<br />
Faktor-faktor psikologis dalam belajar memberikan landasan dan kemudahan dalam upaya mencapai tujuan belajar secara optimal. Menurut Thomas F Staton dalam Sardiman (2001) menguraikan enam factor psikologis itu yaitu : motivasi, konsentrasi, reaksi, organisasi, pemahaman, dan ulangan. Ada juga yang mengklasifikasikan factor-faktor psikologis dalam belajar yaitu perhatian, pengamatan, tanggapan, fantasi, ingatan, berpikir, bakat, dan motif (Sardiman, 2001). <br />
<br />
5. Karakteristik peserta didik<br />
Peserta didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.Peserta didik juga dikenal dengan istilah lain seperi siswa, mahasiswa, warga belajar, pelajar, murid serta santri. Karakteristik peserta didik adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan yang ada pada peserta didik sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan sosialnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-cintanya. Dengan demikian, penentuan tujuan belajar itu sebenarnya harus dikaitkan atau disesuaikan dengan keadaan atau karakteristik peserta didik itu sendiri (Anonim, 2009). <br />
Menurut Hamzah (2007) dalam Fauzi (2010), karakteristik siswa adalah aspek-aspek atau kualitas perseorangan siswa yang terdiri dari minat, sikap, motivasi belajar, gaya belajar kemampuan berfikir, dan kemampuan awal yang dimiliki.<br />
Menurut Anonim (2009), ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam karakteristik peserta didik yaitu:<br />
1. Karakteristik atau keadaan yang berkenaan dengan kemampuan awal atau Prerequisite skills, seperti misalnya kemampuan intelektual, kemampuan berfikir,mengucapkan hal-hal yang berkaitan dengan aspek psikomotor dan lainnya.<br />
2. Karakteristik yang berhubungan dengan latar belakang dan status sosial (socioculture)<br />
3. Karakteristik yang berkenaan dengan perbedaan-perbedaan kepribadian seperti sikap, perasaan, minat dan lain-lain.<br />
Pengetahuan mengenai karakteristik peserta didik ini memiliki arti yang cukup penting dalam interaksi belajar mengajar. Terutama bagi guru, informasi mengenai karakteristik peserta didik senantiasa akan sangat berguna dalam memilih dan menentukan pola-pola pengajaranyang lebih baik, yang dapat menjamin kemudahan belajarbagi setiap peserta didik. Adapun karakteristik peserta didik yang mempengaruhi kegiatan belajar peserta didik antara lain: kondisi fisik, latar belakang, pengetahuan dan taraf pengetahuan, gaya belajar, usia, tingkat kematangan, ruang lingkup minat dan bakat, lingkungan sosial ekonomi dan budaya, faktor emosional, faktor komunikasi, intelegensia, keselaran dan attitude, prestasi belajar, motivasi dan lain-lain (Anonim, 2009).<br />
Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.<br />
Karakteristik yang menonjol pada anak usia sekolah menengah adalah sebagai berikut<br />
1. Adanya kekurangseimbangan proporsi tinggi dan berat badan.<br />
2. Mulai timbulnya ciri-ciri sekunder.<br />
3. Timbulnya keinginan untuk mempelajari dan menggunakan bahasa asing.<br />
4. Kecenderungan ambivalensi antara keinginan menyendiri dengan keinginan bergaul dengan orang banyak serta antara keinginan untuk bebas dari dominasi dengan kebutuhan bimbingan dan bantuan dari orang tua.<br />
5. Senang membandingkan kaidah-kaidah, nilai-nilai etika, atau norma dengan kenyataan yang terjadi dalam kehidupan orang dewasa.<br />
6. Mulai mempertanyakan secara skeptis mengenai eksistensi (keberadaan) dan sifat kemurahan dan keadilan Tuhan.<br />
7. Reaksi dan ekspresi emosi masih labil.<br />
8. Kepribadiannya sudah menunjukkan pola tetapi belum terpadu.<br />
9. Kecenderungan minat dan pilihan karier sudah relatif lebih jelas. <br />
<br />
5. Peran guru dalam memberikan motivasi belajar peserta didik <br />
Guru merupakan penggerak kegiatan belajar para peserta didik. Guru harus menyusun suatu rencana tentang cara-cara melakukan tindakan serta mengumpulkan bahan-bahan yang dapat membangkitkan serta menolong para siswa agar mereka terus melakukan usaha-usaha yang efektif untuk mencapai tujuan-tujuan belajar dalam pikirannya. Tiap guru berusaha memotivasi semua peserta didik dengan teknik yang sama sehingga mungkin sebagian akan tertolong, tetapi sebagian lagi tidak. Oleh karena itu, guru perlu terus belajar mengenai cara-cara membangkitkan motivasi peserta didik (Hamalik, 1992).<br />
Menurut Sardiman (2010), peranan motivasi baik intrinsik maupun ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar sangat perlu diperhatikan. Motivasi bagi pelajar dapat mengembangkan aktivitas dan inisiatif, dapat mengarahkan dan memelihara ketekunan dalam melakukan kegiatan belajar. Ada beberapa bentuk dan cara untuk menumbuhkan motivasi dalam kegiatan belajar di sekolah, yaitu :<br />
a. Memberi angka<br />
Angka merupakan nilai kegiatan belajarnya. Angka-angka yang baik bagi siswa merupakan motivasi yang sangat kuat. Guru perlu mengaitkan angka tersebut di dalam setiap pengetahuan yang diajarkan kepada para siswa sehingga tidak sekedar kognitif saja tetapi juga keterampilan dan afeksinya.<br />
b. Hadiah<br />
Hadiah dapat juga dikatakan sebagai motivasi, tetapi tidaklah selalu demikian. Karena hadiah untuk suatu pekerjaan, ungkin tidak akan menarik bagi seseorang yang tidak senang dan tidak berbakat untuk suatu pekerjaan tersebut.<br />
c. Saingan/kompetisi<br />
Saingan atau kompetisi dapat digunakan sebagai alat otivasi untuk endorong belajar siswa. <br />
d. Ego-involvement<br />
Menumbuhkan kesadaran kepada siswa agar merasakan pentingnya tugas dan menerimanya sebagai tantangan sehingga bekerja keras dengan mempertaruhkan harga diri.<br />
e. Memberi ulangan<br />
Para siswa akan menjadi giat belajar kalau mengetahui akan ada ulangan. <br />
f. Mengetahui hasil<br />
Jika siswa telah mengetahui hasil pekerjaan, apalagi kalau terjadi kemajuan akan mendorong siswa untuk lebih giat belajar. <br />
g. Pujian<br />
Apabila ada siswa yang sukses yang erhasil menyelesaikan tugas dengan baik, perlu diberikan pujian. Pujian ini adalah bentuk reinforcement yang positif dan sekaligus merupakan motivasi yang baik.<br />
h. Hukuman<br />
Hukuman sebagai reinforcement yang negative tetapi kalau diberikan secara tepat dan bijak bisa menjadi alat motivasi. <br />
i. Hasrat untuk belajar<br />
Hasrat untuk belajar berarti pada diri anak didik itu memang ada motivasi untuk belajar, sehingga sudah barang tentu hasilnya akan lebih baik.<br />
j. Minat<br />
Motivasi muncul karena ada kebutuhan, begitu juga minat sehingga minat merupakan alat motivasi yang pokok.<br />
k. Tujuan yang diakui<br />
Rumusan tujuan yang diakui dan diterima baik oleh siswa, akan merupakan alat motivasi yang sangat penting. Sebab dengan emahami tujuan yang harus dicapai, karena dirasa sangat erguna dan enguntungkan, maka akan timbul gairah untuk terus belajar.<br />
Motivasi siswa muncul berdasarkan karena adanya suatu kebutuhan tertentu. Sebagai bentuk kebutuhan siswa di lingkup pendidikan ialah sebagai berikut :<br />
1. Kebutuhan jasmaniah atau proses-proses jasmaniah. Kebutuhan ini paling mendasar, walaupun nampak sederhana dan langsung, tetapi merupakan kebutuhan yang lebih tinggi dan kompleks dan abstrak karena bertalian dengan jalinan hubungan-hubungan antara manusia.<br />
2. Kebutuhan akan rasa aman dan keselamatan. Seorang anak biasanya memiliki rasa ketakutan dan kekhawatiran yang sulit diketahui oleh orang dewasa. Maka dari itu, walaupun tidak disengaja seorang dewasa yang dapat memberikan rasa aman kepada mereka. Mereka aka merasa senang dan nyaman. Tetapi pada perkembangannya, dengan melihat kebiasaan anak tersebut dapat ditemukan solusinya dengan pengalaman tindakan yang dilakukan orang dewasa dalam menghadapi si anak.<br />
3. Kebutuhan untuk dicintai (kasih sayang). Kebutuhan kasih sayang sangat kuat dan fundamental bagi manusia. Tanpa kasih sayang, anak-anak tidak akan berkembang dengan normal, bahkan hidupnya kurang berhadiah.<br />
4. Kebutuhan akan status dan diterima oleh kelompok.<br />
5. Kebutuhan akan adanya perasaan memadai, kreativitas, dan ekspresi diri.<br />
Berdasarkan kebutuhan-kebutuhan siswa di atas, seorang murid akan memiliki motivasi dalam belajar bilamana seorang guru memiliki karakter yang dapat memenuhi kebutuhan siswa. Karakter yang dibutuhkan siswa dan hendanya terdapat di dalam seorang guru adalah sebagai berikut:<br />
a. Demokratis. Guru memberikan kebebasan kepada anak di samping mengadakan pembatasan-pembatasantertentu, tidak bersifat otoriter, dan memberikan kesempatan kepada anak untuk berperan serta dalam berbagai kegiatan.<br />
b. Suka bekerja sama. Guru yang suka bekerja sama bersikap saling memberi dan saling menerima yang dilandasi oleh kekeluargaan serta toleransi yang tinggi.<br />
c. Baik hati. Guru yang baik hati bersikap suka memberi dan berkorban untuk anak didiknya.<br />
d. Sabar. Guru yang sabar tidak suka marah dan tidak mudah tersinggung serta suka menahan diri.<br />
e. Adil. Guru yang adil tidak bersikap membeda-bedakan anak dan memberi anak sesuai dengan kesempatan yang sama bagi semuanya.<br />
f. Konsisten. Guru yang konsisten selalu bersikap dan berkata sama bagi semuanya.<br />
g. Bersifat terbuka. Guru yang bersifat terbuka akan bersedia menerima kritik dan saran, serta jika perlu mengakui kekurangan dan kelemahannya.<br />
h. Suka menolong. Guru yang suka menolong senantiasa siap membantu anak-anak yang mengalami kesulitan atau masalah tertentu.<br />
i. Ramah-tamah. Guru yang ramah-tamah mudah bergaul dan disenangi oleh semua orang, tidak sombong, dan bersedia bertindak sebagai pendengar yang baik di samping sebagai pembicara yang menarik. <br />
j. Suka humor. Guru yang suka humor banyak disenangi oleh anak-anak dengan kepandaiannya membuat anak-anak menjadi gembira dan tidak tegang atau terlalu serius.<br />
k. Kreatif. Guru yang kreatif dan memiliki berbagai minat akan merangsang siswa dan dapat melayani berbagai keinginan anak.<br />
l. Paham. Guru yang memahami dan menguasai bahan pelajaran dapat menyampaikan materi pelajaran dengan lancardan menumbuhkan semangat di kalangan anak<br />
m. Fleksibel. Guru yang tidak bersikap kaku akan mudah bergaul dengan anak tanpa dibatasi umur atau status.<br />
n. Perhatian. Guru yang perhatian akan membuat murid merasa senang dan diperhatikan.<br />
Menurut Sutikno (2007), ada beberapa strategi yang bisa digunakan oleh guru untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa, sebagai berikut:<br />
1. Menjelaskan tujuan belajar ke peserta didik. <br />
Pada permulaan belajar mengajar seharusnya terlebih dahulu seorang guru menjelaskan mengenai Tujuan Instruksional Khusus yang akan dicapainya kepada siwa. Makin jelas tujuan maka makin besar pula motivasi dalam belajar.<br />
2. Hadiah<br />
Berikan hadiah untuk siswa yang berprestasi. Hal ini akan memacu semangat mereka untuk bisa belajar lebih giat lagi. Di samping itu, siswa yang belum berprestasi akan termotivasi untuk bisa mengejar siswa yang berprestasi.<br />
3. Saingan/kompetisi<br />
Guru berusaha mengadakan persaingan di antara siswanya untuk meningkatkan prestasi belajarnya, berusaha memperbaiki hasil prestasi yang telah dicapai sebelumnya.<br />
4. Pujian<br />
Sudah sepantasnya siswa yang berprestasi untuk diberikan penghargaan atau pujian. Tentunya pujian yang bersifat membangun.<br />
5. Hukuman<br />
Hukuman diberikan kepada siswa yang berbuat kesalahan saat proses belajar mengajar. Hukuman ini diberikan dengan harapan agar siswa tersebut mau merubah diri dan berusaha memacu motivasi belajarnya.<br />
6. Membangkitkan dorongan kepada anak didik untuk belajar<br />
Strateginya adalah dengan memberikan perhatian maksimal ke peserta didik.<br />
7. Membentuk kebiasaan belajar yang baik<br />
8. Membantu kesulitan belajar anak didik secara individual maupun kelompok<br />
9. Menggunakan metode yang bervariasi, dan<br />
10. Menggunakan media yang baik dan sesuai dengan tujuan pembelajaran.<br />
Menurut Hamalik (1992) guru dapat membantu siswa yang mendapat kesulitan dengan memberikan petunjuk, demonstrasi, karyawisata, dan survai; memberikan kesempatan yang cukup untuk berpartisipasi aktif, memberi semangat, memberi ide, dan menyediakan situasi belajar yang baik; memberikan bimbingan dan latihan. Selain itu berdasarkan hasil penelitian yang seksama dalam rangka mendorong motivasi belajar siswa di sekolah berdasarkan pandangan demokratis. Ada 17 prinsip motivasi yang dapat dilaksanakan yaitu 1) pujian lebih efektif daripada hukuman, 2) semua siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat dasar) yang harus mendapat pemuasan, 3) motivasi yang berasal dari dalam individu lebih efektif daripada motivasi yang dipaksakan dari luar, 4) jawaban (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan keinginan) memerlukan usaha penguatan (reinforcement), 5) motivasi mudah menjalar dan menyebar luas terhadap orang lain, 6) pemahaman yang jelas tentang tujuan belajar akan merangsang motivasi, 7) tugas-tugas yang ersumber dari diri sendiri akan menimbulkan minat yang lebih besar untuk mengerjakannya ketimbang bila tugas-tugas itu dipaksakan oleh guru, 8) pujian-pujian yang datang dari luar kadang diperlukan dan cukup efektif untuk merangsang minat yang sebenarnya, 9) teknik dan prosedur mengajar yang bermacam-macam itu efektif untuk memelihara minat siswa, 10) minat khusus yang dimiliki oleh siswa berdaya guna untuk mempelajari hal-hal lainnya, 11) kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang minat para siswa yang tergolong kurang tidak ada artinya bagi para siswa yang tergolong pandai, 12) tekanan dari kelompok siswa umumnya lebih efektif dalam memotivasi dibandingkan dengan tekanan atau paksaan dari orang dewasa, 13) motivasi yang tinggi erat hubungannya dengan kreativitas siswa, 14) kecemasan akan menimbulkan kesulitan belajar, 15) kecemasan dan frustasi dapat membantu siswa berbuat lebih baik, 16) tugas yang terlalu sukar dapat mengakibatkan frustasi sehingga dapat menuju kepada demoralisasi, 17) tiap siswa mempunyai tingkat frustasi dan toleransi yang berlainan.<br />
Menurut E. Mulyasa (2003) dalam Sudrajat (2008) untuk membangkitkan motivasi belajar siswa perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :<br />
1. Siswa akan belajar lebih giat apabila topic yang dipelajarinya menarik dan berguna bagi dirinya<br />
2. Tujuan pembelajaran harus disusun dengan elas dan diinformasikan kepada siswa sehingga mereka mengetahui tujuan belajar yang hendak dicapai. <br />
3. Siswa harus selalu diberitahu tentang hasil belajarnya<br />
4. Pemberian pujian dan hadiah lebih baik daripada hukuman, namun sewaktu-waktu hukuman juga diperlukan <br />
5. Manfaatkan sikap-sikap, cita-cita dan rasa ingin tahu siswa<br />
6. Usahakan untuk memperhatikan perbedaan individual siswa, seperti perbedaan kemampuan, latar belakang, dan sikap terhadap sekolah atau subyek tertentu<br />
7. Usahakan untuk memenuhi kebutuhan siswa dengan jalan memperhatikan kondisi fisiknya, rasa aman, menunjukkan bahwa guru peduli terhadap mereka, mengatur pengalaman belajar sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh kepuasaan dan penghargaan, serta mengarahkan pengalaman belajar kearah keberhasilan, sehingga mencapai prestasi dan mempunyai kepercayaan diri<br />
Dalam dunia pendidikan, motivasi untuk belajar merupakan salah satu hal yang penting. Tanpa motivasi, seseorang tentu tidak akan mendapatkan proses belajar yang baik. Motivasi merupakan langkah awal terjadinya pembelajaran yang baik. Pembelajaran dikatakan baik jika tujuan awal, umum dan khusus tercapai. Orang dewasa yang mempunyai need to know / kebutuhan akan keingintahuan yang tinggi, mempunyai karakteristik yang berbeda dalam hal psikologis mereka. Motivasi belajar tentu berkaitan dengan psikologis peserta didik. Terkadang, motivasi belajar dapat pula terpengaruh oleh beberapa sebab, berikut dijabarkan berbagai sebab/faktor yang dapat menurunkan motivasi belajar peserta didik :<br />
• Kehilangan harga diri<br />
Pengaruh dari hilangnya harga diri bagi orang dewasa sangat besar. Tanpa harga diri, peserta didik orang dewasa akan berlaku sangat emosional dan pasti menurunkan motivasi belajarnya. Penting bagi tutor/guru untuk menyadari hal ini. Berhati-hati dengan latar belakang dan tidak menyinggung perasaan orang lain merupakan hal yang harus diperhatikan tutor/guru untuk peserta didik orang dewasa. Contohnya; jika seorang peserta didik orang dewasa dihukum dengan cara maju kedepan dan menjewer kupingnya sendiri dan kakinya diangkat satu, niscaya ia tidak akan respek lagi terhadap guru/tutornya dan mungkin materi serta keseluruhan proses belajarnya. Bahkan ia dapat seketika keluar kelas tanpa kembali lagi selamanya.<br />
• Ketidaknyamanan fisik<br />
Fisik merupakan aspek fisiologis/penampakan yang penting untuk meningkatkan motivasi belajar. Seorang peserta didik dewasa biasanya selalu memperhatikan penampilan fisiknya. Jika fisiknya tidak membuat ia nyaman, motivasi belajarnya pun akan menurun. Contoh; seorang yang mempunyai badan yang besar akan mengalami penurunan motivasi jika ia diminta untuk belajar lari sprint dilapangan.<br />
• Frustasi<br />
Kendala dan masalah hidup yang dihadapi oleh orang dewasa merupakan hal yang harus dijalani. Terkadang dapat diatasi, terkadang tidak. Mereka yang mengalami masalah yang tidak tertanggulangi biasanya akan cepat frustasi. Peserta didik seperti ini tentu fokus utamanya menghadapi problem hidupnya yang sedang carut-marut itu. Motivasi untuk terus belajar akan menurun sejalan dengan rasa frustasinya. Tutor/guru seharusnya dapat memahami apa yang dihadapi peserta didiknya. Tutor/guru harus dapat menyampingkan rasa frustasi peserta didiknya dengan menjadikan proses pembelajaran sebagai sesuatu yang menyenangkan dan refreshing.<br />
• Teguran yang tidak dimengerti<br />
Orang dewasa tidak hanya manusia yang mempunyai pemikiran dan pengalaman luas ttapi juga prasangka yang besar pula. Jika tutor/guru menegur dengan tanpa ia mengerti, peserta didik orang dewasa itu pun akan merasa bingung dan berprasangka macam-macam yang pada akhirnya menjadi faktor penurun motivasi belajarnya. Contohnya, tutor/guru yang kesal dengan peserta didiknya yang terlambat menacung-acungkan jari dengan cepat kepada peserta didik tersebut. Peserta didikorang dewasa tersebut tentu bingung dan berfikir apa yang salah dengannya, dan ia berinisiatif untuk tidak menghadiri kelas tersebut, mungkin untuk selamanya.<br />
• Menguji yang belum dibicarakan/diajarkan<br />
Tutor/guru yang tidak memahami peserta didiknya dan mempunyai jam terbang rendah, nampaknya kesulitan dan dapat saja ia lupa atau sengaja untuk menampilkan soal-soal ujian yang sulit atau belum diajarkanya karena berbagai sebab. Peserta didik orang dewasa yang mengikuti pembelajarannya akan tidak dapat menjawab atau menjawab dengan kurang tepat sehingga mereka merasa kesal atau merasa dipermainkan tutornya. Hal ini menjadi kontra produktif terhadap proses pembelajaran tersebut.<br />
• Materi terlalu sulit/mudah<br />
Materi pembelajaran dapat diukur dengan menerapkan pratest dan pengidentifikasian sasaran peserta didik. Terkadang hal ini tidak diperhatikantutor/guru sehingga materi yang diajarkan terlalu sulit/mudah. Bagi peserta didik orang dewasa, mereka tentu sangat bosan dengan materi yang terlampau mudah dan sangat frustasi dengan materi yang terlampau sulit. Keduanya mempengaruhi motivasi belajar peserta didik ketingkat terendah.<br />
• Persaingan yang tidak sehat<br />
Setiap peserta didik orang dewasa mempunyai perbedaan satu sama lainya. Kadang-kadang dalam ujian ada saja yang berbuat curang. Peserta didik yang berbuat jujur merasa tidak adil kepada mereka yang mencontek dan mendapat nilai bagus sementara dirinya bersungguh-sungguh dalam belajar tetapi nilainya standar saja. Hal ini menyebabkan motivasi belajarnya menurun bahkan menjadikan proses belajar tidak lagi kondusif.<br />
• Presentasi yang membosankan<br />
Pembelajaran tidak terlepas dari proses penyajian materi. Tutor harus dapat menyajikan materi yang baik. Menarik, jelas dan melingkupi seluruh materi menjadikan suatu presentasi diterima dengan baik. Jika hal itu bertolak belakang, peserta didikorang dewasa akan cepat bosan dan menurunkan motivasinya untuk belajar. Contohnya, presentasi disajikan dengan huruf yang terlampau kecil sehinga sulit untuk dibaca, warna yang ditampilkan tidak menunjukan gradasi yang jelas, atau penyaji hanya menggunakan metode ceramah saja, dll.<br />
• Pelatih/fasilitator tidak menaruh minat<br />
Tutor dalam perannya sebagai fasilitator di kelas sangat penting untuk memperlihatkan minatnya pada materi yang diajarkan. Jika tidak, peserta didikorang dewasa akan berfikir bahwa materi tersebut tidak penting dan membosankan. Hal itu akan sangat berdampak pada penurunan motivsi belajar mereka.<br />
• Tidak mendapatkan umpan balik<br />
Pembelajaran yang efektif harus menyertakan umpan balik pada komponen komunikasi antar individu. Peserta didik orang dewasa dan tutor/guru selayaknya mendapatkan umpan balik satu dan lainnya. Jika hal ini tidak terjadi, peserta dan tutor/guru akan mengarah pada komunikasi searah saja. Hal ini berkebalikan dengan proses pembelajaran yang seharusnya. Peserta tidak mendapatkan apa yang ia butuhkan dan begitu juga guru/tutor tidak mendapatkan respon dari peserta. Penurunan motivasi belajar tentu terjadi karena hal tersebut. Contohnya, tutor yang mengajar dengan hanya metode ceramah tanpa melakukan diskusi dan melontarkan pertanyaan, juga tidak memperhatikan peserta didiknya (mengacuhkan) akan tidak mendapat umpan balik yang diperlukan untuk melihat sejauh mana peserta didik menguasai materi. Begitu juga peserta didik yang melihat tidak adanya kesempatan bertanya dan berpendapat dan mengkritisi materi, akan merasa bosan dan menganggap umpan balik dari guru/tutor tidak ada. Mereka dapat segera keluar dari kelas tanpa dipedulikan tutor/gurunya.<br />
• Harus belajar dengan kecepatan yang sama<br />
Pembelajaran merupakan suatu proses dimana pesrta didiknya memiliki perbedaan baik dalam hal kecepatan daya serap atau pengalaman dan kemampuan lainnya. Jikatutor memberikan pola pengajaran yang kecepatannya sama tiap-tiap peserta didik, dikhawatirkan akan terjadi kebosanan pada pesrta didikorang dewsa yang lebih cepat penyerapannya dan terjadi rasa frusrtasi yang sangat bagi peserta didik yang proses penyerapannya lambat. Kedua hal ni dapat menurunkan motivsi belajar pesrta didikorang dewasa.<br />
• Berkelompok dengan peserta yang sama sama kurang<br />
Metode pembelajaran kelompok merupakan suatu metode stratgis untuk tutor/guru agar peserta didik dapat saling mengisi dan menanggulangi masalah yang disampaikan tutor/guru. Jika dalam satu kelompok anggotanya berkemampuan rendah semua, kegiatan kelompok tidak akan berjalamn baik. Proses yang diharapkan guru/tutor agar saling mengisi dan bertukar pendapat akan tidak berjalan dikarenakan seluruh anggorannya berkemampuan rendah. Peserta didik pun akan merasa tidak mencapai progres yang baik dan tidak mencapai target. Keadaan tersebut akan menurunkan motivasi belajarnya.<br />
• Harus bertingkah yang tidak sesuai dengan pembimbingnya<br />
Tingkah laku orang dewasa dipengaruhi oleh pemahamannya. Peserta didik orang dewasa mempunyai karakter yang khas satu sama lainnya. Pembimbing/tutor tidak dapt memaksakan kehenaknya kepada peserta didiknya agar sesuai dengannya. Jika hal ini terjadi, peserta didik orang dewasa akan bertindak tidak sesuai denga pribadinya dan hal ini menimbulkan gejolak didalam hatinya dan mungkin mereka akan keluar kelas untuk selamanya. Contohnya, seorang peserta didikorang dewasa yang cerdas dan biasa mengutarakan pendapatnya dengan gamblang dan selalu kritis, dalam suatu pembelajaran kelas, tutor mengharapakan tidak ada satupun peserta yang bicara, berpendapat atau bertanya dan mengkritisinya dikelas. Peserta didik orang dewasa ini berfikir dan berprasangka bahwa tutor orang yang otoriter dan kemampuan argumentatifnya rendah juga kemampuan pemahaman materinya rendah pula. Peserta didik ini pun dengan sukarela akan dapat meninggalkan kelas secepatnya dan tidak kembali lagi. <br />
BAB III<br />
PENUTUP<br />
<br />
<br />
Kesimpulan<br />
Berdasarkan uraian-uraian di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa seorang guru secara tidak langsung berperan sebagai sumber motivasi selain sebagai seorang pendidik bagi anak didiknya (siswa). Motivasi merupakan bagian yang tidak boleh dilupakan dalam proses pendidikan. Karena motivasi akan dapat memberi semangat atau dorongan terhadap siswa agar dapat dengan giat mengikuti proses pendidikan khususnya proses pendidikan di sekolah. Guru berperan sebagai sumber motivasi yang dibutuhkan oleh siswanya. Dengan terpenuhinya kebutuhan siswa yang berpedoman terhadap karakteristik seorang guru yang menjadi sosok pengganti orang tua di sekolah, siswa pun akan dapat memiliki motivasi dalam belajar. Maka sebagai dampak positif dari itu semua proses pendidikan akan dapat berjalan dengan lancar dan tujuan pendidikan pun akan dapat tercapai.<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
<br />
Ahira anne. 2010. Motivasi Belajar. http://www.anneahira.com/motivasi/index.htm. Diakses tanggal 12 Oktober 2010<br />
Alim, Baitul Muhammad. 2010. Motivasi Dalam Pendidikan. http://www.psikologizone.com/motivasi-dalam-pendidikan. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
Anonim. 2007. Faktor-Faktor Yang Menurunkan Motivasi Belajar Peserta Didik. http://blog.persimpangan.com/blog/2007/08/15/faktor-faktor-yang-menurunkan-motivasi-belajar-peserta-didik/. Diakses tanggal 12 Oktober 2010. <br />
<br />
Anonim. 2009. Makalah Peserta Didik. http://www.bloggingbucks.info/2009/12/makalah-peserta-didik.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2010. <br />
Anonim. 2010. Psikologi Pendidikan. http://id.wikipedia.org/wiki/Psikologi_pendidikan. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
Fauzi, Ahmad. 2010. Analisis Karakteristik Siswa. http://ahmadfauzimpd.wordpress.com/2010/04/02/analisis-karakteristik-siswa/. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
Hamalik, Oemar. 1992. Psikologi Belajar Mengajar. Sinar baru Algensindo. Bandung.<br />
Purwanto, N, M. 2007. Psikologi Pendidikan. Remaja Rosdakarya. Bandung.<br />
Sofa, Pakde. 2008. Implikasi Karakteristik Peserta Didik terhadap Penyelenggaraan Pendidikan. http://massofa.wordpress.com/2008/04/10/implikasi-karakteristik-peserta-didik-terhadap-penyelenggaraan-pendidikan/. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
<br />
Sardiman. 2001. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Raja Grafindo Persada. Jakarta. <br />
<br />
Sutikno Sobry M. 2007. Peran Guru Dalam Membangkitkan Motivasi Belajar Siswa<br />
http://www.bruderfic.or.id/h-129/peran-guru-dalam-membangkitkan-motivasi-belajar-siswa.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
Sutiyono, Feriyanto. 2010. Guru Sebagai Sumber Motivasi Dan Inspirasi Siswa. http://ilmuagamabuddha.byethost12.com/berita-134-guru-sebagai-sumber-motivasi-dan-inspirasi-siswa.html. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
Sudrajat, Akhmad. 2008. Peran Guru sebagai Motivator dalam KTSP. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/08/22/peran-guru-sebagai-motivator-dalam-ktsp. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.<br />
Sudrajat, Akhmad. 2008. Pengembangan Aktivitas, Kreativitas dan Motivasi Siswa. http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/04/04/pengembangan-aktivitas-kreativitas-dan-motivasi-siswa. Diakses tanggal 12 Oktober 2010.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-62042987261795096172011-02-21T22:13:00.001-08:002011-02-24T06:02:55.821-08:00Kaitan antara Tujuan, Materi, dan Evaluasi<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><a href="http://www.blogger.com/"><span id="goog_49309704"></span><span id="goog_49309705"></span></a><br />
</div>SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-15935029365320123822011-02-21T16:01:00.000-08:002011-02-21T16:01:09.426-08:00SinjaiBiologi: SinjaiBiologi: How to pass Exam<a href="http://wwwkamriantiramli85-sinjaibiologi.blogspot.com/2011/02/sinjaibiologi-how-to-pass-exam.html?spref=bl">SinjaiBiologi: SinjaiBiologi: How to pass Exam</a>: "SinjaiBiologi: How to pass Exam"SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-72236074972469447472011-02-21T06:54:00.000-08:002011-02-21T06:54:11.531-08:00SinjaiBiologi: Euthansia Suatu Tinjauan Bioetika<a href="http://wwwkamriantiramli85-sinjaibiologi.blogspot.com/2011/02/euthansia-suatu-tinjauan-bioetika.html">SinjaiBiologi: Euthansia Suatu Tinjauan Bioetika</a>SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-4761832724659300902011-02-21T06:50:00.000-08:002011-02-21T06:50:16.190-08:00METODE DEMONSTRASI<br />
<br />
A. PENDAHULUAN<br />
Kita mengenal adanya berbagai hal yang sangat berpengaruh kepada keberhasilan metode mengajar. Kadang-kadang ada guru yang jika dinilai secara “obyektif” mempunyai pengetahuan tentang metode mengajar yang kurang. Akan tetapi, karena adanya “sesuatu” pada guru itu, maka guru itu telah berhasil menjadi guru yang baik.<br />
Lebih dari 23 abad yang lampau Plato mengajarkan bahwa tidak ada permulaan belajar kecuali karena timbulnya kekaguman. Kekaguman ini langsung menyangkut rasa ingin tahu. Metode mengajar pada hakekatnya merupakan usaha untuk membangkitkan dan mencukupi rasa ingin tahu yang wajar pada anak-anak. Rasa ingin tahu itu merupakan suatu landasan bagi hasrat belajar. Sekali hasrat belajar dapat dibangkitkan, maka proses belajar akan berjalan lancar. Semua kebenaran, tercakup dalam ilmu apapun akan merupakan pemuas hasrat itu.<br />
Jadi hakekat metode mengajar itu ialah membangkitkan rasa ingin tahu siswa dan memuaskan (member pemuas kepada ) rasa ingin tahu siswa. Rasa puas ini akan membangkitkan pula rasa ingin tahu lebih lanjut yang memerlukan pemuas. <br />
Terkait dengan hal yang telah dikemukakan di atas, tulisan ini secara khusus membahas metode demonstrasi sebagai salah satu metode pembelajaran yang perlu dipertimbangkan penggunaannya dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena metode ini memiliki kelebihan, jika penggunaannya mempertimbangkan karakteristik siswa, karakteristik materi ajar, dan tujuan pembelajaran secara baik.<br />
<br />
B. PERMASALAHAN<br />
Adapun yang dijadikan fokus kajian atau permasalahan dalam tulusan ini antara lain:<br />
1. Bagaimana pengertian metode demonstrasi?<br />
2. Bagaimana sintaks atau langkah-langkah pengunaan/penerapan metode demonstrasi?<br />
3. Bagaimana prasyarat dan batasan-batasan penerapan metode demonstrasi?<br />
4. Apa yang menjadi keunggulan dan kekurangan metode demonstrasi?<br />
5. Bagaimana guru dapat merencanakan demonstrasi yang efektif?<br />
<br />
C. TUJUAN DAN MANFAAT<br />
Secara khusus tulisan ini dimaksudkan untuk menjelaskan tentang: (1) pengertian motode demontrasi, (2) sintaks atau langkah-langkah penerapan metode demonstrasi, (3) prasyarat dan batasan-batasan penerapan metode demonstrasi, (4) keunggulan dan kekurangan metode demonstrasi, (5) bagaimana guru dapat merencanakan demonstrasi yang efektif.<br />
Dengan demikian maka tulisan ini diharapkan dapat bermanfaan bagi kita semua sebagai pengetahuan yang memadai dalam menerapkan metode demonstrasi pada kegiatan pembelajaran.<br />
<br />
D. PEMBAHASAN<br />
Mengawali pembahasan dalam tulisan ini, penulis menganggap penting pemaparan perbandingan antara metode dengan pendekatan. Oleh karena kedua istilhan/konsep tersebut seringkali dipahami dan digunakan secara bergantian tampa perbedaan arti yang jelas.<br />
Metode dibedakan dari pendekatan. Pendekatan lebih menekankan pada strategi dalam perencanaan, sedangkan metode lebih menekankan pada teknik pelaksanaannya. Satu pendekatan yang direncanakan untuk satu pembelajaran mungkin dalam pelaksanaan proses tersebut digunakan beberapa metode. Sebagai contoh dalam pembelajaran pencemaran lingkungan. Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran tersebut dapat dipilih dari beberapa pendekatan yang sesuai, antara lain pendekatan lingkungan. Ketika proses pembelajaran pencemaran lingkungan dilaksanakan dengan pendekatan lingkungan tersebut dapat digunakan beberapa metode, misalnya metode observasi, metode didkusi dan metode ceramah. Supaya lebih jelas ikuti perencanaan yang dilakukan oleh seorang guru ketika akan memberi pembelajaran pencemaran lingkungan tersebut. Pada awalnya ia memilih pendekatan lingkungan, berarti ia akan menggunakan lingkungan sebagai fokus pembelajaran. Pada akhir pembelajaran melalui konsep pencemaran lingkungan siswa akan memahami tentang lingkungan sekitarnya apakah sudah tercemar atau tidak. Untuk merealisasikan hal tersebut ia menggunakan metode diskusi dan ceramah. Dalam pembelajarannya ia membuat suatu masalah untuk didiskusikan oleh siswa kemudian ia akan mengakhiri pembelajaran tadi dengan memberi informasi yang berkaitan dengan hasil diskusi. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa metode dan pendekatan dirancang untuk mencapai keberhasilan suatu tujuan pembelajaran.<br />
<br />
1. Pengertian Metode Demonstrasi<br />
Metode demonstrasi/peragaan sebagai metode mengajar merupakan cara mengajar yang mana guru atau ahli memperlihatkan kepada seluruh siswa suatu benda asli, benda tiruan, atau suatu proses. Ini juga berarti bahwa metode demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan memperagakan dan mempertunjukkan pada siswa tentang suatu proses, situasi atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain yang harus didemonstrasikan.<br />
Dengan metode demonstrasi, siswa dapat mengamati dengan seksama apa yang terjadi, bagaimana proses, bahan apa saja yang diperlukan, serta bagaimana hasilnya. Namun metode ini menjadi kurang bermakna apabila sesuatu yang didemonstrasikan terlalu kecil sehingga susah untuk diamati. Apalagi jika penjelasan yang diberikan kurang lengkap dan tidak jelas. Dalam menggunakan metode ini sebaiknya dilakukan pada tempat dan situasi yang sesungguhnya, serta disertai dengan keberanian siswa untuk mencoba. <br />
Sebagai contoh, alat demonstrasi yang paling pokok adalah papan tulis dan white board, mengingat fungsinya yang multi proses. Dengan menggunakan papan tulis guru dan siswa dapat menggambarkan objek, membuat skema, membuat hitungan matematika, dan lain – lain peragaan konsep serta fakta yang memungkinkan.<br />
<br />
2. Langkah-langkah Penggunaan Metode Demonstrasi<br />
Adapun langkah yang perlu dioerhatikan terkait dengan penerapan metode demonstrasi adalah sebagai berikut:<br />
a. Merumuskan dengan jelas kecakapan atau keterampilan apa yang diperoleh setelah demonstrasi dilakukan.<br />
b. Tentukan peralatan yang digunakan, kemudian dicoba dahulu agar pelaksanaan demonstrasi tidak mengalami kegagalan.<br />
c. Menetapkan prosedur yang dilakukan, dan sebelum demonstrasi dilakukan perlu diadakan percobaan terlabih dahulu.<br />
d. Menentukan lama pelaksanaan demonstrasi.<br />
e. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk memberikan komentar pada saat maupun sesudah dmonstrasi.<br />
f. Meminta kepada siswa untuk mencatat hal-hal yang dianggap perlu.<br />
g. Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan siswa.<br />
<br />
3. Prasyarat Metode demontrasi <br />
Agar penerapan metode demonstrasi dapat berdaya guna, perlu diperhatikan syarat-syarat penerapannya sebagai berikut:<br />
a. Kegiatan pembelajaran bersifat normal, magang atau latihan bekerja<br />
b. Bila materi pelajaran berbentuk keterampilan gerak<br />
c. Guru, pelatih , instruktur bermaksud menyederhanakan penyelesaian kegiatan yang panjang<br />
d. Pengajar bermaksud menunjukkan suatu standar penampilan<br />
e. Untuk menumbuhkan motivasi siswa tentang latihan/ praktik yang kita laksanakan<br />
f. Untuk dapat mengurangi kesalahan-kesalahan<br />
g. Bila beberapa masalah yang menimbulkan pertanyaan pada siswa dapat dijawab lebih teliti waktu proses demonstrasi <br />
<br />
4. Batas-batas Metode Demonstrasi<br />
Beberapa batasan metode demonstrasi yang perlu diketahui antara lain:<br />
a. Demonstrasi akan merupakan metode yang tidak wajar bila alat didemostrasikan tidak dapat diamati dengan seksama oleh siswa<br />
b. Demonstrasi menjadi kurang efektif bila tidak diikuti dengan sebuah aktivitas dimana para siswa sendiri dapat ikut bereksperimen dan menjadikan aktifitas itu pengalaman ptribadi<br />
c. Tidak semua hal dapat didemosntrasikan di dalam kelompok<br />
d. Kadang-kadang bila suatu alat dibawa ke dalam kelas kemudian didemonstrasikan, terjadi proses yang berlainan dengan proses dalam situasi nyata<br />
e. Jika setiap orang diminta mendemostrasikan maka dapat menyita waktu yang banyak dan membosankan bagi peserta lainnya<br />
<br />
5. Kelebihan Metode Demonstrasi<br />
Beberapa kelebihan atau keunggulan metode demonstrasi yang dapat dikemukakan dalam tulisan ini, yaitu:<br />
a. Mebuat pengajaran menjadi lebih jelas dan lebih konkret<br />
b. Perhatian siswa dapat lebih dipusatkan .<br />
c. Proses belajar siswa lebih terarah pada materi yang sedang dipelajari.<br />
d. Pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran lebih melekat dalam diri siswa<br />
e. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari<br />
f. Proses pengajaran lebih menarik<br />
g. Siswa dirangsang untuk aktif mengamati, menyesuaikan antara teori dengan kenyataan<br />
h. Membantu anak didik memahami dengan jelas jalannya suatu proses atu kerja suatu benda.<br />
i. Memudahkan berbagai jenis penjelasan . <br />
j. Kesalahan-kesalahan yeng terjadi dari hasil ceramah dapat diperbaiki melalui pengamatan dan contoh konkret, dengan menghadirkan obyek sebenarnya<br />
<br />
6. Kekurangan Metode<br />
Seperti diketahui bahwa tidak ada satu metode sekalipun yang dapat mengatasi atau yang cocok untuk segala kondisi, karakteristik materi, karakteristik siswa, dan tujuan pembelajaran. Tidak terkecuali metode demonstrasi, juga memilki kekurangan, antara lain:<br />
a. Memerlukan keterampilan guru secara khusus<br />
b. Fasilitas seperti peralatan, tempat dan biaya yang memadai tidak selalu tersedia dengan baik<br />
c. Memrlukan kesiapan dan perencanaan yang matang disamping memerlukan waktu yang cukup panjang<br />
d. Anak didik terkadang sukar melihat dengan jelas benda yang akan dipertunjukkan.<br />
e. Tidak semua benda dapat didemonstrasikan <br />
f. Sukar dimengerti bila didemonstrasikan oleh guru yang kurang menguasai apa yang didemonstrasikan<br />
<br />
7. Bagaimanakah Guru Dapat Merencanakan Demonstrasi Yang Efektif?<br />
Terkait dengan perencanaan penerapan metode demonstrasi maka guru perlu memperhatikan hal-hal seperti berikut:<br />
a. Merumuskan tujuan yang jelas dan sudut kecakapan atau kegiatan yang diharapkan dapat dicapai atau dilaksanakan oleh siswa itu sendiri bila demonstrasi itu berakhir. <br />
1). Mempertimbangkan apakah metode itu wajar dipergunakan dan merupakan metode yang paling efektif untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.<br />
2). Apakah alat-alat yang diperlukan untuk demonstrasi itu bisa didapat dengan mudah, dan apakah alat-alat itu sudah dicoba terlebih dahulu supaya waktu dilakukan demonstrasi tidak gagal.<br />
3). Apakah jumlah alat/bahan memungkinkan diadakan demonstrasi dengan jelas?<br />
b. Menetapkan garis besar langkah-langkah demonstrasi yang akan dilaksanakan. Dan sebaiknya sebelum demonstrasi dilakukan, oleh guru sudah dicoba terlebih dahulu supaya tidak gagal pada waktunya.<br />
c. Memperhitungkan waktu yang dibutuhkan. Apakali tersedia waktu untuk memberi kesempatan siswa mengajukan pertanyaan-pertanyaan dan komentar selama dan sesudah dernonstrasi. Menyiapkan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk rnerangsang observasi.<br />
d. Selama demonstrasi berlangsung kita bertanya pada diri sendiri apakah :<br />
1). Keterangan-keterangan itu dapat didengar dengan jelas oleh siswa.<br />
2). Alat itu telah ditempatkan pada posisi yang baik sehingga setiap siswa dapat melihat dengan jelas.<br />
3). Perlu disarankan kepada siswa untuk membuat catatan-catatan seperlunya dengan waktu secukupnya.<br />
e. Menetapkan rencana untuk menilai kemajuan murid. Seringkali perlu terlebih dahulu diadakan diskusi-diskusi dan siswa mencobakan lagi demonstrasi agar memperoleh kecekatan yang lebih baik.<br />
<br />
E. PENUTUP<br />
Terkait dengan permasalahan dan pembahasan yang dikemukakan dalam tulisan maka dapat disimpulkan bahwa: metode demonstrasi merupakan metode yang tepat digunakan pada materi menunjukkan adanya proses, materi yang bersifat abstrak, dan materi yang membutuhkan pemodelan, Metode demonstrasi merupakan metode yang memiliki batasan-batasan dalam penggunaannya, sehingga dalam penerapannya perlu diprhatikan sintaksnya secara tepat. Demikinan pula halnya bahwa selain memiliki keunggulan, metode demonstrasi juga memiliki kelemahan.<br />
<br />
F. DAFTAR PUSTAKA<br />
Sayiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan ke tiga, Agustus 2006.<br />
<br />
Sayiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak didk – dalam interaks edukatif, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan Pertama , Februari 2000.<br />
<br />
Subiyanto, Strategi Belajar-Mengajar Ilmu Pengetahuan Alam, Penerbit IKIP Malang, Cetakan ke dua, Maret 1990.<br />
<br />
Roestiyah N.K, Strategi Belajar Mangajar, Penerbit Rineka Cipta, Cetakan ke tujuh , Maret 2008.<br />
<br />
http://smacepiring.wordpress.com/ pendekatan-dan-metode-pembelajaran<br />
<br />
http://martiningsih.blogspot.com/ macam-macam-metode-pembelajaran.htmlSinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-44621572456020831122011-02-20T23:17:00.000-08:002011-02-20T23:17:04.080-08:00Hut Sinjai ke 447Memeriahkan ulang tahun Sinjai ke 447 setiap tahun diadakan pameran selama satu minggu dengan menghadirkan artis ibukota jakarta di akhir. Untuk kota Sinjai tetaplah bersatu seperti mottomu SINJAI BERSATU..SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-4630435434222114644.post-50098988581000448742011-02-20T06:49:00.003-08:002011-02-21T05:45:33.094-08:00Virus DNAPENDAHULUAN<br />
<br />
<br />
Kajian biologi berupa makhluk hidup yang mencakup berbagai tingkat organisasi kehidupan. Biologi merupakan anggota kelompok ilmu murni. Biologi sebagai ilmu murni sangat berperan dalam pengembangan ilmu terapan. Biologi mengalami perkembangan sangat pesat menjadi cabang-cabang ilmu yang khusus mempelajari sesuatu yang khas. Cabang biologi berdasarkan objek studi salah satu contohnya adalah virology. <br />
Virologi adalah ilmu yang mempelajari tentang virus, mikroorganisme yang dapat membahayakan. Virus merupakan mikroorganisme yang begitu kecil sehingga dapat terlihat pada perbesaran yang disediakan oleh mikroskop electron. Virus dapat melewati pori-pori saringan yang tidak dapat dilewati oleh bakteri. Virus juga memperbanyak diri hanya di dalam sel inang (sel hewan, mikroorganisme dan sel tumbuhan). <br />
Virus tidak mampu melakukan sintesis protein karena tidak dapat melakukan metabolisme sendiri. Virus bergantung pada sel inangnya untuk melaksanakan fungsi-fungsi seperti bereproduksi. Virus memiliki informasi genetik untuk bereproduksi dan mengambil alih sistem pembangkit energi dan pembuat sintesis protein sel inangnya.<br />
Virus berpindah dari satu sel inang ke sel inang yang lain dalam bentuk paket-paket gen berukuran kecil. Berbeda dengan sel-sel inang, virus hanya memiliki salah satu asam nukleat yaitu DNA saja atau RNA saja, tidak keduanya. Dalam makalah ini hanya membahas tentang virus DNA.<br />
Rumusan Masalah<br />
Berdasar latar belakang yang menjadi pokok permasalahannya adalah<br />
1. Bagaimanakah Jenis-jenis virus DNA?<br />
2. Bagaimanakah ciri-ciri virus DNA ?<br />
3. Bagaimanakah proses replikasi virus DNA ?<br />
4. Penyakit dan manfaat apa yang diberikan oleh virus DNA ?<br />
<br />
PEMBAHASAN<br />
1. Jenis-jenis Virus DNA<br />
Virus DNA dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok. Kelompok pertama Papovirus, Adenovirus, dan Herpesvirus. Genom virus kelompok ini ditranskripsi dan direplikasi di dalam nukleus sel. Oleh karena itu, dapat menggunakan enzim inang. Kelompok kedua adalah Poxvirus. Proses transkripsi Poxvirus terjadi di sitoplasma. Proses transkripsi memerlukan enzim virus. Kelompok ketiga adalah Parvovirus. Virus terasosiasi adeno memerlukan adenovirus atau virus herpes simpleks untuk perbanyakannya. Tanpa virus penolong, genom hanya terintegrasi ke genom inang tetapi tidak tereskpresikan. Kelompok keempat adalah virus hepadna (Anonim, 2010).<br />
Kebanyakan virus DNA berisi genom tunggal dsDNA linier. Anggota Papovirus (poliomavirus dan papilomavirus) memiliki genom dsDNA sirkuler. dsDNA menyediakan template untuk mRNA dan transkripsi mandiri. Protein struktural menyusun kapsid Papovirus. Selain itu terdapat 5-6 protein nonstruktural yang berpern dalam transkripsi, replikasi, dan transformasi. ssDNA linier 4-6 kb pada famili parvovirus yang terdiri atas Parvovirus, eritrovirus, dan dependovirus. Virion berisi 2-4 jenis protein struktural yang dikode dari gen yang sama. Virus terasosiasi-adeno (AAV) tidak mampu menghasilkan virion anakan, kecuali terdapat virus penolong (virus herpes atau virus adeno) pada sel inang. ssDNA hanya dijumpai pada famili circovirus dan berisi 1,7-2,3 kb. Famili Circovirus merupakan virus autonom terkecil. Kapsid isometrik berdiameter 17 nm dan terdiri atas 2 jenis protein (Anonim, 2010).<br />
Virus DNA tak berselubung misalnya Adenovirus, Papovirus, Poliomavirus dan Parvovirus. Sedangkan virus lain merupakan virus terselubung yang terdiri dari protein dan lipid. <br />
<br />
Jenis-jenis famili virus yang menginfeksi manusia. +: pita sense; -: pita antisense; : pita ganda; C: jumlah kapsomer<br />
<br />
2. Ciri-ciri Virus DNA<br />
a. Parvoviridae (IHHN-VIRUS)<br />
Parpoviridae merupakan kelompok kecil dari seluruh virus (18-21 nm), tak berselubung dengan suatu genom linear untai tunggal (Rainbie, 2009). Virionnya ikosahedral, terdiri dari 32 kapsomer. Komposisi DNA (20%) dan protein (80%), terdiri dari dua selubung protein, inang parvovirus adalah pinaeidae (keluarga udang) dan pembawa lain adalah udang laut (Elizabeth,2009).<br />
b. Papovaviridae<br />
Sub familinya poliomavirus JC dan BK. Virus JC dapat menyebabkan suatu infeksi neurologis berat pada penderita dengan gangguan kekebalan tubuh. Human papillomavirus (HPV) membentuk suatu pengelompokkan virus DNA kuboid tak berselubung yang besar (Rainbie, 2009). Berkembang dalam inti sel dan tahan terhadap eter (Suherman, 2010). Virus HPV merupakan virus yang dapat menyebabkan kutil atau pertumbuhan sel yang tidak normal (displansia) atau di sekitar leher rahim atau dubur yang dapat menyebabkan kanker leher rahim atau dubur. HPV berbentuk ikosahedral dengan ukuran 55 nm, memiliki 72 kapsomer dan 2 protein kapsid, yaitu L1 dan L2. Virus ini bersifat mutagen, (Thoma, 2010).<br />
c. Adenoviridae<br />
Virus ini tak berselubung, berbentuk bulat diameter 70-90 nm, stabil pada suhu 4-360°C, dan mati pada suhu 56°C (Suherman, 2010). Replikasinya terjadi di nukleus. Virus ikosahedral tak berselubung dengan suatu genom DNA untai ganda. Adenovirus tipe 1, 2, 3, 4, 5, dan 7 menyebabkan pneumonia pada anak-anak. Serotipe 40 dan 41 menyebabkan diare akut sedangkan serotipe 3 dan 7a menyebabkan demam berdarah (Rainbie, 2009).<br />
<br />
<br />
<br />
d. Hepadnaviridae<br />
Virus hepatitis B (HBV) berselubung kecil dengan suatu nukleokapsid ikosahedral. Infeksi yang menetap menyebabkan penyakit hepatitis kronis atau bahkan karsinoma hepatoseluler (Rainbie, 2009).<br />
e. Poxviridae<br />
Merupakan virus terbesar (350x400 nm) dan paling kompleks dari virus yang ada. Orthopoxvirus meliputi cacar, cacar monyet dan cacar sapi (Rainbie, 2009).<br />
f. Herpesviridae<br />
Virus ini merupakan virus berselubung dengan suatu nukleokapsid ikosahedral. Berrkembang biak dalam inti sel, dan ukuran 100-150 nm. Terdapat lima macam herpes karena virus yaitu herrpes simplek, herpes zooster, varicella, sitomegalovirus, dan virus epstein barr (Suherman, 2010).<br />
g. Cauliflower mosaic virus<br />
Salah satu kelompok virus tumbuhan yang mempunyai genom untai ganda adalah genus Caulimovirus dan salah satu spesiesnya adalah Cauliflower Mosaic virus (CaMV). CaMV mempunyai genom berbentuk lingkaran mempunyai satu celah (gap) pada salah satu untai (strand) DNA dan dua celah pada untai komplemen DNA. Tahapan replikasi virus CaMV (1) virion masuk ke sitoplasma dan terjadi pelepasan subunit protein selubung virus (uncoating) (2) genom dsDNA masuk ke inti membentuk mikromosom (3) dalam inti sel, DNA itu di transkripsi menghasilkan RNA (4) RNA dari dalam inti ditransfer ke sitoplasma untuk translasi protein yang dibutuhkan untuk replikasi dan patogenesis tanman (5) RNA 35 s hasil transkripsi di transfer ke sitoplasma dan digunakan sebagai tempat untuk membentuk genom virus baru melalui transkripsi balik.<br />
3. Proses Replikasi Virus DNA<br />
Virus DNA hewan, proses transkripsi dan translasi tidak digabungkan. Kecuali untuk Poxvirus transkripsi terjadi pada inti dan terjemahan dalam sitoplasma. Umumnya, transkrip primer, yang dihasilkan oleh RNA polimerase II, lebih besar daripada mRNA ditemukan pada ribosom, dan dalam beberapa kasus, sebanyak 30% dari RNA ditranskripsi tetap diterjemahkan dalam nukleus. Para utusan virus, bagaimanapun, seperti sel-sel hewan, yang monocistronic. Transkripsi memiliki organisasi temporal, dengan virus DNA yang paling hanya sebagian kecil dari genom ditranskripsi menjadi utusan awal. Sintesis protein awal adalah langkah awal penting dalam replikasi DNA virus. Setelah sintesis DNA, sisa genom ditranskripsi menjadi utusan terlambat. Virus kompleks memiliki gen awal langsung, yang dinyatakan di hadapan inhibitor sintesis protein, dan tertunda gen awal, yang membutuhkan sintesis protein untuk berekspresi. Regulasi dilakukan oleh protein hadir dalam virion, atau ditentukan oleh gen virus atau selular, berinteraksi dengan urutan peraturan di ujung 5 'gen. Urutan ini dapat menanggapi di trans untuk produk yang dihasilkan oleh gen lain dan bertindak dalam cis pada gen yang terkait. Kelas yang berbeda mungkin gen ditranskripsi dari untai DNA yang berbeda dan oleh karena itu dalam arah yang berlawanan misalnya polyomaviruses. Transkrip dapat menjalani proses pasca-transkripsi sehingga urutan intervensi yang tidak penting akan dihapus. Modus replikasi adalah semikonservatif tetapi sifat intermediet replikatif tergantung pada cara replikasi. Beberapa metode replikasi virus DNA sebagai berikut :<br />
A. Adenoviruses<br />
Adenovirus menunjukkan replikasi asimetris, yang memulai pada 3 'akhir dari salah satu untaian menggunakan primer protein. Untai untai tumbuh menggantikan yang sudah ada sebelumnya dari polaritas yang sama dan membangun sebuah molekul dupleks lengkap. Untai pengungsi pada gilirannya ulangan dengan cara yang sama setelah menghasilkan struktur yang menjulur oleh pasangan pengulangan terminal terbalik. <br />
B. Herpesvirus B<br />
Herpesvirus memiliki genom linier dengan mengulangi terminal. Pada mencapai inti, berakhir terminal menjalani terbatas pencernaan exonucleotic dan kemudian pasangkan untuk membentuk lingkaran. Replikasi diperkirakan berlangsung melalui mekanisme lingkaran bergulir, dimana concatemers terbentuk. Selama pematangan, unit-panjang molekul dipotong dari concatemers. <br />
C. Papovaviruses <br />
DNA dari papovaviruses adalah lingkaran dan replikasi adalah dua arah dan simetris, melalui intermediet siklik. <br />
D. Parvoviruses <br />
Replikasi parvoviruses beruntai tunggal dimulai ve dan-ve stranded DNA + ketika dari partikel parvovirus berbeda datang bersama untuk membentuk sebuah molekul DNA beruntai ganda dari yang transkripsi dan replikasi berlangsung. <br />
E. Poxviruses<br />
Ciri mencolok dari DNA poxvirus adalah bahwa kedua untai komplementer bergabung. Intermediet replikatif, hadir dalam sitoplasma, yang concatemers khusus berisi pasang genom tersambung baik kepala ke kepala atau ekor ekor.<br />
F. Hepadnaviruses<br />
Hepatitis B virus mempekerjakan transkripsi balik untuk replikasi. Genom terdiri dari DNA sirkuler untai ganda sebagian dengan untai negatif yang lengkap dan untai positif tidak lengkap. Saat memasuki sel, untai positif selesai dan ditranskripsi. Transkrip RNA yang pada gilirannya reverse-ditranskripsi menjadi DNA oleh enzim virus dalam beberapa langkah, berikut erat model retrovirus, termasuk melompat dari untai positif baru lahir dari satu ulangi langsung (DR) yang lain. <br />
<br />
<br />
G. Cauliflower mozaik virus<br />
Replikasi melibatkan transkripsi kebalikan dari suatu RNA intermediet.<br />
4. Penyakit dan Manfaat yang diberikan oleh Virus DNA<br />
a. Penyakit yang ditimbulkan Virus DNA<br />
• Pavoviridae<br />
Ada 2 tipe virus yaitu parvo virus tipe jantung dan tipe alat pencernaan. Serangan parvovirus tipe alat pencernaan akan menunjukan gejala antara lain penderita menjadi sangat depresif, nyeri perut serta sering muntah dan mencret (kadang berak berwarna merah darah) dan baunya sangat menusuk.<br />
Gejala akibat serangan Parvovirus tipe jantung, antara lain radang otot jantung (Myocarditis) yang sangat fatal disertai timbunan cairan didalam paru-paru (hydrothorax). Virus tipe ini akan menyebabkan kematian yang sangat cepat dan mendadak, terutama pada anjing yang umur 5- 6 minggu (Yanti, 2009).<br />
• Papovaviridae<br />
Human Papilloma virus menimbulkan penyakit kanker leher rahim; kutil pada tangan dan kaki; masalah pada mulut, lidah, dan bibir; kanker penis; dan displansia pada dubur.<br />
• Adenoviridae<br />
Penyakit akut infeksi pernafasan atas dengan demam dan hidung meler, radang otak, peradangan lambung dan usus, radang kelenjar getah bening di perut, suatu jenis gangguan usus (Anonim, 2010)<br />
• Hepadnaviridae<br />
Hpatitis B<br />
• Herpesviridae<br />
Cacar <br />
• Poxviridae<br />
Cacar sapi, cacar monyet, dan acar kelinci.<br />
<br />
b. Manfaat yang diberikan oleh virus <br />
• Pembuatan vaksin (mikroorganisme yang dilemahkan imatikan sehingga sifat patogenitasnya hilang, tetapi sifat antigenitasnya tetap)<br />
• Pembuatan peta kromosom<br />
• Pembuatan interferon dari virus melalui rekayasa genética<br />
• Bakteri yang mengandung Profage bermanfaat untuk pengobatan berbagai macam penyakit.<br />
• Dapat menghancurkan bakteri-bakteri yang mengganggu, misalnya bakteri pengganggu pada produk makanan yang diawetkan. <br />
• Virus penyebab kanker dapat dicangkokkan bersama gen-gen penghasil insulin atau zat lain ke bakteri sehingga bakteri tersebut berbiak dengan cepat dan sekaligus memproduksi insulin atau zat lain<br />
KESIMPULAN<br />
1. Jenis-jenis Virus DNA yaitu Parvovirus, Papovavirus, Adenovirus, Hepadnavirus, Poxvirus, Herpesvirus, dan Cauliflower mozaik virus.<br />
2. Ciri-ciri virus DNA secara umum yaitu semua virus DNA kecuali Parvovirus memiliki untai ganda; semua kecuali Poxvirus melakukan duplikasi DNA-ya di inti sel dan berbentuk ikosahedral; virus DNA yang telanjang adalah Parvovirus, Adenovirus, dan Papovirus; replikasi virus DNA kecuali virus hepatitis B menduplikasikan DNAnya dengan menggunakannya sebagai cetakan untuk membuat lebih banyak DNA.<br />
3. Replikasi virus DNA hewan, proses transkripsi dan translasi tidak digabungkan kecuali Poxvirus, transkripsi terjadi pada inti dan terjemahan dalam sitoplasma. Cauliflower mozaik virus bereplikasi dengan melibatkan transkripsi kebalikan dari suatu RNA intermediet<br />
4. Jenis penyakit yang dapat ditimbulkan misalnya hepatitis B, cacar, akut pernapasan, dan kanker. Manfaat virus dapat dijadikan pembuatan peta kromosom, vaksin, interferon dari virus melalui rekayasa genetika.<br />
DAFTAR PUSTAKA<br />
<br />
<br />
Anonim. 2010. Pengantar Virologi. http://www.google.co.id/search?hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&q=komposisi+kimia+dan+model+replikasi+pengantar+virologi&aq=f&aqi=&aql=&oq=. Diakses tanggal 23 Januari 2011.<br />
<br />
Anonim. 2010. Replikasi Virus. http://virology-online.com/general/Replication.htm. Diakses tanggal 23 Januari 2011.<br />
<br />
Elizabeth, K. 2009. Parvovirus (H1HN VIRUS). www.fpk.unair.ac.id/webo/.../ekspresi%20gen%/20i%20pertemuan%20vi.ppt. Diakses tanggal 29 November 2010. <br />
<br />
Rainbie. 2009. Virus. http://rrainbie-queen.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 November 2010.<br />
<br />
Saputra, M. I. 2010. Virus DNA & RNA dan Kaitannya dengan Penyakit Tropis. http://www.docstoc.com/docs/37029788/Virus-DNA-RNA--PBL-Kedokteran-Tropis. Diakses tanggal 23 Januari 2011.<br />
<br />
Suherman, M. 2010. Virologi. http://mohamad-suherman.blogspot.com/. Diakses tanggal 29 November 2010<br />
<br />
Thoma, S.R. 2010. Human Papilloma Virus. http://www.pdftop.com/view/aHR0cDovL21pa3JvYmlhLmZpbGVzLndvcmRwcmVzcy5jb20vMjAwOC8wNS9zaXNpbGlhLXJhbmktdGhvbWEwNzgxMTQxNDExLnBkZg. Diakses tanggal 29 November 2010.<br />
<br />
Yanti. 2009. Waspadai Penyakit Parvovirus Pada Anjing Kesayangan Anda.<br />
http://www.facebook.com/notes/yanti-pet-doctor/waspadai-penyakit-parvovirus-pada-anjing-kesayangan-anda/118020732559. Diakses tanggal 29 November 2010.SinjaiBiologihttp://www.blogger.com/profile/10112211314226735766noreply@blogger.com1